Batu Bara Masih Jadi Andalan Jaga Ketahanan Energi Indonesia, Ini Buktinya

2 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, menekankan bahwa batu bara masih memegang peran penting dalam ketahanan energi Indonesia.

“Ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan air adalah prioritas utama pemerintahan Presiden Prabowo. Batu bara akan selalu menjadi bagian penting dalam ketahanan energi Indonesia. Para pelaku usaha jangan sampai melupakan kontribusi nyata industri ini terhadap ekonomi nasional,” ujar Aryo, Jumat (19/9/2025).

Menurut Aryo, peran batu bara dalam perekonomian Indonesia masih terlalu besar untuk diabaikan. Sebut saja kontribusinya terhadap penerimaan negara dan sebagai sumber energi utama. 

“Sektor ini (batu bara) turut membayar pajak, membangun sekolah dan rumah sakit, hingga infrastruktur lainnya. Kontribusinya besar,” tambah Aryo.

Ia menekankan, meski isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) kian menguat, peran batu bara tetap tidak bisa diabaikan. Industri ini, menurutnya, berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, penyediaan lapangan kerja, serta pembangunan infrastruktur sosial.

Dalam tiga tahun terakhir, kontribusi batu bara terhadap penerimaan negara tercatat konsisten melampaui migas. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa hingga semester I 2025, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari mineral dan batu bara telah mencapai Rp74,2 triliun atau 59,5 persen dari target tahunan. Angka ini naik 1,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Ekspor Batu Bara Melemah

Namun di sisi lain, kinerja produksi dan ekspor batu bara justru melemah. Per Agustus 2025, produksi nasional baru mencapai 485,71 juta ton atau 65,72 persen dari target. Realisasi ini turun 12,14 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Ekspor pun tertekan dengan koreksi sekitar 11 persen secara tahunan, sementara harga global terus menurun akibat over supply di China. Tekanan eksternal tersebut semakin berat dihadapkan dengan tantangan domestik. Mulai dari maraknya tambang ilegal, biaya produksi yang kian tinggi, hingga regulasi yang sering berubah mendadak.

Menanggapi kondisi tersebut, Aryo menyoroti pentingnya adaptasi dalam menghadapi tantangan baru. Ia mencontohkan pengembangan teknologi seperti coal gasification dan diversifikasi produk turunan batu bara yang dapat mendukung ketahanan pangan.

“Jika kondisi global semakin sulit untuk batu bara, maka harus kreatif. Salah satunya lewat hilirisasi, misalnya gasifikasi batu bara untuk menghasilkan bahan baku industri dan substitusi impor,” jelas Aryo.

Aryo menggarisbawahi perlunya kolaborasi erat antara pemerintah, swasta, dan akademisi untuk melahirkan solusi inovatif. Menurutnya, dunia usaha tidak bisa hanya mengeluhkan kebijakan, melainkan harus aktif mencari terobosan.

“Kalau satu jalan buntu, mari kita cari alternatif lain. Yang penting tetap memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan ketahanan nasional,” tegas Aryo.

Industri Perlu Kian Adaptif

Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA), Priyadi, menilai bahwa industri perlu kian adaptif di tengah tekanan harga global.

Menurut dia, tantangan utama industri batu bara saat ini bukan semata fluktuasi pasar global, melainkan juga ketidakpastian regulasi.

Priyadi yang juga Presiden Direktur PT Adaro itu melanjutkan, pasar tidak bisa dikendalikan, sehingga perusahaan lah yang harus fokus pada efisiensi operasional.

“Market tidak bisa kita atur. Yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan efisiensi operasi. Namun, kami berharap pemerintah tidak terus-menerus mengeluarkan aturan baru yang justru membebani industri,” ujar Aryo.

Priyadi menambahkan pentingnya konsistensi kebijakan untuk menjaga kepastian usaha. Pasalnya, industri batu bara nasional masih menyimpan cadangan besar dan berpotensi mendukung transisi energi.

“Cadangan batu bara kita masih luar biasa, dengan potensi mencapai puluhan miliar ton. Kami siap mendukung pengembangan energi hijau, namun perlu waktu, teknologi, dan stabilitas regulasi,” kata Aryo.

Tambang Ilegal

Aryo pun menyoroti masalah maraknya tambang ilegal yang kian menekan pelaku usaha resmi. Ia menyebut pemerintah telah membentuk Satgas Anti Tambang Ilegal di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan, namun upaya ini masih membutuhkan dukungan kebijakan yang sinkron lintas kementerian.

“Kebijakan sektoral yang tumpang tindih seringkali membuat pengusaha resmi kesulitan. Kalau yang legal tidak diberi ruang, justru tambang ilegal yang akan masuk. Ini yang harus diantisipasi,” jelas Aryo.

Priyadi sependapat. Ia menegaskan bahwa praktik tambang ilegal semakin memperburuk situasi pasar. Aktivitas tersebut tidak hanya merugikan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat bagi perusahaan resmi.

“Kalau pasar sudah tertekan oleh harga global dan di dalam negeri masih dihantam tambang ilegal, dampaknya jelas merugikan. Karena itu kami mendukung langkah tegas pemerintah untuk memberantas tambang ilegal,” ujar Aryo.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |