73.992 Pekerja Kena PHK pada Januari-Maret 2025, Simak Sederet Dampaknya

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Badai Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK di Indonesia belum juga usai. Terbaru Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan ada puluhan orang terkena PHK awal 2025 lalu.

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani memaparkan data soal PHK di Indonesia yang meningkat menjadi tekanan bagi pengusaha. Mengutip data BPJS Ketenagakerjaan, sepanjang 2024, sebanyak 257.471 peserta berhenti terdaftar sebagai peserta akibat PHK. 154.010 orang diantaranya mengajukan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) sebagai bentuk kompensasi kehilangan pekerjaan.

Lalu, dalam periode 1 Januari hingga 10 Maret 2025, 73.992 peserta keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan karena PHK. Dengan 40.683 orang di antaranya telah mencairkan dana JHT.

Hasil survei APINDO pada 17–21 Maret 2025 terhadap lebih dari 350 perusahaan anggota juga memperkuat gambaran tersebut.

Tekanan utama yang mendorong PHK antara lain adalah penurunan permintaan (69,4 persen), kenaikan biaya produksi (43,3 persen), perubahan regulasi ketenagakerjaan terutama terkait upah minimum (33,2 persen), tekanan dari produk impor (21,4 persen), serta dampak dari adopsi teknologi dan otomatisasi (20,9 persen).

Apindo pun menilai lapangan kerja baru yang tercipta tidak sebanding dengan angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Setidaknya, dibutuhkan 3-4 juta lapangan ker baru di Indonesia setiap tahun.

Shinta Kamdani menyampaikan maraknya PHK yang terjadi perlu menjadi perhatian. Pada saat yang sama, penciptaan lapangan kerja baru juga perlu dilakukan.

"Kita mesti menyadari bahwa di luar daripada PHK kita juga harus menyiapkan 3-4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya.  Jadi walaupun sudah ada pekerjaan baru dari investasi yang masuk, ini tidak bisa memadai dengan kondisi yang ada," ungkap Shinta dalam Media Briefing di Kantor Apindo, Jakarta, dikutip Rabu (14/5/2025).

Dia mengantongi data yang menunjukkan kenaikan jumlah PHK di Indonesia. Belum lagi dengan ketidakpastian ekonomi global turut berpengaruh pada ekosistem lapangan kerja.

Shinta menegaskan, pemerintah dan setiap pihak terkait harus memperbaiki sektor padat karya. Tujuannya, mengerem angka PHK dan penciptaan lapangan kerja baru.

"Makanya sekarang kenapa kita perlu revitalisasi padat karya karena PHK ini menjadi satu perhatian yang sangat mengkhawatirkan buat kita," tegasnya.

Apa Itu PHK?

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor, seperti efisiensi perusahaan, kerugian, atau bahkan force majeure. PHK yang terjadi di bulan November 2023 ini misalnya, menimpa banyak karyawan di berbagai sektor. Dampaknya sangat luas, baik bagi karyawan yang kehilangan penghasilan maupun perusahaan yang harus menanggung berbagai konsekuensi.

Proses PHK harus mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun perusahaan yang memulai proses ini, upaya untuk menghindari PHK sebisa mungkin tetap harus dilakukan. Karyawan yang di-PHK berhak atas sejumlah kompensasi, termasuk uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah (jika ada). Besarannya bergantung pada masa kerja dan alasan PHK. Peraturan terbaru memberikan opsi uang tunai 60% dari upah selama maksimal 6 bulan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

PHK menimbulkan dampak besar, baik bagi karyawan maupun perusahaan. Bagi karyawan, dampaknya meliputi kehilangan penghasilan, tekanan psikologis, tantangan mencari pekerjaan baru, dan dampak sosial. Sementara bagi perusahaan, dampaknya berupa biaya kompensasi, penurunan produktivitas, kerusakan reputasi, dan gangguan hubungan industrial. Memahami hak-hak karyawan dan peraturan terkait PHK sangat penting bagi semua pihak.

Mengenal Lebih Dalam Hak Karyawan yang Di-PHK

Karyawan yang terkena PHK memiliki beberapa hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Salah satu hak utama adalah uang pesangon. Besarannya bervariasi tergantung masa kerja. Sebagai contoh, karyawan dengan masa kerja kurang dari 1 tahun mungkin berhak atas 1 bulan upah, 1-2 tahun mendapat 2 bulan upah, dan seterusnya. Namun, ini bisa berbeda tergantung peraturan perusahaan dan perjanjian kerja.

Selain uang pesangon, karyawan juga berhak atas uang penghargaan masa kerja sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan kinerja. Hak lainnya termasuk uang penggantian hak, seperti cuti tahunan yang belum diambil. Terakhir, ada kemungkinan mendapatkan uang pisah, tergantung perjanjian kerja atau kebijakan perusahaan. Penting untuk memahami semua hak ini agar bisa memperjuangkan hak yang seharusnya diterima.

Peraturan terbaru, seperti PP Nomor 6 Tahun 2025, juga memberikan opsi uang tunai 60% dari upah selama maksimal 6 bulan melalui program JKP. Namun, syarat dan ketentuan berlaku. Karyawan yang di-PHK disarankan untuk mempelajari regulasi ini dengan seksama atau berkonsultasi dengan ahlinya.

Dampak PHK: Lebih dari Sekedar Kehilangan Gaji  

PHK bukan hanya sekadar kehilangan penghasilan. Dampaknya meluas ke berbagai aspek kehidupan karyawan. Kehilangan penghasilan secara tiba-tiba dapat menyebabkan kesulitan keuangan dan masalah dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini bisa berdampak pada kesehatan mental, menimbulkan stres, kecemasan, bahkan depresi.

Mencari pekerjaan baru setelah PHK juga menjadi tantangan tersendiri. Persaingan yang ketat di pasar kerja membuat proses pencarian kerja menjadi lebih sulit dan memakan waktu. Selain itu, PHK juga dapat mempengaruhi hubungan sosial dan kepercayaan diri karyawan. Oleh karena itu, dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas sangat penting dalam melewati masa sulit ini.

Bagi perusahaan, PHK juga menimbulkan konsekuensi. Perusahaan harus menanggung biaya kompensasi kepada karyawan yang di-PHK. Selain itu, PHK dapat mengurangi produktivitas dan merusak reputasi perusahaan, terutama jika dilakukan secara tidak adil atau tidak transparan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengambil keputusan untuk melakukan PHK.

Peraturan dan Kebijakan Terkait PHK

Peraturan mengenai PHK diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan pemerintah lainnya. Peraturan ini mengatur hak-hak karyawan yang di-PHK, prosedur PHK, dan alasan yang dibenarkan untuk melakukan PHK. Penting bagi karyawan untuk memahami peraturan ini agar dapat melindungi hak-hak mereka.

Peraturan terbaru, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, memberikan peningkatan manfaat uang tunai melalui program JKP. Namun, syarat dan ketentuan berlaku. Untuk informasi lebih detail dan akurat, karyawan disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi terkait seperti Kementerian Ketenagakerjaan atau konsultan hukum ketenagakerjaan.

Kesimpulannya, PHK merupakan isu kompleks dengan dampak yang luas. Baik karyawan maupun perusahaan perlu memahami hak dan kewajiban masing-masing serta peraturan yang berlaku. Dengan pemahaman yang baik, dampak negatif PHK dapat diminimalisir dan proses transisi dapat berjalan lebih lancar.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |