Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,50%. Keputusan ini dinilai sebagai langkah proaktif Bank Indonesia dalam merespons potensi pelonggaran moneter global, sekaligus mencerminkan keyakinan terhadap stabilitas ekonomi domestik.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa secara eksternal, penurunan BI-Rate bisa menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika ekspektasi pasar tidak terjaga.
"Secara eksternal, penurunan BI-Rate bisa memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika tidak diimbangi oleh ekspektasi pasar yang terjaga," kata Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/5/2025).
Namun, kondisi saat ini menunjukkan tekanan eksternal mulai mereda, cadangan devisa menguat, dan aliran modal portofolio kembali masuk ke pasar domestik.
"Dengan demikian, risiko depresiasi rupiah masih dalam batas terkendali," ujarnya.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa pelemahan rupiah dapat meningkatkan biaya impor, terutama bagi sektor manufaktur dan infrastruktur yang masih bergantung pada barang modal dari luar negeri.
Sebaliknya, sektor ekspor berpeluang meraih keuntungan dari sisi daya saing harga, khususnya komoditas dan manufaktur berorientasi ekspor. Namun, potensi tersebut tetap dipengaruhi oleh permintaan global dan hambatan tarif di negara tujuan ekspor.
Langkah Bank Indonesia
Menurutnya, keputusan BI menurunkan BI-Rate menjadi 5,75% mencerminkan sikap forward-looking terhadap potensi pelonggaran moneter global, khususnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada paruh kedua 2025, serta tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang mulai mereda.
"Selain itu, inflasi yang tetap terkendali dalam kisaran target BI (di bawah 3%) memberikan ruang pelonggaran kebijakan," ujarnya.
Di sisi lain, LPS yang bersifat backward-looking menurunkan TBP karena tren penurunan suku bunga simpanan perbankan selama dua bulan terakhir, serta kondisi likuiditas perbankan yang relatif longgar. Penurunan TBP ini bersifat konsisten mengikuti dinamika pasar uang dan kebijakan BI sebelumnya.
Penurunan Suku Bunga Dorong Permintaan Kredit
Lebih lanjut, Josua menyatakan bahwa penurunan kedua indikator ini berpotensi mendorong permintaan kredit dari pelaku UMKM dan perusahaan padat karya, yang umumnya sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga.
"Penurunan BI-Rate dan TBP berpotensi mendorong permintaan kredit, terutama dari sektor UMKM dan padat karya yang sensitif terhadap suku bungam," kata Josua.
Menurutnya, dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, UMKM dapat lebih mudah mengakses pembiayaan untuk ekspansi atau menjaga arus kas, terutama dalam menghadapi tekanan biaya produksi pasca-kenaikan upah dan harga bahan baku.
Ia menambahkan, penurunan suku bunga juga akan mendorong sektor padat karya untuk mempertahankan tenaga kerja dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi. Hal ini dinilai dapat mempercepat pemulihan konsumsi rumah tangga serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja.