Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Rabu pagi di Jakarta menguat sebesar 9 poin atau 0,05 persen menjadi 16.300 per dolar AS dari sebelumnya 16.309 per dolar AS.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah berpotensi menguat seiring ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan.
Tercatat, data Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) AS pada bulan April mencapai 7,39 juta dari perkiraan 7,2 juta. Adapun data Factory Orders (month to month) pada bulan yang sama menurun jadi -3,7 persen dari perkiraan 3,4 persen.
“Data ekonomi AS yang dirilis semalam muncul beragam. Data pesanan pabrik mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan data jumlah lowongan pekerjaan AS dirilis lebih bagus dari proyeksi, Menunjukkan penambahan jumlah lowongan di tengah kemerosotan ekonomi AS akibat kenaikan tarif impor,” ujarnya dikutip dari ANTARA di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Ekonomi AS Masih Tertekan
Hasil ini dinilai menunjukkan ekonomi AS mengalami atau belum lepas dari tekanan, sehingga mendorong pelemahan dolar AS.
Apalagi, lanjut dia, isu fiskal dimana defisit akan meningkat dan utang AS akan dinaikkan lagi, menambah beban ekonomi AS dan memberi tekanan ke dolar AS.
“Rupiah bisa menguat atau paling tidak masih konsolidasi di sekitar Rp16.200-Rp16.300 hari ini terhadap dolar AS,” ungkap Aris.
Peluang Rupiah Tembus Rp 15.500 per Dolar AS
Capital inflow atau arus modal masuk ke Indonesia diperkirakan akan meningkat signifikan pada paruh kedua 2025, didorong oleh koordinasi strategis antara bank sentral di kawasan Asia.
Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura disebut tidak ingin mata uang mereka terlalu kuat karena dapat menurunkan daya saing ekspor.
Dalam konteks ini, Indonesia menjadi tujuan menarik bagi aliran dana asing karena menawarkan imbal hasil lebih tinggi dan stabilitas fiskal yang relatif terjaga.
Semua orang bisa mencobaSelengkapnya Bank-bank sentral negara maju di Asia dinilai akan mulai membeli obligasi dari negara-negara berkembang seperti Indonesia dan Malaysia.
Arah pergeseran aliran dana global ini dipicu oleh melemahnya daya tarik US Treasury, yang belakangan mengalami penurunan permintaan dan hasil lelang yang mengecewakan. Hal ini membuka peluang besar bagi pasar obligasi Indonesia untuk menjadi magnet baru bagi investor kawasan.
“Saya lihat ada kemungkinan capital flow balik ke Indonesia di second half, yang mana sebagian besar itu akan datang dari central bank–central bank di Asia. Kemungkinan ini akan membuat terjadi apresiasi rupiah,” ujar Chief Economist PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, Fakhrul Fulvian, Rabu (4/6/2025).
Rupiah Bisa Menguat ke Rp 15.500
Fakhrul menyatakan bahwa penguatan rupiah hingga Rp 15.500 per dolar AS pada tahun ini bukan hanya karena faktor teknikal, tetapi murni karena aliran dana asing yang masuk.
Fenomena ini juga didorong oleh semakin lunturnya peran dolar AS sebagai jangkar keuangan global, terutama setelah AS menyatakan tidak lagi ingin menyerap kelebihan likuiditas dunia melalui US Treasury.