KONVENSI mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan, yang lebih dikenal dengan nama CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), adalah sebuah perjanjian internasional yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1979.
CEDAW adalah kesepakatan internasional untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi ini, yang dianggap sebagai piagam hak asasi manusia internasional bagi perempuan, mulai berlaku pada 3 September 1981 dan telah diratifikasi oleh 189 negara.
Meskipun telah diratifikasi banyak negara, lebih dari 50 negara melakukan ratifikasi dengan menambahkan deklarasi, pensyaratan, atau penolakan tertentu. Salah satunya 38 negara yang menolak penerapan Pasal 29, yang mengatur metode penyelesaian sengketa terkait interpretasi atau penerapan konvensi ini.
Ratifikasi CEDAW oleh Indonesia
Indonesia menandatangani Konvensi CEDAW tahun 1980. Kemudian meratifikasinya pada 1987 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
Setelah ratifikasi CEDAW, Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip konvensi tersebut dalam sistem hukum dan kebijakan nasional dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan untuk mengatasi diskriminasi terhadap perempuan dan memastikan kesetaraan gender.
Tujuan CEDAW
Tujuan utama CEDAW adalah menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam semua aspek kehidupan serta menegaskan hak perempuan untuk memperoleh, mengubah, atau mempertahankan kewarganegaraan mereka dan kewarganegaraan anak-anak mereka.
1. Menghapus Diskriminasi terhadap Perempuan
CEDAW bertujuan menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan partisipasi sosial dan politik. Diskriminasi ini bisa berupa kebijakan atau praktik yang membatasi kesempatan perempuan atau memperlakukan mereka secara tidak setara dibandingkan dengan laki-laki.
Mengharuskan negara-negara untuk menciptakan undang-undang, kebijakan, dan program yang menghapuskan diskriminasi tersebut, serta mengedukasi masyarakat agar mengubah pandangan yang merugikan perempuan.
2. Kesetaraan Hak Perempuan dan Laki-Laki
CEDAW menuntut agar perempuan diberikan hak yang sama dengan laki-laki dalam berbagai bidang, termasuk hak politik, sosial, dan ekonomi. Salah satu hak utama yang dijamin adalah hak untuk memilih dalam pemilu dan hak untuk dipilih serta memegang jabatan publik.
Ini termasuk kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan dan keputusan, serta memperoleh akses yang sama terhadap peluang ekonomi dan pendidikan yang memungkinkan mereka untuk berperan penuh dalam pembangunan negara.
3. Menjamin Perkembangan dan Kemajuan Perempuan
CEDAW mewajibkan negara-negara untuk melakukan tindakan yang efektif guna memastikan perempuan dapat berkembang dan maju secara penuh dalam kehidupan pribadi dan sosial mereka.
Hal ini mencakup lingkungan yang mendukung pemberdayaan perempuan dalam berbagai aspek, mulai dari pendidikan, pelatihan keterampilan, hingga perlindungan terhadap hak-hak ekonomi dan sosial mereka.
Negara-negara yang meratifikasi CEDAW harus memastikan perempuan memiliki akses yang sama untuk mendapatkan peluang yang mendukung kemajuan mereka di semua bidang kehidupan.
4. Pertanggungjawaban Negara dan Aktor Non-Negara
CEDAW menuntut negara bertanggung jawab dalam melindungi hak-hak perempuan dan memastikan hak-hak tersebut dihormati, dilindungi, dan dipenuhi. Negara tidak hanya bertanggung jawab terhadap tindakan langsung mereka, tetapi juga terhadap tindakan aktor non-negara, seperti perusahaan atau organisasi masyarakat, yang dapat mempengaruhi atau melanggar hak-hak perempuan.
Negara harus memastikan adanya mekanisme hukum yang efektif untuk melindungi perempuan dari kekerasan, eksploitasi, atau diskriminasi, serta memberikan penegakan hukum yang adil dan transparan jika terjadi pelanggaran.
Meskipun CEDAW disepakati secara internasional, pelaksanaannya menghadapi tantangan. Beberapa hambatan utama termasuk budaya patriarki yang menghalangi kesetaraan gender, pandangan isu perempuan adalah masalah pribadi, serta perbedaan nilai budaya dan agama.
Walaupun demikian, dengan adanya komitmen global dan kesadaran yang terus berkembang, harapan untuk mewujudkan dunia yang aman bagi perempuan semakin terbuka lebar. Keberhasilan ini bergantung pada kolaborasi antara negara, masyarakat sipil, dan individu dalam perubahan yang berkelanjutan. (BPHN/Regulasip/Komnas Perempuan/Z-3)