Celah Ekspor di Tengah Perang Dagang AS-China, BRICS Bisa Jadi Pilihan

6 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Eximbank) melihat bahwa para ekpsortir Indonesia tak perlu cemas dengan adanya perang tarif yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Justru, Eximbank melihat hal ini menjadi peluang untuk memperluas pasar melalui kerja sama strategis seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), BRICS, dan berbagai perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara lain.

Market Intelligence & Leads Management Chief Specialist Indonesia Eximbank Rini Satriani menjelaskan, komoditas seperti minyak sawit, perikanan (seperti ikan sarden), gula, dan produk rumah tangga masih memiliki potensi perdagangan yang besar di negara-negara BRICS dan TPP.

“Potensi perdagangan (unrealized potential) minyak sawit dan turunannya di negara-negara BRICS dan TPP mencapai USD9,8 juta. Ikan sarden memiliki potensi sebesar USD 23 juta, komoditas gula mencapai USD 5,4 juta, dan produk rumah tangga seperti sampo mencapai USD 32,9 juta,” kata Rini dalam keterangan tertulis, Rabu (30/4/2025).

Menghadapi tantangan proteksionisme global yang terus berkembang, Indonesia perlu bersiap menghadapi realitas baru dalam keseimbangan arus perdagangan internasional.

"Eksportir nasional dituntut untuk mampu menangkap peluang melalui inovasi, sikap proaktif, serta daya saing yang agresif dengan terus mengeksplorasi pasar-pasar ekspor baru,” ujar Rini dalam kegiatan LPEI Export Forum (LEF) Jakarta 2025 yang diselenggarakan beberapa waktu lalu.

Rini menegaskan bahwa Indonesia Eximbank, sebagai bagian dari instrumen kebijakan Pemerintah, akan terus mendukung pelaku ekspor nasional tidak hanya melalui penyediaan fasilitas keuangan, tetapi juga melalui layanan non-keuangan seperti penyediaan informasi pasar, identifikasi prospek buyer, analisis kondisi pasar tujuan, serta pendampingan berbasis keahlian guna meningkatkan kapabilitas dan pengetahuan strategis (knowledge asset) para eksportir Indonesia.

Tidak Mudah Alihkan Ekspor

Lebih lanjut, Rini menyampaikan bahwa diversifikasi pasar merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh untuk memperluas akses ekspor, salah satunya dengan memanfaatkan kerja sama ekonomi seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), BRICS, dan berbagai peluang dari negara-negara mitra dagang strategis lainnya.

“Memang tidak mudah untuk mengalihkan pasar ekspor, namun hal ini dapat dicapai jika eksportir mampu mengidentifikasi buyer yang kredibel serta memiliki akses pasar yang tepat. Selama kualitas produk terus dijaga, maka loyalitas buyer akan tumbuh dan mendorong terjadinya repeat order secara berkelanjutan,” katanya.

Kegiatan LPEI Export Forum (LEF) merupakan upaya konkret Indonesia Eximbank yang dilakukan secara berkala guna memberikan edukasi dan sosialisasi kepada eksportir nasional mengenai perkembangan terbaru ekspor serta layanan dan program Indonesia Eximbank yang dapat dimanfaatkan.

Dampak Langsung dan Tidak Langsung

Rini menjelaskan bahwa dampak perang tarif antara AS dan Tiongkok terhadap ekspor Indonesia akan bersifat langsung dan tidak langsung. Sekitar 10% ekspor Indonesia ke Amerika Serikat akan terekspos langsung oleh kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat. Sementara itu, dampak tidak langsung akan dirasakan melalui rivalitas yang tinggi akibat pengalihan ekspor dan rantai pasok dari Tiongkok ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Meskipun demikian, Indonesia tetap optimis menatap prospek ekspor jangka menengah dan panjang. Di tengah tensi perdagangan global yang belum sepenuhnya mereda, kewaspadaan terhadap kebijakan tarif dan proteksionisme tetap diperlukan. Namun, peluang pasar baru melalui skema kerja sama internasional dan perluasan akses ke negara mitra dagang non-tradisional menjadi ruang tumbuh yang perlu dimaksimalkan oleh pelaku ekspor nasional.

Ekspor Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif di tengah tantangan global yang dihadapi. Secara kumulatif, ekspor nasional pada periode Januari hingga Maret 2025 tumbuh sebesar 6,9%. Pertumbuhan ini ditopang oleh komoditas utama seperti CPO (Crude Palm Oil), besi dan baja, serta mesin dan perlengkapan elektrik.

Sekitar 60,5% dari total ekspor Indonesia pada periode Januari hingga Maret 2025 tersebar ke sejumlah komoditas utama, antara lain lemak dan minyak nabati (12,8%), bahan bakar mineral (12,8%), besi dan baja (10,3%), mesin dan perlengkapan elektrik (6,7%), serta kendaraan dan bagiannya (6,4%).

Ekspor ke 192 Negara

Eksportir Indonesia saat ini telah berhasil memasarkan produknya ke 192 negara di seluruh dunia, dengan 65,8% dari total ekspor terkonsentrasi pada 10 negara tujuan utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat, India, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, dan Belanda.

“Tiongkok dan Amerika Serikat menjadi mitra dagang terbesar, menyumbang 33,9% dari total ekspor. Mitra dagang seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand juga menunjukkan pertumbuhan positif, dan Indonesia juga mampu menahan penurunan ekspor ke India, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan,” tambah Rini.

Untuk lebih meningkatkan diversifikasi produk dan pasar ekspor, eksportir Indonesia didorong untuk lebih aktif menggali informasi dan memanfaatkan program yang disediakan pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait. Salah satunya adalah Penugasan Khusus Ekspor (PKE) Kawasan yang disediakan oleh Indonesia Eximbank. Program ini bertujuan menyediakan pembiayaan ekspor bagi pelaku usaha yang menargetkan negara di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.

“Dengan memanfaatkan peluang pasar baru dan kerja sama internasional, maka Indonesia optimis dapat terus meningkatkan ekspor dan memperkuat posisinya di pasar global,” tutup Rini.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |