Bos DJP: Pungutan Pajak E-commerce Bakal berlaku Mulai Februari 2026

5 days ago 18

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto mengatakan, pemungutan pajak bagi pedagang e-commerce akan mulai diberlakukan pada Februari 2026.

"(Diimplementasikan) Februari," kata Bimo saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Pemerintah memang menunda pemungutan pajak bagi pedagang e-commerce. Alasannya masih menunggu daya beli masyarakat pulih lebih dahulu.

Rencananya pedagang di e-commerce akan dipungut pajak penghasilan (PPh) 22 dengan besaran 0,5 persen. Purbaya masih menunggu dampak dari aliran dana Rp 200 triliun ke bank BUMN terasa di masyarakat.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, saat ini tim Kemenkeu telah melakukan pengetesan sistem dalam pemungutan pajak e-commerce. Beberapa aspeknya disebutkan sudah siap.

Nantinya seluruh marketplace akan menjadi sasaran penerapan pajak tersebut. Meski begitu, masih ada pertimbangan mengenai daya beli masyarakat.

"Jadi, kita enggak ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi betul-betul masuk ke sistem perekonomian," bebernya.

Dasar Aturan

Regulasi yang menjadi dasar kebijakan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang efektif berlaku sejak 14 Juli 2025.

Dalam aturan tersebut, marketplace berperan sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi pedagang yang memenuhi kriteria tertentu. Marketplace akan menjadi mitra strategis dalam proses ini, bukan sekadar perantara jual-beli.

Kemenkeu memastikan bahwa implementasi kebijakan dilakukan secara bertahap dan dengan pendekatan berbasis data. Pemerintah ingin menjadikan sistem perpajakan lebih inklusif, mudah dijalankan, dan sesuai perkembangan digital saat ini.

Kategori Pedagang Kena Pajak

Dalam PMK 37/2025, ditetapkan pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun akan dikenakan pungutan pajak sebesar 0,5 persen dari total transaksi kotor. Nilai tersebut diambil dari jumlah penjualan sebelum dikurangi potongan harga atau diskon.

Ketentuan ini hanya berlaku bagi pedagang yang telah melaporkan peredaran bruto mereka kepada platform tempat mereka berjualan.

Pedagang wajib menyampaikan surat pernyataan terkait omzet tahunan mereka kepada marketplace. Berdasarkan dokumen tersebut, pemungutan PPh akan dilakukan oleh penyelenggara PMSE mulai bulan berikutnya. Ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) dalam regulasi yang sama.

Ada Pajak E-Commerce, Apa Efeknya ke Usaha Mikro?

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan memastikan pajak e-commerce tidak berdampak pada pengusaha mikro. Pasalnya, ada batas minimum pendapatan yang dikenakan pajak.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan menyampaikan, pajak e-commerce berlaku untuk usaha dengan omzet Rp 500 juta ke atas per tahun.

"So far enggak ya. Karena yang dibebankan itu terhadap mereka yang omzet tahunan itu di atas Rp 500 juta. Hal yang di bawah itu enggak ya," kata Iqbal, ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).

Menurutnya, pengenaan pajak e-commerce ini cukup adil jika mengacu ke kriteria tadi. Iqbal menegaskan dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun tadi bukan kategori usaha mikro.

Dengan demikian, usaha mikro di platform penjualan online tidak akan terdampak pada penerapan pajak e-commerce.

"Di atas Rp 500 juta berarti bukan usaha mikro, ya usaha kecil dan menengah, yang omzetnya di atas itu setahun," ujar dia.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |