Liputan6.com, Jakarta - Di sebuah rumah produksi sederhana berukuran 6 x 35 meter di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, tangan-tangan terampil pengrajin sibuk memainkan canting. Malam panas mengalir di atas kain putih, membentuk garis demi garis yang kelak menjelma motif sarat makna. Dari ruang kecil inilah, lahir Batik Pakis Asia karya anak daerah yang kini melintasi batas hingga dikenal di Malaysia.
Batik ini lahir dari kepedulian seorang pria bernama Adi Setyo Purwanto, atau yang akrab disapa Anto. Sejak 2010, ia menekuni jalan berliku demi satu tujuan: menjaga warisan budaya Kalimantan Utara agar tetap hidup.
"Latar belakang bangun usaha ini sederhana, karena rasa kepedulian saya terhadap warisan-warisan budaya yang ada di Kalimantan Utara. Dari suku, budaya, sampai ornamen-ornamennya. Semua saya gali dengan bertanya ke kepala suku, budayawan, sesepuh suku Dayak maupun Tidung," tutur Anto kepada Liputan6.com.
Perjalanan yang Tak Mudah
Merintis usaha batik di Tarakan ternyata bukan perkara gampang. Masyarakat saat itu lebih familiar dengan batik Jawa ketimbang batik lokal.
"Dari tahun 2010 berdiri, lika-liku masalahnya luar biasa. Dulu, sampai tiga tahun lebih saya harus minum tiap bulan untuk menggaji karyawan. Tapi, alhamdulillah sekarang bisa dibilang sudah berlari," kenangnya.
Meski skalanya masih terbatas, Anto bersyukur usahanya membawa dampak sosial. Ia memberi lapangan kerja bagi delapan orang karyawan, sekaligus menumbuhkan kebanggaan baru lewat batik khas daerah.
Terinspirasi Alam dan Kearifan Lokal
Motif Batik Pakis Asia banyak terinspirasi dari kekayaan alam dan budaya Kalimantan Utara: anggrek hitam, satwa khas hutan mangrove, hingga ornamen Dayak dan Tidung.
"Ketika orang melihat batik ini, mereka seakan melihat langsung keindahan alam Kalimantan Utara," ujar Anto.
Beberapa motif punya filosofi mendalam. Salah satunya motif sepasang burung enggang yang melambangkan kesetiaan.
"Burung enggang itu selalu setia terhadap pasangannya. Maknanya yang dalam sekali itu membuat banyak orang suka dengan motif ini," tambahnya.
Dukungan Pemerintah dan Semangat Lokal
Perjalanan Batik Pakis Asia turut terbantu oleh dukungan pemerintah daerah. Dari pengurusan perizinan, HAKI, hingga undangan ke berbagai pameran, termasuk tampil di Jakarta Convention Center bersama Bank Indonesia.
"Mengurus perizinan, HAKI, hingga ajakan untuk ikut pameran, itu sangat-sangat membantu. Bahkan saya sempat berkesempatan tampil di Jakarta Convention Center bersama Bank Indonesia. Itu luar biasa bagi kami," ujarnya.
Pemerintah juga aktif mendorong pemakaian produk lokal, dari seragam pegawai hingga acara resmi.
"Itu titik keberhasilan kita, setelah sekian tahun bisa bertahan. Dulu hanya wali kota, sekarang gubernur pun menyarankan untuk memakai produk lokal. Luar biasa," katanya.
Menembus Pasar dan Berdayakan Warga
Kini, Batik Pakis Asia sudah merambah pasar luar negeri, antara lain Kinabalu dan Tawau di Malaysia. Meski begitu, Anto masih punya mimpi besar: batiknya lebih dikenal di negeri sendiri dan semakin mendunia.
"Semoga batik saya ini bisa lebih berkembang lagi, bisa lebih maju lagi. Nggak cuma di Tarakan dan Kaltara, tapi insyaallah bisa merambah ke daerah-daerah lain. Kalau bisa sampai internasional, itu luar biasa sekali," ujarnya.
Selain mengembangkan usahanya, Anto juga rutin memberikan pelatihan batik. Ia tak segan menyeberangi laut dengan speedboat demi berbagi ilmu ke berbagai kabupaten di Kalimantan Utara.
"Saya memberikan pelatihan dari anak sekolah, guru, sampai wirausaha baru. Semua saya ajarkan mulai dari menggali motif, membuat batik, sampai cara pemasaran," terangnya.
Warisan untuk Generasi Mendatang
Bagi Anto, kunci bertahan dalam bisnis batik adalah keyakinan.
"Kalau tanpa keyakinan, dari 1–2 tahun sudah bisa menyerah. Tapi saya yakin usaha batik ini bisa menopang kehidupan sekaligus jadi warisan budaya untuk anak cucu kita," pungkasnya.
Kini, Batik Pakis Asia bukan hanya kain, melainkan identitas Kalimantan Utara. Karyanya bahkan sempat tampil di Parade Wastra Nusantara 2025 yang digelar Fimela.com di Jakarta.
Anto berharap generasi muda ikut menjaga dan mencintai batik daerah.
"Batik bukan sekadar kain. Ia identitas kita. Jangan sampai motif-motif daerah kita diakui orang lain. Justru harus kita lestarikan dan banggakan," tuturnya.