Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance menyatakan bahwa terdapat “banyak pemborosan dan penipuan” dalam kredit pajak Affordable Care Act (ACA) yang menjadi sumber kebuntuan pendanaan di Kongres dan berujung pada penutupan pemerintahan (shutdown).
Dalam wawancara di program “Face the Nation” CBS News, Vance mengatakan, “Kredit pajak diberikan kepada beberapa orang yang memang berhak, namun kami menilai banyak juga pemborosan dan penipuan dalam industri asuransi.”
Ia menegaskan, “Kami ingin memastikan bahwa keringanan kredit pajak hanya diberikan kepada mereka yang membutuhkan.”
Partai Demokrat di Kongres menuntut agar setiap legislasi pendanaan pemerintah mencakup perpanjangan subsidi “Obamacare” yang ditingkatkan, yang akan berakhir akhir tahun ini. Sementara itu, Partai Republik ingin mengesahkan aturan sementara yang melanjutkan pendanaan federal pada tingkat saat ini hingga 21 November.
Dikutip dari CNBC, Senin (13/10/2025), kedua rancangan tersebut kembali gagal disahkan di Senat untuk ketujuh kalinya pada Kamis, memperpanjang shutdown federal yang dimulai pada 1 Oktober.
Dengan kedua pihak yang tetap kukuh pada tuntutan masing-masing, baik Partai Republik maupun Demokrat saling menyalahkan atas terjadinya penutupan pemerintahan.
Sekitar 22 juta dari 24 juta peserta asuransi kesehatan Obamacare yang terdaftar di marketplace pemerintah menerima kredit pajak ACA yang ditingkatkan untuk menurunkan biaya asuransi.
Subsidi yang ditingkatkan ini diperkenalkan saat pandemi Covid-19 pada 2021. Kebijakan tersebut meningkatkan bantuan finansial bagi pendaftar sekaligus memperluas cakupan bagi kelompok berpenghasilan menengah yang memenuhi syarat.
Kelompok riset kebijakan kesehatan (KFF), baru-baru ini memperkirakan bahwa premi rata-rata untuk program ACA akan lebih dari dua kali lipat pada 2026 jika kredit pajak yang ditingkatkan tidak diperpanjang.
Tuduhan yang Dilayangkan Vance
Pada Minggu, Vance menuduh Partai Demokrat melakukan “penyanderaan”. Ia mengatakan kepada CBS News bahwa ada “banyak kemauan” dari Demokrat moderat dan Gedung Putih untuk bernegosiasi dan berkompromi.
“Tetapi jika Demokrat sayap kiri ekstrem, yang dipimpin oleh Chuck Schumer, akan menutup pemerintahan dan menolak untuk membuka pemerintahan kecuali mereka mendapatkan semua yang mereka inginkan, itu bukan negosiasi. Itu penyanderaan, dan kami tidak akan menghargai perilaku seperti itu dari Washington, DC.,” kata Vance.
Sebelumnya pada hari yang sama, Pemimpin Minoritas DPR, Hakeem Jeffries, Partai Demokrat mengatakan bahwa pihaknya “berulang kali menegaskan kesediaan untuk duduk bersama siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.”
“Ini bukan tentang partai. Ini tentang rakyat Amerika,” ujar Jeffries kepada “Fox News Sunday.”
Jeffries memperingatkan bahwa jika Partai Republik tetap menolak memperpanjang kredit pajak ACA, puluhan juta orang akan menghadapi lonjakan premi, biaya bersama (copay), dan biaya sendiri (deductible) yang berpotensi membuat biaya asuransi kesehatan naik dua, tiga, hingga empat kali lipat.
Ia juga menyebut proposal Partai Republik sebagai “RUU belanja partisan Partai Republik” dan menegaskan bahwa level pendanaan saat ini yang akan dipertahankan dalam usulan mereka adalah “tidak dapat diterima.”
Dampak shutdown semakin meluas beberapa hari terakhir setelah pemerintahan Trump memulai PHK massal terhadap pegawai federal pada Jumat (10/10/2025).
Konflik Makin Memanas
Presiden AS, Donald Trump — yang berulang kali mengancam menggunakan shutdown untuk memangkas program-program yang populer di kalangan Demokrat — mengatakan pada Jumat bahwa PHK tersebut akan “berorientasi pada Demokrat.”
Surat pemberitahuan pemutusan kerja permanen yang secara resmi disebut “Reductions in Force”, yang diterima para pegawai di Departemen Keuangan, Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, Perdagangan, Pendidikan, Energi, EPA, Keamanan Dalam Negeri, Perumahan dan Pembangunan Perkotaan, serta Dalam Negeri.
Pada Sabtu (11/10/2025), pemerintahan Trump membatalkan PHK untuk pegawai di Centers for Disease Control and Prevention (CDC), setelah ratusan ilmuwan menerima “pemberitahuan yang salah” bahwa mereka termasuk dalam daftar PHK massal, menurut seorang pejabat yang mengetahui situasinya mengatakan kepada NBC News.
PHK tersebut terjadi akibat “kesalahan sistem,” kata pejabat itu. Pegawai CDC yang terdampak termasuk mereka yang menangani wabah campak dan Ebola di Republik Demokratik Kongo, dan mereka disebut sebagai para epidemiolog dari Epidemic Intelligence Service, menurut sumber lain kepada NBC News.
Ketika ditanya soal pembatalan PHK di CDC, Vance mengatakan kepada CBS News pada Minggu (12/10/2025) bahwa “shutdown pemerintah secara tak terhindarkan menimbulkan kekacauan,” dan kembali menyalahkan Pemimpin Minoritas Senat, Chuck Schumer, DN.Y., dan Partai Demokrat.
“Jika Chuck Schumer dan kaum Demokrat sayap kiri di Senat akan menutup pemerintahan, hal itu akan menyebabkan kekacauan,” kata Vance.