Harga Emas Antam Hari Ini 12 Mei 2025 Anjlok Parah saat Libur Waisak, 1 Gram Cuma Segini

7 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta PT Aneka Tambang Tbk (Antam) atau harga emas Antam anjlok parah pada perdagangan Senin, 12 Mei 2024 atau bertepatan dengan Libur Hari Raya Waisak 2025. Sedangkan harga emas Antam tercatat tak bergerak kemarin.

Mengutip laman logammulia.com, harga emas Antam hari ini Senin (12/5/2025) turun Rp 23.000 dan dipatok Rp 1.905.000 per gram. Sebelumnya harga emas Antam dibanderol pada level Rp 1.928.000 per gram pada hari Minggu kemarin.

Sedangkan untuk harga emas Antam buyback hari ini juga turun drastis. Harga emas Antam buyback dipatok Rp 1.724.000 per gram, turun Rp 23.000 dibandingkan kemarin. Harga buyback ini adalah jika Anda ingin menjual emas yang dimiliki, Antam akan membelinya di harga Rp 1.724.000 per gram.

Untuk diketahui, harga emas Antam tertinggi disentuh pada Selasa, 22 April 2025 di angka Rp 2.016.000 per gram. Sedangkan untuk harga emas Antam buyback di angka Rp 1.1865.000 per gram.

Antam menjual emas dengan ukuran mulai 0,5 gram hingga 1.000 gram. Anda dapat memperoleh potongan pajak lebih rendah (0,45 persen) jika menyertakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Perlu diingat harga emas dapat bervariasi tergantung pada penjual dan lokasi, dan PPh 22 juga berlaku untuk penjualan kembali emas batangan dengan nominal lebih dari Rp 10 juta.

Daftar Harga Emas Antam Hari Ini

  • Harga emas 0,5 gram: Rp 1.002.500.
  • Harga emas 1 gram: Rp 1.905.000.
  • Harga emas 2 gram: Rp 3.750.000.⁠
  • Harga emas 3 gram: Rp 5.600.000.
  • Harga emas 5 gram: Rp 9.300.000.
  • Harga emas 10 gram: Rp 18.545.000.
  • Harga emas 25 gram: Rp 46.237.000.
  • ⁠Harga emas 50 gram: Rp 93.395.000.
  • Harga emas 100 gram: Rp 184.712.000.
  • Harga emas 250 gram: Rp 461.515.000.
  • Harga emas 500 gram: Rp 922.820.000.
  • Harga emas Antam 1.000 gram: Rp 1.845.600.000.

Prediksi Harga Emas Dunia, Awas Bisa Merosot Tajam!

Sebelumnya, Pengamat Emas Ibrahim Assuaibi, memproyeksikan harga emas dunia akan mengalami tekanan setelah muncul kabar mengenai pertemuan antara pejabat tinggi Amerika Serikat dan Tiongkok yang digelar di Swiss pada 10 Mei 2025.

Pertemuan antara pejabat tinggi pemerintah Amerika Serikat dan Tiongkok yang berlangsung di Swiss pada 10 Mei 2025 menjadi sorotan utama pasar global, khususnya dalam konteks perang dagang yang terus memanas antara kedua negara. 

Diketahui, kata Ibrahim, pertemuan utama dari pertemuan ini adalah membahas kemungkinan negosiasi terkait kebijakan tarif impor yang sangat tinggi, di mana Amerika Serikat menerapkan tarif hingga 145% terhadap barang-barang dari Tiongkok. Sebagai respons, Tiongkok memberlakukan tarif balasan sebesar 125% terhadap produk-produk asal Amerika.

“Saya melihat bahwa tanggal 10 Mei 2025 pertemuan antara pejabat pemerintahan Amerika dan pejabat Tiongkok di Swiss, untuk membahas masalah negosiasi tentang perang dagang yang biaya impor sebesar 145% yang Amerika terapkan ke Tiongkok, Tiongkok membalas dengan 125%,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com, dikutip Senin (12/5/2025).

Namun, kata Ibrahim, dari sisi Tiongkok, posisi mereka dalam pertemuan ini cukup unik dan berbeda dibandingkan dengan negara-negara lain yang terlibat konflik dagang dengan Amerika. 

Tiongkok menegaskan bahwa mereka hadir dalam pertemuan tersebut atas undangan resmi dari pemerintah Amerika Serikat, bukan atas inisiatif sendiri.

“Nah, tetapi dari segi pejabat Tiongkok sendiri, mengatakan bahwa Tiongkok itu mendapat undangan dari Amerika, bukan Tiongkok sendiri yang meminta negosiasi,” ujarnya.

Sikap Pasif Tiongkok Picu Ketidakpastian  

Hal ini menunjukkan bahwa Tiongkok tidak secara aktif meminta negosiasi, berbeda dengan negara lain seperti Indonesia, Jepang, dan beberapa negara di Eropa yang secara terbuka mengajukan permintaan untuk merundingkan kebijakan dagang mereka dengan Amerika.

“Itu berbeda dengan negara-negara lain seperti Indonesia kan meminta kan, Jepang meminta, Eropa meminta, tapi Tiongkok sendiri tidak pernah melakukan negosiasi,” jelasnya.

Fakta bahwa Tiongkok bukan pihak yang meminta negosiasi ini mencerminkan dinamika politik dan strategi diplomatik yang berbeda. Hal ini juga memunculkan keraguan di pasar mengenai sejauh mana pertemuan ini akan mampu menghasilkan keputusan konkret atau kesepakatan baru. 

Meskipun pertemuan di tingkat pejabat tinggi merupakan langkah awal yang penting, keputusan final tetap berada di tangan presiden dari kedua negara. Selama belum ada sinyal kuat mengenai arah kebijakan dari level tertinggi, ketidakpastian masih membayangi.

“Jadi, yang memberikan negosiasi sendiri adalah pejabat-pejabat Amerika sendiri dan ini pun juga belum tentu akan menghasilkan suatu kesepakatan. Karena nanti finalnya kan antara Presiden Amerika dan Tiongkok,” katanya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |