Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diperkirakan membutuhkan tambahan sekitar 600 pesawat baru dalam jangka pendek untuk mendukung pertumbuhan pesat sektor penerbangan. Proyeksi ini tercantum dalam laporan Commercial Market Outlook (CMO) 2025 yang dirilis Boeing, berdasarkan analisis demografi, ekonomi, pariwisata, serta kondisi armada pesawat saat ini.
Managing Director of Boeing Commercial Marketing untuk Asia Timur Laut, Asia Tenggara, dan Oseania, David Schulte, menekankan bahwa Indonesia memiliki keunggulan demografi yang signifikan.
“Indonesia memiliki demografi usia muda yang tinggi, yang berarti keinginan dan hasrat untuk bepergian mungkin sedikit lebih tinggi daripada demografi yang menua,” ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (27/8/2025).
Populasi usia muda Indonesia diperkirakan naik dari 30 juta orang pada 2024 menjadi 35 juta pada 2044. Bersamaan dengan itu, pertumbuhan kelas menengah sekitar 3 persen per tahun, sementara kelas menengah ke atas tumbuh lebih cepat, yakni 8 persen per tahun.
Faktor lain adalah sektor pariwisata yang kian berperan penting. Hingga akhir 2024, pariwisata diproyeksikan menyumbang 5 persen terhadap PDB, dengan pengeluaran wisatawan internasional mencapai Rp 291 triliun. Kondisi ini menegaskan perlunya infrastruktur penerbangan yang lebih kuat.
Usia Pesawat Tertua 15 Tahun
Menurut Schulte, kondisi armada pesawat Indonesia saat ini turut mendorong kebutuhan pesawat baru. Meski jumlah pesawat tumbuh dari 398 unit pada 2014 menjadi 480 unit pada 2024, tingkat pengiriman pesawat baru justru menurun tajam.
Sebelum pandemi, Indonesia rata-rata menerima 30–40 pesawat baru per tahun. Namun pada 2020, jumlah itu merosot menjadi hanya empat unit, bahkan turun lagi menjadi satu unit pada 2023. Kondisi ini membuat utilisasi pesawat semakin tinggi, dengan load factor yang terus meningkat.
Boeing mencatat, armada pesawat Indonesia adalah yang tertua di Asia Tenggara, dengan usia rata-rata hampir 15 tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (10,9 tahun), Thailand (11 tahun), Vietnam (8 tahun), maupun Singapura (8,3 tahun).
Hal ini menegaskan pentingnya pembaruan armada demi menjaga standar layanan dan keselamatan penerbangan nasional.
Rata-rata Kursi Penerbangan per Kapita
Schulte menyebut, jika Indonesia ingin menyamai rata-rata kapasitas kursi penerbangan per kapita di Asia Tenggara, yang saat ini berada di angka 0,65, maka diperlukan tambahan besar. Saat ini, Indonesia baru berada di angka 0,4.
“Jika Indonesia ingin menyamai rata-rata jumlah kursi penerbangan per kapita di Asia Tenggara, yang saat ini berada di angka 0,65 (berbanding 0,4 di Indonesia), maka dibutuhkan tambahan sekitar 600 pesawat baru,” jelasnya.
Proyeksi ini sejalan dengan tren peningkatan perjalanan udara, baik untuk keperluan bisnis maupun pariwisata. Dengan basis demografi muda, kelas menengah yang terus tumbuh, serta kontribusi pariwisata yang kian meningkat, Indonesia dipandang sebagai salah satu pasar penerbangan dengan potensi terbesar di dunia.
Boeing menilai, investasi di sektor penerbangan bukan hanya soal armada baru, tetapi juga menyangkut kesiapan infrastruktur, layanan bandara, hingga SDM yang kompeten untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang industri penerbangan nasional.