Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia menempuh langkah proaktif dalam menghadapi kebijakan tarif impor baru dari Amerika Serikat (AS) dengan menawarkan kerja sama investasi dan peningkatan volume impor barang.
Strategi ini menjadi salah satu upaya negosiasi yang terus didorong oleh pemerintah, meskipun AS telah menetapkan tarif baru yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto mengatakan, upaya ini tetap dijalankan karena menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Pemerintah menilai kerja sama ekonomi, baik dalam bentuk investasi maupun impor, bisa menjadi pintu masuk untuk meredam dampak kebijakan proteksionis tersebut.
"Jika transaksi itu memang menguntungkan, baik itu penawaran-penawaran goverment-to-goverment maupun business-to-business, ya pantasnya kami tetap menjalankan” ujar Haryo dalam konferensi pers, ditulis Kamis (10/7/2025).
Dia menuturkan, tawaran ini menjadi sinyal Indonesia tidak ingin terpaku pada tekanan tarif semata, melainkan aktif menciptakan peluang kerja sama strategis. Baik pemerintah maupun pelaku usaha dinilai memiliki peran penting dalam memastikan kelanjutan hubungan dagang dengan AS tetap saling menguntungkan.
Negosiasi Dijalankan Lewat Jalur G2G dan B2B
Menurut Haryo, pendekatan yang dilakukan Indonesia dalam perundingan dengan AS terbagi ke dalam dua jalur utama. Pertama adalah jalur antar-pemerintah atau government-to-government (G2G), dan kedua adalah jalur antar pelaku usaha atau business-to-business (B2B).
Dalam konteks B2B, pemerintah hanya bisa bertindak sebagai fasilitator dan pendorong agar pelaku usaha bisa segera menyepakati transaksi.
Dia menambahkan, seandainya kesepakatan dagang ini bisa dituntaskan lebih awal, sebelum pengumuman tarif dari AS, maka bisa menjadi pertimbangan positif. Artinya, Amerika bisa melihat bahwa Indonesia berkomitmen mengurangi defisit secara konkret.
"Jadi, pada saat itu ada kesepakatan secara informal selambat-lambatnya tanggal 7 Juni Nah jadi ada, kita pemerintah mendorong itu MoU pihak swasta ya dengan pihak swastanya di Amerika juga itu memaksanakan MoU itu mendorong di 7 Juni sebelum pengumuman tarif yang dijatuhkan pada tanggal 9 Juli," ujar dia.
Pemerintah Indonesia Tunggu Keputusan Akhir AS
Haryo mengatakan, Pemerintah Indonesia mengaku telah menyampaikan penawaran terbaik dalam proses negosiasi penurunan tarif, termasuk berbagai dokumen dan data pendukung.
Ia menyebutkan pihak AS bahkan mengakui kelengkapan berkas tersebut dan menyebut penawaran Indonesia sebagai "second best offer". Namun demikian, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah AS.
"Kita berharap bisa diputuskan yang rendah di ASEAN. Jadi kemudian ini belum berakhir, saya melihat keputusan ini masih menunggu respon dari setiap negara apa yang akan ditawarkan kembali. Jadi, kata 32 persen itu belum final, kita masih akan terus respon dan berunding kembali dan menawarkan nilai-nilai lebih untuk jadi pertimbangan Amerika Serikat," pungkasnya.