Liputan6.com, Jakarta - Genap satu tahun berjalan, kinerja Kabinet Merah Putih menjadi sorotan, terutama di tengah tantangan global yang kompleks, mulai dari ketegangan geopolitik hingga fluktuasi pasar keuangan.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto menegaskan, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat, bahkan menjadi "bright spot" di tengah perlambatan ekonomi dunia.
Klaim tersebut didukung oleh sejumlah data makroekonomi positif. Capaian Ekonomi Satu Tahun ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2025 yang mencapai 5,12% (yoy), menjadikannya salah satu yang tertinggi di antara negara-negara G20.
Stabilisasi ini juga diikuti oleh inflasi yang sangat terjaga di level 2,65% pada September 2025, salah satu yang terendah di G20.
"Bahkan minggu lalu IMF dalam outlook-nya menyebutkan bahwa Indonesia adalah bright spot di tengah ekonomi dunia yang mengalami pelambatan. Kita harus syukuri," tutur Haryo Limanseto saat berbicara dalam Forum Diskusi Publik Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Sektor pasar modal juga mencatat rekor, dengan IHSG mencapai all time high pada level 8.200. Sementara itu, neraca perdagangan mencatatkan surplus selama 64 bulan berturut-turut, dengan surplus Agustus 2025 mencapai $5,49 miliar. Haryo menekankan bahwa Pemerintah tidak akan berpuas diri, reformasi dan deregulasi akan terus didorong untuk meningkatkan efisiensi.
Investasi Naik Tajam dan Jurus Penciptaan Lapangan Kerja
Kinerja kuat ekonomi juga tercermin dari sektor investasi. Realisasi Investasi Naik secara signifikan, mencapai Rp1.434,3 triliun pada triwulan III-2025, tumbuh 13,7% (year-on-year). Angka investasi ini berhasil menyerap tenaga kerja hingga 1,9 juta orang.
Selain fokus pada capaian domestik, Pemerintah juga memperkuat posisi ekonomi di kancah global melalui sejumlah langkah strategis. Ini termasuk bergabung dengan BRICS dan menurunkan tarif resiprokal dengan AS dari 32% menjadi 19%. Kesepakatan I-EU CEPA dan Indonesia-Canada CEPA juga diharapkan dapat membuka akses pasar global yang lebih luas bagi produk Indonesia.
Di sisi domestik, Pemerintah meluncurkan Program Paket Ekonomi 8+4+5, sebuah inisiatif ambisius yang diproyeksikan mampu menciptakan sekitar 4 juta lapangan kerja baru. Sebagai bentuk nyata dukungan terhadap angkatan kerja, Pemerintah juga menggulirkan Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi untuk 100.000 lulusan, dengan pemberian upah sesuai standar minimum kabupaten/kota. Selain itu, stimulus tambahan berupa BLT Sementara-Kesra diluncurkan untuk mendukung daya beli masyarakat.
Strategi Jangka Menengah dan Pentingnya Kolaborasi Sektor Swasta
Forum diskusi tersebut menghadirkan berbagai pakar untuk membahas prospek ekonomi ke depan, termasuk strategi mencapai target pertumbuhan jangka menengah 8%. Deputi Ferry Irawan memaparkan strategi kebijakan Pemerintah untuk mencapai target tersebut di tengah tantangan global.
Sementara itu, Tim Asistensi Menko Perekonomian, Raden Pardede, menekan mengenai pentingnya transformasi menyeluruh, termasuk pemanfaatan teknologi terkini seperti Kecerdasan Buatan (AI). Hal ini dinilai krusial untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, serta nilai tambah guna memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia di masa depan.
Tantangan Struktural
Chief Economist Sunarsip merekomendasikan perlunya kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung pertumbuhan, terutama dengan mendorong Investasi Naik dari sektor swasta.
Ketua Umum Bidang Perdagangan APINDO, Anne Patricia Sutanto, menyoroti tantangan struktural sektor riil, seperti pergeseran investasi dari padat karya ke padat modal, serta pentingnya transparansi antara Pemerintah dan swasta. Menutup diskusi, Staf Ahli Haryo menekankan pentingnya komunikasi efektif dan kolaborasi.
“Kita harus selalu menjaga optimisme dan kita juga wajib untuk membuka komunikasi yang jelas dan terbuka dengan publik. Mari kita manfaatkan kesempatan ini dengan semangat kolaborasi mewujudkan ekonomi Indonesia yang insklusif, tangguh dan berdaya saing,” pungkas Haryo.