Liputan6.com, Jakarta - Sebuah perusahaan multinasional asal Singapura dilaporkan hampir mengalami kerugian akibat penipuan dengan deepfake. Perusahaan hampir rugi USD 499.000 atau setara Rp 8,13 miliar (asumsi kurs Rp 16.294) akibat penipuan tersebut.
Penipu bermodalkan deepfake yang menyamar sebagai Chief Financial Officer (CFO) perusahaan dan menipu Direktur Keuangan untuk menyetorkan uang dengan sejumlah skema. Hal itu dilaporkan oleh pihak kepolisian yang dirilis pada 7 April 2025.
Mengutip The Straits Times, Senin (2/5/2025), polisi menyebutkan bahwa Pusat Anti-Penipuan (Anti-Scam Centre/ASC) bekerja sama dengan Pusat Koordinasi Anti-Penipuan (Anti-Deception Coordination Centre/ADCC) Kepolisian Hong Kong untuk memulihkan dana yang hilang akibat penipuan penyamaran bisnis yang melibatkan manipulasi digital.
Kronologinya, pada 24 Maret, direktur keuangan perusahaan tersebut dihubungi melalui WhatsApp oleh seorang penipu yang menyamar sebagai kepala keuangan perusahaan (Chief Financial Officer/CFO). Ia diminta untuk mengikuti konferensi video mengenai restrukturisasi bisnis regional perusahaan pada 26 Maret serta berkomunikasi dengan mitra eksekutif dari firma hukum.
Kemudian, ia menerima panggilan dari seseorang yang mengaku sebagai pengacara, yang menekankan pentingnya proyek tersebut dan perlunya menjaga kerahasiaan. Ia lalu diminta menandatangani perjanjian non-disclosure.Pada 25 Maret, korban diberitahu bahwa konferensi video dijadwalkan ulang ke hari itu juga.
"Ia pun mengikuti konferensi Zoom bersama CEO perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya, yang semuanya ternyata disamarkan menggunakan teknologi deepfake," seperti dikutip dari laporan The Straits Times, Sabtu (31/5/2025).
Diminta Setor Dana Perusahaan
Selanjutnya, dalam konferensi video dan komunikasi lanjutan dengan 'pengacara' palsu tersebut, korban diinstruksikan untuk mentransfer lebih dari USD 499.000 dari rekening bank perusahaan di HSBC ke rekening korporasi lokal lainnya, yang ia lakukan pada 26 Maret.
Korban tidak menyadari bahwa rekening tujuan merupakan rekening boneka (money mule) yang dikendalikan oleh para penipu. Dari rekening tersebut, dana lebih dari USD 494.000 dipindahkan ke beberapa rekening bank di Hong Kong.
Korban baru menyadari bahwa ia telah ditipu pada 27 Maret, ketika penipu meminta tambahan transfer dana sebesar USD 1,4 juta.
Berhasil Dilacak
Melihat nominal yang tinggi tersebut, Direktur Keuangan perusahaan segera memberi tahu HSBC, yang langsung menghubungi ASC.
Lalu, ASC berhasil melacak tujuan dana hasil penipuan dan meminta bantuan mitranya di Hong Kong untuk memulihkan dana tersebut.
Pada 28 Maret, ADCC berhasil menahan seluruh jumlah dana yang telah dipindahkan ke rekening-rekening bank di Hong Kong. ASC juga berhasil menyita sisa dana lebih dari USD 5.000 di rekening boneka lokal.
Perlu Waspada
Berkaca pada skema penipuan deepfake tersebut, polisi dalam pernyataannya menyarankan perusahaan untuk menetapkan protokol bagi karyawan dalam memverifikasi keaslian panggilan video atau pesan, khususnya yang berasal dari eksekutif senior atau pemangku kepentingan penting.
Polisi juga mengimbau karyawan untuk waspada terhadap instruksi transfer dana mendadak atau mendesak, serta memverifikasi keaslian instruksi tersebut secara langsung dengan departemen atau pihak terkait melalui jalur komunikasi resmi.
Sebagai informasi tambahan, korban penipuan di Singapura mengalami kerugian sebesar USD 1,1 miliar pada tahun 2024 – jumlah kerugian tahunan tertinggi yang pernah tercatat. Hampir 25 persen dari kerugian tersebut melibatkan mata uang kripto, meningkat tajam dari 6,8 persen pada tahun 2023, menurut polisi pada bulan Februari. Penyelidikan atas kasus ini masih berlangsung.