Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Menteri Perdagangan Amerika Serikat (AS) Howard Lutnick di Washington DC.
Ia menyampaikan hal itu lewat akun instagram [email protected], dikutip Sabtu (11/10/2025).
"Udara Washington DC yang sejuk hari ini, mengiringi pertemuan saya dengan sahabat lama, Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Secretary Howard Lutnick,” demikian seperti dikutip.
Ia mengatakan, pertemuan dengan Howard Lutnick seperti dua sahabat yang ingin melihat hubungan Indonesia dan AS tumbuh lebih kuat dan saling percaya.
"Kami juga membahas peluang kerja sama ekonomi dan investasi yang terus berkembang antara kedua negara dari energi dan manufaktur hingga sektor berteknologi tinggi yang membuka banyak lapangan kerja,” ia menambahkan.
Ia juga menyebutkan mengenai tarif dagang. Saat ini perkembangan negosiasi tarif itu perlu penyempurnaan. Namun, Luhut menuturkan, pembahasan mengenai hal itu konstruktif dan saling menguntungkan.
“Perkembangan negosiasi Reciprocal Tariff Agreement juga tengah dirumuskan tim kedua negara. Masih banyak yang perlu disempurnakan terkait hal tersebut, namun arah pembicaraan terkait tarif selalu berjalan ke arah yang konstruktif dan saling menguntungkan,” kata dia.
Luhut mengatakan, pertemuan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengingatkan mengenai kemitraan yang kokoh tidak lahir dari kesamaan kepentingan semata, tetapi dari kesediaan untuk mencari keseimbangan.
“Dengan begitu akan tercipta stabilitas jangka panjang dalam hubungan perdagangan dan ekonomi bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat,” ujar Luhut.
Negosiasi RI-AS Tertunda Imbas Shutdown Pemerintah Amerika
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa negosiasi digital antara Indonesia dan Amerika Serikat sementara terhenti akibat shutdown pemerintahan di Washington.
Kondisi tersebut membuat berbagai kegiatan pemerintahan di AS, termasuk perundingan ekonomi, harus dihentikan sementara hingga pemerintah mereka kembali beroperasi normal.
“Jadi, tim negosiasi berunding melalui Zoom, tetapi dengan adanya shutdown di Amerika, itu termasuk kita juga kena shutdown. Artinya, negosiasinya sementara terhenti,” kata Airlangga dalam konferensi pers Perundingan ASEAN DEFA putaran ke - 14 di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Airlangga menjelaskan bahwa negosiasi digital dengan AS merupakan bagian dari pembahasan kerja sama ekonomi yang lebih luas, termasuk proposal resiprokal dalam sektor perdagangan digital dan ekonomi berbasis data.
Meski mengalami penundaan, pemerintah Indonesia tetap memantau perkembangan situasi dan siap melanjutkan perundingan begitu kondisi di AS kembali normal.
Shutdown Pemerintah AS Lumpuhkan Rilis Data Ekonomi, Pakar Peringatkan Risiko Resesi
Sebelumnya, sebagian aktivitas pemerintahan Amerika Serikat (government shutdown) menghentikan rilis sejumlah data ekonomi penting, memutus aliran informasi pada saat sebagian pakar memperingatkan ekonomi AS mungkin sedang menuju resesi, demikian disampaikan beberapa ekonom kepada ABC News.
Salah satu lembaga federal menunda publikasi laporan ketenagakerjaan bulanan pada Jumat, membuat para pengamat kehilangan panduan mengenai perlambatan tajam dalam perekrutan tenaga kerja. Demikian mengutip dari ABC News, Rabu (8/11/2025).
Jika shutdown pemerintah AS berlanjut hingga pekan depan, data terbaru inflasi juga tak akan dipublikasikan, sehingga perkembangan harga di tengah meningkatnya biaya hidup akan tetap tersembunyi. Penutupan
Analis strategi riset di Deutsche Bank, Jim Reid, dalam catatan kepada klien pada Senin mengeluhkan adanya “kekosongan data” (data vacuum).
Laporan Ketenagakerjaan dan Inflasi Tertunda
Ketiadaan data ekonomi dari pemerintah meningkatkan ketidakpastian di masa yang penuh tekanan bagi perekonomian AS. Kondisi ini dapat menghambat langkah konsumen, pelaku bisnis, dan pembuat kebijakan, kata beberapa ekonom kepada ABC News. Dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat shutdown pun bisa tak terdeteksi sepenuhnya, tambah mereka.
“Hal ini menambah risiko dan ketidakpastian pada waktu yang sangat tidak tepat,” ujar analis ekonomi senior di Bankrate, Mark Hamrick, kepada ABC News. “Sekarang kita semua seperti sedang berjalan dalam kabut.”