Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang aturan terkait pengawasan terhadap perilaku financial influencer (finfluencer). Regulasi ini ditargetkan selesai pada semester II tahun 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa aturan ini diperlukan karena semakin banyak influencer yang membahas keuangan tanpa memiliki keahlian yang memadai.
“Kan banyak sekali contoh-contohnya orang yang tidak punya background mumpuni tiba-tiba menjadi finfluencer yang kemudian mempengaruhi masyarakat untuk melakukan suatu ketindakan tertentu. Saat ini kita sedang menggodok itu (aturan). Hopefully, semester II tahun ini akan keluar," kata Friderica di kantor OJK, ditulis Rabu (12/3/2025).
Perempuan yang akrab disapa Kiki ini, menambahkan bahwa aturan ini akan mencakup seluruh jenis produk keuangan. Selain itu, OJK juga mempertimbangkan untuk mewajibkan sertifikasi bagi para finfluencer.
Menurutnya, beberapa negara sudah memiliki regulasi terkait finfluencer karena berbicara tentang keuangan tidak bisa dilakukan sembarangan, terutama jika bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Adapun dari pengaduan yang diterima OJK, banyak finfluencer yang mengklaim bersikap independen saat mengulas produk keuangan dan bahkan dengan percaya diri memberikan rekomendasi.
“Jadi seolah dia independen mengatakan bahwa saya menggunakan produk ini, saya sudah untung ini, ayo masyarakat ini bagus dan lain-lain. Tapi ternyata sebenarnya ini orang dibayar oleh, punya kepentingan oleh perusahaan," ujarnya.
Maka OJK berharap dengan adanya aturan ini, para finfluencer dapat lebih bertanggung jawab dalam memberikan rekomendasi kepada masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi potensi penipuan di sektor keuangan.
Penindakan Entitas Keuangan Ilegal
Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal telah menghentikan 4.036 entitas keuangan ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat pada periode 1 Januari 2024 hingga 28 Februari 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Frederica Widyasari Dewi, mengatakan upaya ini dilakukan sebagai respons terhadap 17.019 pengaduan masyarakat terkait investasi ilegal dan pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Satgas Pasti pada periode 1 Januari sampai dengan 28 Februari, kita telah menemukan dan mengentikan 4.036 entitas keuangan ilegal, yang terdiri dari 3.517 entitas pinjaman online ilegal dan 519 penawaran investasi ilegal disejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat," kata Frederica dalam Media Briefing, di kantor OJK, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Perempuan yang akrab disapa Kiki ini menyebut, dari 17.019 pengaduan tersebut, sebanyak 15.845 merupakan pengaduan adanya pinjaman online ilegal dan 1.174 terkait investasi ilegal.
Adapun dari 4.036 entitas keuangan yang telah dihentikan terdiri dari 3.517 pinjol ilegal dan 519 investasi ilegal. Selain itu, OJK juga telah memblokir 3.517 aplikasi, situs, dan konten digital yang terkait dengan pinjol dan investasi ilegal.
Selanjutnya, kata Kiki, OJK juga telah memblokir sebanyak 117 rekening bank yang digunakan untuk transaksi ilegal, serta memblokir 1.330 nomor telepon atau WhatsApp.
Namun, OJK mengakui adanya kendala dalam menindak entitas ilegal yang servernya berada di luar negeri.
"Jadi, disini kita melihat bagaimana ada yang bisa kita tindak lanjut ada yang enggak. Yang enggak ini kebanyakan servernya di luar negeri, susah kita trace, karena seperti aplikasi di tutup dan di buka lagi," ujarnya.
Penindakan di Daerah
Meski begitu, OJK bersama pihak kepolisian telah berhasil menangani beberapa kasus investasi ilegal di berbagai daerah, seperti di NTT dan NTB, di Sumatera Selatan, serta beberapa daerah lainnya yang saat ini masih dalam proses penyelidikan.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik keuangan ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat. OJK terus mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran investasi dan pinjaman online yang tidak terdaftar dan berizin.
"Tapi kebanyakan yang menwarkan investasi ilegal di beberapa daerah sudah kita tangani dengan polisi, saat itu di NTT dan NTB, Sumatera Selatan, dan dibeberapa daerah lain sedang kita tangani untuk penanganaan aktivitas yang menangani investasi," ujarnya.