Harga Patokan Ekspor Tembaga Naik Jadi USD 5.462 per Ton, Apa Pemicunya?

15 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Harga Patokan Ekspor (HPE) komoditas konsentrat tembaga (Cu ≥ 15 persen) atau harga ekspor tembaga untuk periode pertama Desember 2025 resmi ditetapkan sebesar USD 5.462,63 per Wet Metrik Ton (WMT). Angka tersebut naik tipis 0,55 persen dibandingkan HPE paruh kedua November 2025 yang berada di level USD 5.432,58 per WMT.

Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 2243 Tahun 2025 tentang HPE atas Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar, yang berlaku untuk periode 1–14 Desember 2025.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Tommy Andana, kenaikan HPE tembaga didorong oleh menguatnya permintaan global.

“Kenaikan HPE konsentrat tembaga disebabkan oleh meningkatnya permintaan global terhadap tembaga, terutama dari industri energi terbarukan seperti panel surya, serta perkembangan kendaraan listrik dan elektronik,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Senin (1/12/2025).

Ia juga menyebut fluktuasi nilai tukar dan terbatasnya pasokan akibat gangguan produksi di beberapa tambang besar dunia turut memengaruhi harga.

Tommy menambahkan, pergerakan harga logam di awal Desember 2025 ikut berkontribusi pada kenaikan HPE. Harga tembaga tercatat turun tipis 0,07 persen karena sebagian pasokan memiliki kadar lebih rendah. Sebaliknya, harga emas dan perak naik masing-masing 0,92 persen dan 4,72 persen seiring meningkatnya minat investor terhadap aset lindung nilai.

Penetapan HPE, kata Tommy, dilakukan secara kredibel dan berbasis data, mengacu pada London Metal Exchange (LME) untuk tembaga serta London Bullion Market Association (LBMA) untuk emas dan perak. Proses ini juga melibatkan koordinasi lintas kementerian, termasuk Kemenko Perekonomian, Kemendag, ESDM, Kemenkeu, dan Kemenperin, demi memastikan keputusan mencerminkan kondisi pasar global secara objektif.

Tembus Rp 150 Triliun, Investasi Hilirisasi Naik 30%

Upaya hilirisasi yang tengah dijalankan pemerintah dinilai sudah menunjukkan kemajuan, terutama pada sektor tembaga dan nikel. Namun, proses tersebut perlu dijalankan dengan hati-hati dan berorientasi pada kualitas agar tidak sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi jangka pendek.

Hingga kuartal III/2025, kebijakan hilirisasi kembali menjadi penyokong utama pencapaian target investasi nasional.

Data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat total realisasi investasi di sektor hilirisasi mencapai Rp150,6 triliun atau 30,6% dari total investasi.

Angka tersebut mengalami lonjakan sebesar 64,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini menegaskan bahwa strategi hilirisasi sebagai fondasi penting dalam membangun nilai tambah di dalam negeri.

Di samping itu, sektor mineral menjadi penyumbang investasi terbesar dengan capaian Rp 97,8 triliun, diikuti sektor perkebunan dan kehutanan Rp35,9 triliun, minyak dan gas bumi Rp15,4 triliun, serta perikanan dan kelautan Rp1,5 triliun.

”Dalam pencapaian target itu yang paling penting tidak hanya dari segi angka tapi juga dari segi investasi yang berkualitas,” ujar Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM Rosan Roeslani, dikutip Rabu (22/10/2025).

Rosan menambahkan bahwa pemerintah akan terus memastikan setiap investasi yang masuk memberikan dampak positif, terutama dalam penciptaan lapangan kerja, serta merupakan investasi berkelanjutan yang berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.

Langkah ini sejalan dengan mandat yang diemban oleh Holding Industri Pertambangan, MIND ID, yang berperan vital dalam menjaga kualitas dan keberlanjutan proses hilirisasi nasional.

MIND ID yang memiliki peran sentral untuk memastikan integrasi rantai pasok hilirisasi seluruh mineral strategis Indonesia dari hulu ke hilir, melalui anggota holding, tidak hanya berfokus pada produksi bahan baku mentah, tetapi juga berinvestasi pada pembangunan infrastruktur pengolahan lanjutan.

Sebut saja seperti smelter tembaga dan fasilitas Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, guna mengintegrasikan pengolahan mineral dari hulu ke hilir di dalam negeri dan menjadi fondasi untuk industrialisasi guna meningkatkan nilai tambah dalam negeri.

Industrialisasi

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Ferdy Hasiman menilai bahwa hilirisasi seharusnya menjadi langkah strategis menuju industrialisasi sejati, bukan sekadar kebijakan simbolik untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8%. Menurutnya, pembangunan industri hilir perlu ditakar berdasarkan kualitas dan daya serap industri nasional, bukan hanya kuantitas investasi.

“Hilirisasi jalan tapi jangan dilakukan secara ugal-ugalan hanya demi target pertumbuhan ekonomi 8%. Hilirisasi seharusnya ditakar berdasarkan kualitas bukan kuantitas,” ucapnya.

Sebagai evaluasinya terhadap satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Ferdy menilai proyek hilirisasi tembaga telah mengalami perkembangan positif. PT Freeport Indonesia, misalnya, telah memasuki tahap komersial. Namun, kontribusi ekonomi dari hilirisasi tembaga masih relatif kecil, dengan nilai tambah sekitar 7–8%.

Ferdy juga menyoroti ketimpangan porsi investasi antarsektor, terutama dominasi proyek hilirisasi nikel yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Kondisi tersebut menimbulkan risiko ketergantungan yang tinggi terhadap satu komoditas.

Apabila investasi di sektor nikel melambat, potensi tekanan terhadap ekonomi nasional dinilai menjadi besar. Dia menyatakan cadangan nikel nasional harus dikelola secara hati-hati agar tetap berkelanjutan.

Dengan pengelolaan tanpa konservatif, cadangan nikel Indonesia berpotensi habis dalam waktu satu dekade ke depan. Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi dinilai perlu mempertimbangkan daya dukung sumber daya alam serta kesiapan rantai pasok domestik.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |