Harga Minyak Tergelincir Imbas Kekhawatiran Tarif Dagang Donald Trump

9 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak merosot pada perdagangan Kamis, 13 Maret 2025. Koreksi harga minyak terjadi seiring pelaku pasar mempertimbangkan kekhawatiran makro ekonomi, termasuk risiko perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan negara lain dapat merugikan permintaan global.

Mengutip CNBC, Jumat (14/3/2025), harga minyak Brent berjangka turun USD 1,06 atau 1,5 persen  menjadi USD 69,89 per barel. Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) terpangkas turun USD 1,13 atau 1,7 persen menjadi USD 66,55 per barel.

Badan Energi Internasional atau the International Energy Agency melaporkan pasokan minyak global dapat melebihi permintaan sekitar 600.000 barel per hari pada 2025. Adapun pertumbuhan pasokan yang dipimpin Amerika Serikat dan permintaan global sekarang diperkirakan hanya naik 1,03 juta barel per hari turun 70.000 barel per hari dari perkiraan bulan lalu. “Pertumbuhan permintaan sebagian besar akan didorong oleh Asia, khususnya China,” ujar IEA.

Laporan tersebut mengutip kondisi ekonomi makro yang memburuk, termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan.

Pada Rabu, Presiden AS Donald Trump mengancam akan meningkatkan perang dagang global dengan tarif lebih lanjut atas barang-barang Uni Eropa. Hal karena mitra dagang utama AS mengatakan mereka akan membalas hambatan perdagangan yang telah ditetapkan oleh Donald Trump.

Ketegangan perdagangan telah mengguncang kepercayaan investor, konsumen, dan bisnis. Seiring dengan pemotongan belanja pemerintah yang tajam, pasar tenaga kerja telah bergolak dengan beberapa pihak yang mengkhawatirkan resesi AS.

"Saya pikir (tarif) tentu saja berdampak pada persepsi pasar terhadap pertumbuhan permintaan (minyak) pada tahun 2025, dan harapannya adalah bahwa tarif dan tarif pembalasan pada akhirnya akan berdampak pada konsumen,” kata Presiden Lipow Oil Associates yang berbasis di Houston, Andrew Lipow.

Selain itu pada Kamis, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow setuju dengan usulan AS untuk menghentikan pertempuran tetapi gencatan senjata apa pun harus mengarah pada perdamaian yang langgeng dan menangani akar penyebab konflik.

Promosi 1

Produksi Minyak

Pasar tengah mempertimbangkan potensi gencatan senjata jangka pendek antara Rusia dan Ukraina, meskipun analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan pada Kamis "tetap skeptis" kalau hasil seperti itu akan mengarah pada ketersediaan lebih banyak minyak Rusia.

Dengan komitmen yang dinyatakan presiden AS untuk minyak yang lebih murah, analis Citi mengatakan prospek mereka untuk Brent pada paruh kedua 2025 adalah USD 60 per barel.

Pada Rabu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak mengatakan Kazakhstan memimpin lonjakan besar dalam produksi minyak mentah Februari oleh OPEC+. Kelompok produsen tersebut berupaya untuk menegakkan kepatuhan terhadap target produksi yang disepakati, bahkan saat bermaksud untuk mengakhiri pemotongan produksi.

Kekhawatiran tentang permintaan bahan bakar jet yang menurun semakin membebani pasar, dengan analis JP Morgan mengatakan data Administrasi Keamanan Transportasi AS menunjukkan "volume penumpang untuk bulan Maret telah menurun sebesar 5% dari tahun ke tahun, menyusul lalu lintas yang stagnan pada Februari".

Namun, analis JP Morgan menambahkan, hingga 11 Maret, permintaan minyak global mencapai rata-rata 102,2 juta barel per hari, meningkat 1,7 juta barel per hari dari tahun ke tahun dan melampaui proyeksi peningkatan untuk bulan tersebut sebesar 60.000 barel per hari.

Harga Minyak Naik Tipis, Didukung Dolar AS Melemah

Sebelumnya, harga minyak naik tipis pada Rabu pagi, didukung oleh melemahnya dolar, namun kekhawatiran yang meningkat terhadap perlambatan ekonomi AS dan dampak tarif terhadap pertumbuhan ekonomi global membatasi kenaikan tersebut.

Dikutip dari CNBC, Kamis (13/3/2025), Futures Brent naik 27 sen, atau 0,39%, menjadi USD 69,83 per barel pada pukul 01:10 GMT, sementara futures minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 29 sen, atau 0,44%, menjadi USD 66,54 per barel.

Meskipun prospek ekonomi melemah, harga minyak tetap bertahan di posisi positif, kata Daniel Hynes, ahli strategi komoditas senior di ANZ. “Ini menandakan bahwa permintaan jangka pendek terhadap minyak mentah masih kuat.”

Dolar AS Loyo

Indeks dolar, yang turun 0,5% ke level terendah tahun 2025 pada Selasa, mendorong harga minyak dengan membuat minyak mentah lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

Namun, harga saham AS, yang juga memengaruhi pasar minyak, kembali jatuh pada Selasa, menambah aksi jual terbesar dalam beberapa bulan terakhir. Investor terguncang oleh peningkatan tarif impor dan menurunnya sentimen konsumen.

Kebijakan proteksionis Trump telah mengguncang pasar global. Ia telah memberlakukan, kemudian menunda, tarif terhadap pemasok minyak utama seperti Kanada dan Meksiko, serta meningkatkan tarif terhadap China, yang memicu tindakan balasan.

Pada akhir pekan, Trump mengatakan bahwa "periode transisi" kemungkinan akan terjadi dan tidak menutup kemungkinan terjadinya resesi di AS.

Data Inflasi AS

Dari sisi pasokan, produksi minyak mentah AS diperkirakan akan mencetak rekor lebih tinggi tahun ini dibandingkan perkiraan sebelumnya, dengan rata-rata 13,61 juta barel per hari, menurut Badan Informasi Energi AS pada Selasa.

Investor kini menunggu data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu untuk mencari petunjuk mengenai arah kebijakan suku bunga.

Mereka juga memantau rencana OPEC+, yang telah mengumumkan niatnya untuk meningkatkan produksi pada April.

Di AS, stok minyak mentah naik 4,2 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 7 Maret, menurut sumber pasar yang mengutip data American Petroleum Institute pada Selasa.

Investor kini menantikan data resmi dari pemerintah AS mengenai stok minyak, yang akan dirilis pada Rabu, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut dalam perdagangan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |