Liputan6.com, Jakarta Sektor logistik Indonesia tengah berada pada momentum penting untuk melakukan transformasi besar-besaran. Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan menegaskan efisiensi dan digitalisasi menjadi kunci agar biaya logistik nasional lebih kompetitif di tingkat global.
"Logistik adalah urat nadi perdagangan. Jika sistemnya tidak efisien, maka biaya tinggi akan menjadi beban bagi semua sektor. Visi kita adalah menghadirkan logistik yang terintegrasi, transparan, dan berdaya saing global," ujar Akbar Djohan di Jakarta, Sabtu (20/9/2205).
Akbar mengatakan transformasi logistik bukan hanya soal membangun infrastruktur, tetapi juga bagaimana sistem dan kebijakan mampu berjalan seiring, dengan dukungan digitalisasi, sustainability, dan peningkatan kapasitas SDM.
Saat ini, ucap Akbar, biaya logistik Indonesia masih berada di angka 14,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Akbar menilai angka tersebut masih terlalu tinggi dan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
“Kalau kita ingin bersaing di tingkat global, maka biaya logistik harus bisa ditekan. Digitalisasi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan mendesak,” lanjut Akbar.
Akbar menyampaikan salah satu langkah nyata yang tengah didorong ALFI adalah implementasi sistem logistik terintegrasi berbasis teknologi. Menurut Akbar, pemanfaatan big data, smart warehouse, hingga sistem pelabuhan modern akan mempersingkat rantai pasok sekaligus menekan biaya.
"Digitalisasi akan membawa efisiensi, transparansi, dan kecepatan layanan. Selain itu, kita juga harus menyiapkan SDM yang mampu beradaptasi dengan teknologi baru," ungkap Akbar.
Keberlanjutan di Sektor Logistik
Selain digitalisasi, lanjut Akbar, konsep sustainability atau keberlanjutan juga menjadi sorotan. Akbar menyebut, sektor logistik perlu diarahkan pada praktik ramah lingkungan, termasuk pengurangan emisi karbon dan pemanfaatan energi hijau.
"Transformasi logistik harus sejalan dengan agenda keberlanjutan global. Kita tidak hanya bicara efisiensi, tetapi juga tanggung jawab pada lingkungan," sambung Akbar.
Untuk mempercepat langkah tersebut, Akbar sampaikan, ALFI akan menggelar ALFI Convex 2025 pada 12–14 November 2025 di ICE BSD, Tangerang, Banten. Pameran dan konferensi logistik terbesar di Indonesia ini akan mengusung tema “Indonesia in Motion: Transformasi Logistik Menuju Indonesia Emas 2045”.
"ALFI Convex 2025 akan menjadi ajang strategis mempertemukan pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan investor dalam mempercepat transformasi logistik nasional," ucap Akbar.
Dengan langkah ini, ALFI berharap Indonesia dapat segera memiliki sistem logistik yang lebih efisien, terintegrasi, dan berdaya saing global.
"Kami optimistis, jika semua pihak bersinergi, Indonesia bisa menjadi kekuatan logistik regional bahkan global," kata Akbar.
Syarat Capai Pertumbuhan Ekonomi 8%, Industri Harus Tumbuh Segini
Sebelumnya, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% seperti diharapkan pemerintah, pertumbuhan industri perlu ditingkatkan hingga 9%–10%.
Saat ini, pertumbuhan industri hanya berada di kisaran 4%–5%, padahal Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekonomi hingga sebesar 7,3%. Salah satu langkah strategis yang diperlukan adalah memperbaiki regulasi melalui percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kawasan Industri.
Hal tersebut terungkap dalam kunjungan kerja Komisi VII DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) Daya Saing Industri ke Cikarang Dry Port yang berlokasi di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Panja Daya Saing Industri menyoroti bahwa membangun kawasan industri baru pada saat ini tidaklah mudah, berbeda dengan era 1990-an di mana pertumbuhan industri mampu mencapai 9,5%.
Direktur Utama PT. Jababeka Infrastruktur Didik Purbadi, menekankan pentingnya RUU Kawasan Industri sebagai landasan hukum yang mampu menciptakan kepastian dan konsistensi regulasi dalam pengembangan kawasan industri di Indonesia.
"Dengan adanya RUU ini, diharapkan proses perizinan dapat dipangkas dan lebih efisien, tata kelola kawasan semakin profesional, serta kolaborasi antara pemerintah dan swasta dapat terjalin lebih kuat," kata dia, Selasa (16/9/2025).
RUU Kawasan Industri juga menjadi instrumen strategis untuk menarik investasi, memperkuat infrastruktur pendukung, serta memberikan insentif yang tepat bagi pelaku industri. Pada akhirnya, regulasi ini diyakini tidak hanya akan meningkatkan daya saing industri nasional di pasar global. Tetapi juga membuka lapangan kerja yang lebih luas dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Kawasan Industri Swasta Pertama
Jababeka sendiri bukan hanya kawasan industri swasta pertama yang dibangun dengan pembiayaan investasi badan usaha, tetapi juga kawasan yang memiliki infrastruktur terlengkap dan terintegrasi.
Mulai dari pembangkit listrik (power plant), pelabuhan darat (Cikarang Dry Port), hingga fasilitas pendidikan, kesehatan, olahraga, hotel, leisure, lapangan golf, perumahan pekerja, perumahan ekspatriat, condotel, pusat perbelanjaan, dan fasilitas komersial lainnya.
Dengan kelengkapan tersebut, Kawasan Jababeka berkembang dari sekadar kawasan industri menjadi kawasan perkotaan terpadu, tempat orang bekerja, tinggal, dan beraktivitas dalam satu ekosistem yang menyeluruh.
“Cikarang Dry Port juga menjadi satu-satunya pelabuhan darat yang sistemnya terintegrasi dengan Bea Cukai serta simpul-simpul keluar masuk barang. Mulai dari pelabuhan, bandara, transportasi darat hingga layanan shipping, yang seluruhnya terhubung dalam satu platform yang dikembangkan oleh Cikarang Dry Port,” tambahnya.
Didik Purbadi menyampaikan Cikarang Dry Port merupakan salah satu fasilitas strategis yang lokasinya berada di dalam Kawasan Industri Jababeka untuk mendukung kawasan industri, terutama di koridor Bekasi dan Karawang.
"Kehadiran dry port terbukti memberikan kemudahan arus logistik dengan memangkas biaya distribusi, mempercepat proses, dan meningkatkan efisiensi,” kata Didik Purbadi,