PRESIDEN Prabowo Subianto telah mencanangkan makan bergizi gratis (MBG) sebagai program prioritas nasional. Pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) ialah wujud keseriusan pemerintahan Prabowo untuk mengawal keberhasilan program itu. Program MBG akan menyasar siswa prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga pesantren.
Bahkan, pemerintah juga akan memberikan bantuan gizi kepada ibu hamil dan balita di seluruh Indonesia. Implementasi kebijakan itu akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama pada 2025 akan digelontorkan dana sebesar Rp71 triliun bagi 15 juta anak yang tersebar di ribuan titik di seluruh Indonesia (Badan Gizi Nasional, 2024).
Sebagai sebuah megaproyek, di tengah kondisi fiskal yang terbatas dan berbagai kompleksitas problem birokrasi, apakah program MBG tersebut prospektif sehingga layak menjadi prioritas?
Urgensi MBG
Ada sejumlah argumen mengapa MBG penting. Pertama, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengatasi masalah gizi buruk dan stunting. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting mencapai 21,6% dengan target penurunan menjadi 14% pada 2024. Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi kronis yang berdampak pada perkembangan fisik dan kognitif anak.
Anak-anak dengan gizi buruk lebih rentan terhadap masalah kesehatan, kesulitan belajar, dan kinerja akademik yang rendah. Banyak keluarga di Indonesia, terutama di daerah miskin atau terpencil, tidak mampu menyediakan makanan bergizi. Hal itu menyebabkan anak-anak dari kelompok tersebut memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kekurangan gizi.
Kedua, data Kementerian Kesehatan (2022) menunjukkan bahwa 65% anak usia sekolah di Indonesia tidak sarapan secara teratur. Bahkan, jutaan di antaranya (sebanyak 41%) pergi ke sekolah dengan perut kosong. Survei juga menunjukkan bahwa dari 66,2 juta anak usia 5-19 tahun sebagian besar mengawali hari tanpa asupan energi yang cukup. Meskipun beberapa anak sarapan, kualitas gizi makanan yang mereka konsumsi sering kali rendah, tidak memenuhi gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) atau mikro (vitamin dan mineral).
Ketiga, Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989 menyebutkan bahwa setiap anak memiliki hak atas kehidupan, kesehatan, pendidikan, dan perkembangan maksimal, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 yang berarti Indonesia terikat secara hukum untuk melindungi hak-hak anak sesuai dengan konvensi tersebut.
Program makan bergizi dapat menjadi jawaban pemerintah atas pemenuhan hak tumbuh kembang anak sekaligus solusi langsung untuk menyediakan asupan nutrisi yang memadai bagi anak-anak, khususnya di sekolah dan wilayah rawan pangan.
Keempat, selain memberikan dampak positif pada kesehatan dan pendidikan, MBG juga diharapkan memiliki kaitan ke belakang (backward linkage) berupa potensi peningkatan pertumbuhan ekonomi desa. Permintaan terhadap produk pertanian dipastikan meningkat dan itu merupakan kesempatan bagi petani lokal untuk menyuplai kebutuhan MBG. Karena itu, MBG bisa menjadi captive market bagi produk pertanian lokal yang kemudian dapat meningkatkan pendapatan petani dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Belajar dari Finlandia, India, dan Jepang
Kita perlu belajar dari sejumlah negara yang telah mempraktikkan MBG. Sejak 1948, Finlandia telah menyediakan makan siang gratis untuk semua siswa. Program itu berhasil meningkatkan konsentrasi belajar siswa dan berkontribusi pada peringkat pendidikan Finlandia yang tinggi di dunia. Selain itu, Finlandia juga memprioritaskan makanan organik dan lokal, mendukung ekonomi dan lingkungan.
Sementara itu, di India, program midday meal scheme telah berhasil meningkatkan kehadiran anak di sekolah, terutama di kalangan siswa perempuan dari keluarga miskin. Program itu juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal dengan meningkatkan permintaan produk pertanian dari petani kecil.
Adapun di Jepang, selain menyediakan makanan bergizi, program makan siang mengintegrasikan pendidikan gizi ke dalam kurikulum. Hal itu bertujuan membentuk kebiasaan makan sehat sejak dini yang berdampak positif pada pola makan mereka hingga dewasa.
Isu dan tantangan
Program MBG memang memiliki potensi besar dalam meningkatkan status gizi anak-anak dan pertumbuhan ekonomi desa. Namun, program itu juga dihadapkan pada sejumlah isu dan tantangan yang perlu diatasi agar dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Pertama, ketersediaan anggaran. Program itu membutuhkan biaya yang sangat besar dan berkelanjutan. Ketergantungan pada anggaran pemerintah membuat program tersebut rentan terhadap dinamika fiskal. Oleh karena itu, perlu terobosan baru dengan melibatkan swasta dan masyarakat dalam mengurangi beban pemerintah.
Kedua, distribusi dan infrastruktur. Mengelola distribusi makanan ke ribuan sekolah, terutama di daerah terpencil, membutuhkan sistem yang sangat baik. Tantangannya ialah memastikan makanan tetap berkualitas, aman, dan sampai ke tujuan tepat waktu. Keamanan pangan menjadi kata kunci yang harus mendapat perhatian serius.
Ketiga, kebutuhan sumber daya manusia terdidik dan andal dalam implementasi di lapangan sangat tinggi. Apa yang sudah dikembangkan melalui program sarjana penggerak pembangunan Indonesia (SPPI) perlu diperluas jangkauan pesertanya. MBG harus menjadi peluang baru perluasan kesempatan kerja di daerah.
Keempat, pemberdayaan petani. Memastikan pasokan bahan pangan berkualitas dari petani lokal ialah kunci keberhasilan program. Tantangannya ialah meningkatkan kapasitas produksi petani, terutama dalam hal kualitas dan kuantitas hasil panen. Selain itu, diperlukan sistem yang efektif untuk menghubungkan petani dengan program tersebut.
Prospek
Dengan melihat isu dan tantangan di atas, MBG membutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sekolah, sektor swasta, universitas, dan masyarakat. MBG perlu ditempatkan dalam sebuah ekosistem besar yang mengkaitkan antara program perbaikan gizi, produksi pertanian, pemberdayaan masyarakat, dan perluasan lapangan kerja baru.
Dengan perspektif MBG sebagai ekosistem, efek pengganda yang tercipta akan menjadi fondasi bagi ketangguhan ekonomi bangsa. Bila ekosistem itu berjalan, rakyat benar-benar terlibat dalam pembangunan secara masif. Itulah sebenarnya yang dimaksud dengan pembangunan berpusat pada rakyat.
Dengan demikian, MBG sangat prospektif sebagai lokomotif pembangunan nasional karena mencerminkan visi jangka panjang yang terintegrasi dengan berbagai aspek pembangunan nasional. Bila program tersebut berhasil, Indonesia emas 2045 akan menjadi kenyataan.