Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyarankan toko ritel menyesuaikan harga beras premium jika terbukti dioplos. Syaratnya, jika beras berlabel premium yang dijual ternyata kualitasnya tidak sesuai aturan setelah dicek.
Dia mengatakan, batas maksimal beras patah (broken) dalam kemasan beras premium maksimal 15 persen. Jika terbukti lebih dari itu, peritel sebaiknya menurunkan harga sesuai kualitasnya. Artinya, beras premium tak sesuai mutu masuk kategori beras medium.
"Dijual murah saja, misalnya gini brokennya harusnya 15 (persen), kemudian misalnya broken-nya 30 (persen), jual aja senilai broken-nya 30 (persen), abisin aja, clearance," ungkap Arief di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Biaya Tambahan
Menurutnya, akan ada biaya tambahan lagi jika harus menarik beras yang terbukti tak sesuai standar dari pasaran, sehingga tidak efisien.
"Ngapain ditarik, biayanya tarik, biayanya truk, biaya apa, mendingan kasih ke masyarakat, saran saya ya, clearance aja, disesuaikan dengan speknya dia (kualitas beras)," tegas Arief.
Selain dari sisi ritel, Arief juga menyarankan penggilingan padi untuk melakukan pengaturan ulang pada mesinnya. Khawatirnya, ada pengaturan yang berubah sehingga output beras menjadi tak sesuai standar.
"Terus yang di penggilingan padinya, settingnya dibenerin lagi, kali-kali aja geser-geser kan, itu kan digital semua," usulnya.
Harga Beras Premium Turun
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin mengungkapkan, produsen beras telah meminta harga beras premium di ritel modern turun Rp 200 per kg.
"Sejak kemarin para produsen sudah membuat surat kepada kita untuk menurunkan harga jual HET (beras premium), yang dari Rp 74.500 per 5 kg itu turun Rp 1.000. Jadi turun Rp 200 per kg," ujar Solihin saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Solihin mengaku tidak tahu apa alasan produsen meminta ritel modern memangkas harga beras premium tersebut. Namun, permintaan itu muncul di tengah adanya temuan beras oplosan di rak-rak gerai ritel.
Jual Beras ke Konsumen
Namun, ia menegaskan, ritel modern hanya menjual beras premium kepada konsumen akhir, bukan sebagai produsen. Sehingga, ia turut meminta kejelasan kontrak dengan supplier, bahwa yang mereka beli adalah beras premium.
"Peritel adalah yang menjual barang akhir kepada konsumen. Tidak memproduksi, anggota saya Aprindo tidak memproduksi barang yang dimaksud," seru Solihin.
"Dengan adanya hal tersebut kita minta kepada para pemasok, prinsipal, apapun supplier dia harus buat surat pernyataan. Karena dalam kontrak kerja kita kepada pemasok itu adalah jelas yang kita beli adalah beras premium," tegasnya.
Siap Tarik Beras Oplosan
Kendati begitu, dia menekankan, pengusaha ritel modern siap menarik beras yang beredar jika itu terbukti dioplos. "Wah kita akan turun paling pertama," kata Solihin.
Lebih lanjut, ia juga menyebut pengusaha ritel modern tidak punya kemampuan teknis untuk melacak kualitas beras yang dijual. Sehingga, ia meminta para anggota Aprindo menggaet konsultan independen untuk melakukan pengecekan rutin.
"Nanti ke depan saya akan instruksikan kepada teman-teman para peritel, untuk bisa secara random melakukan, ngecek dengan menggunakan konsultan yang memang punya keahlian," tuturnya.