APARATUR sipil negara (ASN) dan karyawan generasi Z menginginkan durasi cuti bersama untuk ditambah. Hal tersebut diketahui dari survei tentang kebijakan cuti bersama yang dilakukan Lembaga Administrasi Negara (LAN) melalui Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara (PK2AN).
Kepala PK2AN LAN Widhi Novianto mengatakan pihaknya melakukan survei untuk mengidentifikasi dampak kebijakan cuti bersama terhadap produktivitas pegawai dan efektivitas operasional instansi, mengumpulkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan untuk perbaikan kebijakan cuti bersama di masa mendatang, dan menyusun rekomendasi kebijakan cuti bersama yang seimbang antara kepentingan pemerintah, pekerja dan pengusaha.
Ia menjelaskan survei memanfaatkan platform digital online yang disebarkan ke seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah, serta para pekerja dan serikat pekerja melalui beberapa Asosiasi Pekerja. Berdasarkan timestamp survei, responden mengisi dan mengirimkan kembali survei mulai tanggal 7 Oktober 2024 hingga 11 Nopember 2024.
Dalam kurun waktu lebih kurang 1 (satu) bulan, jumlah responden survei kebijakan cuti bersama adalah 5.385 (lima ribu tiga ratus delapan puluh lima) responden dengan lokasi kerja dari 34 provinsi di Indonesia. Dari 5.385 responden, 89,4% adalah ASN dan 9,2% dari karyawan dengan jam kerja/office hour.
Dari sisi usia, responden didominasi oleh kelompok Gen Y yakni kelahiran 1981-1996 (55,1%). Semua kelompok usia yang dicantumkan dalam instrumen survei terwakili termasuk dari kelompok Gen Alpha meskipun dengan prosentase dibawah 1%.
Untuk wilayah kerja responden, 34 Provinsi di Indonesia telah terwakili yang didominasi dari Provinsi Jawa Timur (52,1%) dan Prov. DKI Jakarta (28,2%). Pada survei ini ada 4 provinsi yang belum terwakili yakni dari Provinsi Gorontalo, Papua Barat Daya, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara.
Ketika ditanyakan soal durasi cuti bersama, 60,8% responden menyatakan sudah cukup; 37,6% menyatakan terlalu pendek dan 1,6% menyatakan terlalu panjang. Jika dilihat dari persentase, responden ada yang merasa masih kurang untuk jumlah libur cuti bersama sebanyak 27 hari pada tahun 2024.
Dari data survei, dianalisis lebih dalam untuk mengetahui siapa yang menyatakan durasi cuti bersama tahun 2024 terlalu pendek. Dengan mengambil responden dari DKI Jakarta, diperoleh data bahwa ASN Gen Y ingin durasi cuti bersama 2024 ditambah.
"Untuk lokasi yang sama, kelompok karyawan dengan jam kerja Gen Z yang merasa durasi cuti bersama 2024 perlu ditambah. Sementara untuk lokasi responden dari Jawa Timur, yang menyatakan durasi cuti bersama 2024 perlu ditambah adalah Gen Y dari ASN maupun dari karyawan dengan jam kerja," kata Widhi, melalui keterangannya, Senin (25/11).
Hasil survei juga mengungkapkan dari sisi efektifitas, ditanyakan cuti bersama membantu lebih produktif. 65,7% responden menyatakan sangat setuju; 32,5% menyatakan setuju; 1,4% menyatakan tidak setuju dan 0,5% menyatakan sangat tidak setuju.
Di aspek efisiensi, survei menanyakan mengenai dampak cuti bersama terhadap efisiensi operasional di tempat kerja, hanya 1,4% responden menyatakan dampak negatif, selebihnya
menyatakan sangat positif dan positif.
"Demikian juga dengan pertanyaan tingkat kepuasan kerja secara keseluruhan dengan adanya cuti bersama, 54,9% responden menyatakan sangat setuju sedangkan yang menyatakan tidak setuju sejumlah 2,3% dari total responden," ujar Widhi.
Pada survei ini juga ditanyakan cuti bersama mengalami pengeluaran biaya yang lebih. 47,9% responden menyatakan setuju, 29,2% menyatakan tidak setuju. Lebih lanjut, Widhi menjelaskan dari hasil survei, pihaknya memberikan rekomendasi untuk Kebijakan Cuti Bersama di tahun mendatang. Pertama, pelayanan publik tidak boleh terhenti. Ini menjadi prinsip utama dalam hal menjalankan kebijakan cuti bersama.
Kedua, kebijakan Cuti Bersama ke depan hendaknya tidak mengurangi hak cuti tahunan dan tidak menimbulkan disinsentif. Ketiga, penyederhanaan durasi cuti, yakni cuti bersama dapat menyesuaikan dengan wilayah agar tidak menganggu layanan dan menjaga keseimbangan ekonomi keluarga.
"Keempat, sosialisasi dan informasi publik yang efektif agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat terutama dalam hal pelayanan publik yang esensial," katanya. (Faj/I-2)