Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, inisiatif pembentukan Family Office di Indonesia sama sekali tidak berkaitan dengan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut dia, langkah ini murni ditujukan untuk menciptakan ekosistem investasi yang lebih kompetitif dan menarik bagi para investor asing.
"Kita harus friendly ke foregn investment itu harus jalan bagus. Oleh sebabnya saya usulin buatlah family office. Family office tidak ada urusan dengan APBN,” kata Luhut dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Ia menambahkan, kebijakan ini diharapkan dapat menjadi terobosan baru dalam mengalirkan dana investasi global ke dalam negeri tanpa menambah beban fiskal negara.
Luhut pun menyoroti terkait pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut enggan membiayai pembentukan Family Office dengan APBN. Menurutnya, hal itu hanya salah paham.
"Kita ramai bertengkar ini itu apa, sebenarnya enggak ada urusannya, itu kita urusannya supaya orang-orang kita atau asing taruh duitnya di Indonesia dengan zero tax nanti di dalam dia baru kena tax karena dia investasi dibanyak proyek di Indonesia,” ujarnya.
Meniru Sukses Negara Maju
Luhut mengungkapkan, ide Family Office terinspirasi dari keberhasilan pusat keuangan dunia seperti Singapura, Hong Kong, dan Abu Dhabi yang berhasil menarik dana pribadi miliarder dunia untuk dikelola di negara mereka.
Menurut Luhut, dengan skema ini, investor dapat menempatkan asetnya dengan perlakuan pajak yang lebih bersahabat.
"Orang asing bikin family office banyak sekali di Singapura, di Hongkong, di Abudhabi. Mereka juga pengen mengapa hanya di Singapura aja? proyeknya kurang, di Indonesia proyeknya banyak ya kenapa gak kita tarik kemari, logikanya di situ,” ujarnya.
Family Office untuk Genjot Pertumbuhan Ekonomi
Luhut menyampaikan, upaya mendorong pembentukan Family Office merupakan bagian dari strategi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8 persen.
Ia menekankan, porsi peran pemerintah melalui APBN hanya sekitar 10–15 persen terhadap total pembiayaan pembangunan, sehingga sisanya harus digerakkan oleh sektor swasta. Dengan terbukanya kanal investasi baru melalui Family Office, Luhut optimistis Indonesia dapat memperkuat daya saing, memperluas basis investor, dan menumbuhkan kepercayaan global terhadap perekonomian nasional.
"Kita melihat pertumbuhan Indonesia menuju 8 persen ini tentu peranan swasta masih sangat besar. Peranan Pemerintah APBN kan cuman 10-15 persen dari APBN yang diswast, sisanya harus private sector,” pungkasnya.
Menkeu Purbaya Pastikan Pembangunan Family Office Tak Sentuh APBN
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan bahwa ia tidak memiliki niat untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka mendukung pembangunan family office di Bali.
"Anggaran nggak akan saya alihkan ke sana," tegas Menkeu Purbaya di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, dikutip Selasa (14/10/2025).
Purbaya mengatakan telah mengetahui rencana pembangunan family office yang diinisiasi oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, sejauh ini, ia memilih untuk tidak melakukan intervensi apa pun dalam rencana DEN, termasuk memberikan masukan.
Ia menyatakan akan membiarkan DEN menjalankan wewenangnya terkait pengembangan family office tersebut.
"Saya belum terlalu mengerti konsepnya walaupun Pak Ketua DEN sering bicara. Tapi, saya belum pernah lihat konsepnya, jadi saya nggak bisa jawab," tambah Purbaya.
Terkait pengelolaan APBN, Purbaya menegaskan prioritasnya adalah berfokus pada penyaluran anggaran secara tepat, baik dari segi waktu maupun sasaran, serta berupaya keras untuk mencegah adanya kebocoran anggaran.
Meskipun demikian, Purbaya menyampaikan dukungannya terhadap rencana tersebut. "Kalau mau (buat family office), saya doakan," tuturnya.
KEK Pusat Keuangan Bali Tarik Investasi Asing
Sebelumnya, DEN memang merencanakan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pusat Keuangan dan Family Office di Bali. Proyek ini bertujuan strategis untuk menarik arus investasi asing masuk ke dalam negeri.
Kawasan ini diproyeksikan menjadi pintu masuk utama bagi dana investasi dari luar negeri yang akan diinvestasikan ke berbagai sektor riil di Indonesia.
Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa para investor yang masuk melalui KEK ini juga akan memiliki kesempatan untuk bertindak sebagai co-investor bersama dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia dan Indonesia Investment Authority (INA).
Luhut menyatakan strategi serupa terbukti berhasil diterapkan di pusat keuangan global seperti Abu Dhabi, Dubai, Hong Kong, dan Singapura.
DEN mempertimbangkan Bali sebagai lokasi yang sangat potensial untuk KEK Pusat Keuangan dan Family Office. Pertimbangannya adalah reputasi Bali yang dikenal sebagai work heaven bagi investor global dan potensi wilayah tersebut untuk menjadi salah satu kandidat Indonesia Financial Centre (IFC).