ANGGOTA Komisi VI DPR dari Fraksi Partai NasDem Asep Wahyuwijaya mendorong jajaran direksi Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memetakan kebutuhan kelistrikan secara nasional. Hal itu menurutnya penting, selain untuk mengetahui kebutuhan total listriknya, juga untuk mengetahui dan memetakan berbagai persoalan kelistrikan secara keseluruhan.
"Menurut hemat saya, PLN sebagai pemain yang mendominasi industri listrik di negeri ini, perlu mengetahui terlebih dulu berapa kira-kira kebutuhan total pasok listrik nasional, dari Aceh sampai Papua. Perhitungan itu yang harus dibedah terlebih dahulu. Dari kebutuhan itu, akhirnya bisa kita hitung berapa yang sudah bisa dicapai oleh PLN, berapa kontribusi yang dibeli dari pihak swasta, dan berapa kekurangannya," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan jajaran Direksi PT PLN di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, (3/12)
Ia juga mendesak jajaran direksi PLN memerhatikan ketersediaan listrik untuk mendukung kegiatan ekonomi.
"Karena listrik ini merupakan salah satu pendukung utama pertumbuhan ekonomi, kita harus berhitung juga berapa kebutuhan untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi 8% sebagaimana ditargetkan Pak Presiden," lanjut Asep yang akrab dipanggil Kang AW.
Selain itu, legislator NasDem asal Kabupaten Bogor itu pun menyoroti soal Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang dinilainya belum tuntas.
"Ada beberapa proyek yang terhambat dan berdampak pada realisasi rencana proyek atau COD (commercial operating date) yang jadi molor dan berpotensi menghambat pasokan listrik secara keseluruhan," terangnya.
Tidak hanya itu, Kang AW juga menyoroti soal subsidi listrik yang tidak tepat sasaran.
Ketua DPP Partai NasDem itu mengutip pernyataan Pahala Nainggolan dari Stranas KPK yang menyampaikan secara presisi tentang adanya 10.626.807 penerima subsidi 450 VA dan 900 VA yang tidak tepat sasaran. Hal ini karena 8.701.517 penerima subsidi tidak masuk dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Kasus subsidi listrik yang tidak tepat sasaran ini menyebabkan pemborosan anggaran mencapai Rp1,2 triliun per bulan.
"Hal ini saya kira menarik juga untuk direspons. Pertama, apakah penerima subsidi itu memang harus yang terdaftar dalam DTKS? Jika tidak, bagaimana mekanisme dan kriterianya? Kedua, kondisi keuangan negara yang hari ini memerlukan tambahan anggaran," paparnya.
Asep meminta PLN mengevaluasi subsidi listrik yang tidak tepat sasaran. Ketidaktepatan subsidi listrik itu sangat memberatkan keuangan negara.
"Apalagi tadi saat akhir pemaparan, Pak Dirut pun menyampaikan soal kemungkinan akan ada lagi PMN (Penyertaan Modal Negara) untuk kepentingan program listrik desa sebesar Rp3 triliun. Kalau cuma segitu dan subsidinya bisa diselamatkan dalam tiga bulan saja, kelar urusan PMN itu Pak," pungkasnya. (RO/E-2)