Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2025 yang memperpanjang keringanan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) untuk perusahaan industri padat karya tertentu.
Dikutip dari salinan dokumen yang diterbitkan Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (4/9/2025), disebutkan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk dukungan pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat, keberlangsungan usaha, sekaligus mempercepat pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Beleid tersebut menegaskan bahwa penyesuaian iuran JKK BPJS Ketenagakerjaan diperpanjang hingga pembayaran bulan Januari 2026.
"Penyesuaian iuran JKK dan rekomposisi iuran JKK untuk program Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan perpanjangan sampai dengan iuran JKK bulan Januari 2026," demikian bunyi Pasal 10A dalam aturan itu.
Bagi perusahaan yang masih menghadapi kesulitan keuangan, pemerintah memberikan kelonggaran waktu hingga 30 Juni 2026 untuk melunasi iuran, dengan ketentuan denda tetap berlaku sesuai aturan. Bahkan, kelebihan pembayaran iuran sebelumnya bisa diperhitungkan untuk periode berikutnya.
Prabowo menegaskan, langkah ini diambil untuk mencegah perusahaan gagal memenuhi kewajiban iuran secara masif yang berpotensi menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemerintah menilai industri padat karya memegang peran penting dalam penyerapan tenaga kerja dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Oleh karena itu, keberlanjutan keringanan iuran JKK dipandang krusial demi melindungi kesejahteraan pekerja.
Paket Ekonomi Prabowo Jadi Angin Segar Buat Pengusaha
Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyambut baik 8 paket ekonomi yang dirilis pemerintah. Hal ini disebut bisa menjadi angin segar bagi pelaku usaha.
Sekretaris Jenderal Hipmi, Anggawira mengatakan guyuran insentif dengan nilai total Rp 16,23 triliun di 2025 ini bisa memudahkan pelaku usaha. Mengingat lagi adanya tantangan dinamika global dan kekhawatiran pelambatan ekonomi.
"Beberapa program yang diluncurkan mampu menjawab kebutuhan mendesak pelaku usaha muda maupun UMKM," kata Anggawira dalam keterangannya, Selasa (16/9/2026).
Misalnya, terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh) 21 Ditanggung Pemerintah yang diperluas ke sektor pariwisata. 100 persen PPh 21 akan berlaku hingga Desember 2025. Anggawira memandang ini menjadi angin segar. "Di sektor pariwisata dan F&B, insentif berupa keringanan pajak diyakini akan mendongkrak konsumsi domestik serta memperkuat daya saing," ujarnya.
Perlindungan Sosial ke Pekerja Bukan Penerima Upah
Anggawira juga memandang adanya perlindungan sosial bagi pekerja bukan penerima upah, termasuk para pengemudi ojek online. Menurut dia, ini menunjukkan keberpihakan pada kelompok rentan.
Lalu, deregulasi serta integrasi RDTR digital ke dalam OSS dipandang sebagai langkah penting untuk mempercepat investasi dan mempermudah pengusaha muda memulai maupun mengembangkan usaha. "Dukungan untuk UMKM dan gig economy di era digital juga dianggap sangat relevan agar pengusaha muda mampu bersaing, baik di pasar lokal maupun global," terangnya.