Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina Patra Niaga memastikan bahwa proses impor bahan bakar minyak (BBM) untuk badan usaha pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta masih menunggu hasil akhir negosiasi.
“(Untuk badan usaha) masih menunggu final (negosiasi), kalau kargo pesanan Pertamina sudah sesuai jadwal,” ujar Pj Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Roberth MV Dumatubun, dikutip dari Antara, Senin (13/10/2025).
Roberth menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan pembahasan dengan dua perusahaan besar, yakni PT Vivo Energy Indonesia (Vivo) dan PT Aneka Petroindo Raya (APR)-AKR Corporindo Tbk, pengelola SPBU BP. Sebelumnya, ketiga pihak telah menyepakati kerja sama impor BBM dan kini tengah membahas detail teknisnya.
“Beberapa badan usaha swasta sudah dalam tahap nego dengan syarat dan ketentuan yang disampaikan. Kami coba bantu dari sisi penyediaannya,” kata Roberth.
Tahap berikutnya mencakup kesepakatan dokumen pernyataan untuk memastikan penerapan prinsip good corporate governance (GCG) dan kepatuhan terhadap regulasi, termasuk pernyataan antimonopoli, pencegahan pencucian uang, serta antisuap.
Setelah dokumen dan pemenang pengadaan disepakati, pembahasan akan berlanjut ke aspek komersial dan inspeksi bersama. “Tahap akhir adalah pengiriman kargo yang sudah disepakati sekitar pekan ketiga Oktober,” jelas Roberth.
Ia menambahkan, pengiriman dilakukan secara terintegrasi dengan tiga badan usaha swasta yang terlibat, bukan secara terpisah.
Sementara itu, Exxon dan Shell belum melanjutkan pembahasan. Shell masih berkoordinasi dengan kantor pusat, sedangkan Exxon menyesuaikan kebutuhan untuk November karena masih memiliki stok BBM yang mencukupi.
Shell hingga Vivo Diminta Beli BBM dari Pertamina, ESDM: Stok Masih Banyak
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) bersikukuh mengusulkan agar badan usaha swasta tetap membeli BBM murni atau base fuel dari Pertamina.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan kebijakan tersebut berlaku untuk 2025 guna memitigasi kekosongan stok BBM di SPBU Swasta.
"Pertama sesuai dengan arahan Menteri ESDM dan RDP di DPR, kita untuk tahun 2025 tetap melanjutkan kolaborasi antara swasta dan Pertamina. Untuk tahun 2026, kami akan menghitung kembali pengaturannya seperti apa," kata Laode saat ditemui di kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Adapun perubahan pola konsumsi masyarakat turut mempengaruhi dinamika sektor hilir migas. Dalam beberapa bulan terakhir, terjadi pergeseran konsumsi dari BBM subsidi ke non-subsidi, yang berdampak pada meningkatnya volume penjualan di SPBU swasta.
Kondisi ini, menurut dia, menyebabkan adanya penyesuaian kebutuhan impor BBM non-subsidi agar distribusi energi tetap lancar dan tidak menekan pelaku usaha, serta neraca komoditas tetap terjaga.
"Kita sebagai institusi pemerintah juga harus memperhatikan satu neraca komoditas. Neraca komoditas itu jangan sebentar-sebentar impor, sudah dikasih 110%, impor lagi. Mau nambah lagi, kita bilang ini tetangga masih punya banyak kuotanya. Jangan sebentar-sebentar impor," ujar Laode.
3 SPBU Swasta Sepakat Beli BBM dari Pertamina
Adapun Laode menyebut terdapat 3 SPBU swasta yakni BP, AKR dan VIVO yang telah sepakat untuk membeli BBM dari Pertamina. Sedangkan, Shell belum memberikan pernyataan resmi akan membeli BBM dari Pertamina.
"Pertamina juga sudah ada tiga badan usahanya. BP, AKR sama VIVO sedang melakukan kelanjutan dari itu. (Shell belum), mereka membutuhkan konsideran yang berbeda sama yang lain, tapi tetap Pertamina masih mempertimbangkan," ujarnya.
Bakal Longgarkan Aturan Impor BBM Bagi SwastaLaode mengungkapkan, Pemerintah akan melonggarkan aturan mengenai tambahan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) bagi operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta pada 2026.
Kebijakan ini diambil untuk mengantisipasi potensi kelangkaan pasokan bensin di jaringan SPBU non-Pertamina, yang mulai terasa di beberapa wilayah. Laode menjelaskan, pihaknya telah menerima pengajuan kebutuhan impor dari sejumlah operator SPBU swasta.
Permohonan tersebut akan menjadi dasar evaluasi kementerian dalam menentukan besaran impor yang layak disetujui untuk tahun mendatang.
"Oh tidak, tidak (tak dibatasi 10%). Saya belum mau bocorkan, tetapi kita akan bikin mekanisme yang lebih baik," pungkasnya.