Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 sebesar USD 160 juta (USD 0,16 miliar). Hal ini memperpanjang catatan surplus neraca perdagangan selama 60 bulan berturut-turut.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menyampaikan capaian positif tersebut per April 2025.
"Pada April 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar 0,16 miliar US dollar dan perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Pudji dalam Rilis Berita Res Statistik, Senin (2/6/2025).
Dia menjelaskan lebih lanjut, surplus neraca perdagangan RI ini ditopang paling besar dari komoditas non minyak dan gas bumi (migas). Besaran surplusnya mencapai USD 1,51 miliar
"Surplus pada April 2025 ini lebih ditopang oleh surplus pada komoditas non migas yaitu sebesar 1,51 miliar US Dollar," kata dia.
BPS mencatat komoditas penyumbang surplus utama non migas ini adalah Bahan bakar mineral atau HS 27, kemudian lemak dan minyak hewani atau nabati atau HS 15 serta besi dan baja atau HS 72.
Neraca Dagang Migas Defisit
Sementara itu, Pudji menyampaikan neraca perdagangan migas RI mengalami defsit USD 1,35 miliar. Penyumbang defisit terbesar yakni komoditas hasil minyak dan minyak mentah.
"Pada saat yang sama, neraca perdagangan migas tercatat defisit 1,35 miliar US Dollar dengan komoditas penyumbang defisitnya adalah hasil minyak dan minyak mentah," terangnya.
Neraca Dagang Indonesia Surplus USD 4,33 Miliar pada Maret 2025
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2025 kembali surplus. Sepanjang Maret 2025, neraca perdagangan surplus USD 4,33 miliar atau naik sebesar USD 1,23 miliar secara bulanan.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan dengan capaian tersebut, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
"Surplus pada Maret 2025 lebih ditopang oleh surplus dari komoditas non-migas yang sebesar USD 6 miliar. Dengan komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewan nabati atau HS 15, bahan bakar mineral HS 27, serta besi dan baja atau HS 72,” jelas Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).
Meskipun begitu, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit USD 1,67 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.
Pada Maret 2025, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang pada kelompok non-migas dengan beberapa negara dan tiga terbesar di antaranya adalah Amerika Serikat USD 1,98 miliar, India USD 1,04 miliar, dan Filipina USD 0,71 miliar.
“Sementara itu, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara dan tiga defisit yang terbesar adalah Tiongkok USD 1,11 miliar, Australia USD 0,35 miliar, dan Thailand USD 0,195 miliar,” jelas Amalia.
Komoditas Non Migas Penyumbang Surplus
Pertama, dengan Amerika Serikat ini didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya alas kaki HS 64 dan lemak dan minyak hewan nabati HS 15.
Kedua, dengan India, surplus terbesar disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral atau HS 27, kemudian lemak dan minyak hewan nabati HS 15, serta besi dan baja HS 72.
Ketiga, dengan Filipina, ini surplus terbesar dikontribusikan oleh komoditas kendaraan dan bagiannya HS 87, bahan bakar mineral, dan juga lemak dan minyak hewan nabati HS 15.
Komoditas Nonmigas Penyumbang Defisit
Selanjutnya, komoditas penyumbang defisit dari non-migas terbesar pada Maret 2025 adalah untuk negara pertama, Tiongkok. Ini defisit perdagangan dengan Tiongkok terutama disumbang oleh mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya atau HS84, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya atau HS85, serta kendaraan dan bagiannya atau HS87.
Kemudian kedua, dengan Australia, defisit terbesar dikontribusikan oleh komoditas serealia atau HS10 terutama dari komoditas gandum, kemudian logam mulia dan perhiasan HS71, serta bahan bakar mineral atau HS27.
Dengan Thailand, defisit terbesar ini dikontribusikan oleh komoditas gula dan kembang gula atau HS17, plastik dan barang dari plastik, HS39, serta mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya atau HS84.
Impor Indonesia
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Maret 2025 mencapai USD 18,92 miliar. Nilai tersebut naik sebesar 0,38 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti merinci impor migas selama Maret 2025 bernilai USD 3,13 miliar, atau meningkat sebesar 9,07% dibanding bulan sebelumnya. Di sisi lain, impor nonmigas turun 1,18% menjadi USD 15,79 miliar.
“Peningkatan nilai impor secara bulanan didorong oleh kenaikan nilai impor migas yang memberikan andil sebesar 1,38%,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).
Amalia menambahkan, secara tahunan, nilai impor Maret 2025 meningkat sebesar 5,34% di mana impor non-migas naik 7,91% dan impor migas turun sebesar 5,98%. Peningkatan nilai impor secara tahunan didorong oleh kenaikan impor non-migas dengan andil kenaikan terhadap total impor sebesar 6,45%.