Produk Impor Ancam Industri Baja Nasional

12 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta Industri baja nasional kembali menegaskan komitmennya untuk bangkit menghadapi maraknya impor yang kian menekan produksi dalam negeri. Hal ini ditegaskan dalam Forum Komunikasi Ketahanan Industri Baja Nasional.

Forum tersebut dihadiri oleh berbagai asosiasi baja dari hulu hingga hilir. Mereka sepakat bahwa tanpa perlindungan nyata dari pemerintah, industri baja nasional terancam semakin terpuruk.

Direktur Eksekutif The Indonesian Iron and Steel Association (IISIA), Harry Warganegara, menyebut baja sebagai pilar pembangunan nasional. Industri ini menghasilkan produk vital seperti baja konstruksi, baja profil, hingga cold-rolled dan hot-rolled steel.

Menurut Harry, tanpa kebijakan yang berpihak, multiplier effect industri baja akan hilang. “Ini bukan hanya soal keberlangsungan perusahaan baja, tapi juga lapangan kerja, kontribusi pajak, dan devisa negara,” ujarnya.

Ketua Umum Indonesia Zinc-Aluminium Steel Industries (IZASI), Stephanus Koeswandi, menambahkan, impor baja dalam beberapa tahun terakhir semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI), konsumsi baja nasional tahun 2024 mencapai 18,58 juta ton.

Dari jumlah tersebut, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 15,82 juta ton. Sementara impor baja justru membengkak hingga 8,72 juta ton, jauh melampaui ekspor yang hanya 5,96 juta ton.

Kapasitas Produksi

Kondisi ini membuat utilisasi kapasitas produksi domestik anjlok hingga di bawah 40 persen, angka terendah dalam beberapa tahun terakhir. Situasi serupa juga terjadi di industri hilir dengan masuknya baja konstruksi terfabrikasi atau Prefabricated Engineered Building (PEB) sebanyak 712 ribu ton sepanjang 2024.

“Lonjakan impor ini melemahkan daya saing industri baja nasional. Kami belajar dari negara lain seperti Kanada yang menerapkan kuota impor transparan agar bisa dikontrol sesuai kebutuhan,” jelas Stephanus.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction (ISSC), Budi Harta Winata, memaparkan enam tuntutan kepada pemerintah. Di antaranya pengetatan kuota impor, moratorium investasi asing pada produk baja sejenis, penerapan instrumen perlindungan perdagangan, penguatan SNI dan TKDN, harmonisasi tarif, serta penghentian impor PEB.

Budi menegaskan, forum memberi tenggat waktu hingga 28 Oktober, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, untuk melihat langkah nyata pemerintah. Pada tanggal itu, asosiasi baja berencana mendeklarasikan “Sumpah Baja” sebagai simbol kebangkitan industri baja nasional.

BPS: Impor Juli 2025 Turun 5,86%

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Juli 2025 mencapai USD 20,57 miliar atau turun 5,86 persen dibanding Juli 2024. Nilai impor migas sebesar USD 2,51 miliar atau turun 29,36 persen secara tahunan, sementara nilai impor nonmigas senilai USD 18,06 miliar dan mengalami penurunan secara tahunan 1,29 persen.

"Penurunan impor secara tahunan didorong oleh penurunan impor migas dengan andil penurunan sebesar 4,78 persen," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers BPS, Senin (1/9/2025).

Selanjutnya, impor menurut penggunaan pada Juli 2025 terjadi penurunan impor untuk golongan penggunaan barang konsumsi dan barang bahan baku penolong secara tahunan. Sementara untuk barang modal menunjukkan adanya peningkatan.

"Secara tahunan nilai impor barang konsumsi turun sebesar 2,47 persen, nilai impor bahan baku penolong sebagai pendorong utama penurunan impor turun sebesar 11,94 persen dengan andil penurunan sebesar 8,80 persen, kemudian barang impor barang modal naik sebesar 18,84 persen," ujarnya.

Secara kumulatif toral nilai impor Indonesia sepanjang Januari hingga Juli 2025 mencapai USD 136,51 miliar atau naik 3,41 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Nilai impor migas tercatat senilai USD 18,38 miliar atau turun 14,79 persn, sedangkan nilai impor nonmigas tercatat USD 118,13 miliar atau naik 6,97 persen," ujarnya.

Kinerja Ekspor Juli 2025

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai USD 24,75 miliar pada Juli 2025. Angka ini naik 9,86 persen secara tahunan (year on year) dari Juli 2024 lalu.

"Nilai ekspor mencapai USD 24,75 miliar atau naik 9,86 persen dibandingkan dengan Juli 2024," ujar Pudji.

Nilai ekspor migas tercatat senilai USD 0,94 miliar usd atau turun 34,13 persen. Sementara nilai ekspor non migas tercatat naik sebesar 12,83 persen dengan nilai USD 23,81 miliar.

Dia menjelaskan, naiknya nilai ekspor Juli 2025 secara tahunan ini utamanya didorong oleh kenaikan nilai ekspor non migas. Kenaikan fantastis dicatatkan komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati (HS15) naik 82,72 persen dengan andil 7,08 persen.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |