Viral Daftar 46 Konglomerat Borong Patriot Bonds, Danantara Buka Suara

3 weeks ago 23

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) buka suara terkait viralnya 46 konglomerat memborong patriot bonds. Danantara memastikan daftar itu bukan merupakan rilisan resmi.

Informasi, dalam daftar nama yang beredar, 46 konglomerat memborong Patriot Bonds dengan himpunan dana mencapai Rp 51,75 triliun. Sejumlah nama besar pun bertengger dengan membeli masing-masing Rp 3 triliun.

Managing Director Global Relations and Governance Danantara, Mohamad Al-Arief buka suara soal ini. "Perlu kami tegaskan bahwa informasi tersebut bukan informasi resmi dan hingga saat ini tidak ada pengumuman yang dikeluarkan," katanya dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Rabu (1/10/2025).

Dia menjelaskan, skema Patriot Bonds sedang disiapkan dalam bentuk private placement dan tidak untuk ditawarkan bagi publik, serta partisipasinya sepenuhnya bersifat sukarela (voluntary). Menurutnya, setiap inisiatif pembiayaan diarahkan untuk mendukung transformasi ekonomi jangka panjang Indonesia serta memperkuat peran sektor swasta dalam pembangunan nasional.

"Danantara Indonesia berkomitmen menjalankan mandat sebagai pengelola investasi negara dengan penuh kehati-hatian, transparansi, dan tata kelola yang kuat," ucap Arief.

Dia menjelaskan, prinsip mendasar dari Patriot Bonds adalah partisipasi sukarela dan tanggung jawab bersama. Skema ini membuka kesempatan bagi kelompok usaha Indonesia untuk berkontribusi pada agenda pembangunan lintas generasi, sekaligus memastikan keberlanjutan dan kesejahteraan jangka.

Konglomerat Borong Patriot Bonds Danantara

Viral di media sosial daftar 46 konglomerat RI memborong patriot bonds yang ditawarkan Danantara. Dana yang terhimpun mencapai Rp 51,75 triliun.

Adapun beberapa nama yang menjadi pemborong terbesar diantaranya:

  • Antony Salim (Salim&DCI) Rp 3 triliun
  • Prajogo Pangestu (Barito) Rp 3 triliun
  • Sugianto Kusuma (Agung Sedayu) Rp 3 triliun
  • Franky Wijaya (Sinar Mas) Rp 3 triliun
  • Boy Thohir dan Edwin Soeryajaya (Adaro dan Saratoga Rp 3 triliun
  • Budi Hartono (Djarum) Rp 3 triliun
  • Low Tuck Kwong (Bayan Resources) Rp 3 triliun
  • James Riyadi (Lippo) Rp 1,5 triliun
  • Tomy Winata (Artha Graha) Rp 1,6 triliun
  • Hilmi Panigoro (Amman Mineral) Rp 1,5 triliun.

Dana Triliunan Konglomerat Bisa Pulang Lewat Patriot Bond

Sebelumnya, rencana penerbitan private placement Patriot Bond oleh Danantara Indonesia senilai Rp50 triliun menuai dukungan. Instrumen ini dinilai dapat menjadi jalan bagi dana konglomerat nasional yang selama ini disimpan di luar negeri untuk kembali bekerja bagi pembangunan dalam negeri.

Pada April 2025 dilaporkan bahwa sejumlah orang kaya Indonesia telah memindahkan ratusan juta dolar AS ke luar negeri, termasuk ke aset kripto, di tengah kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal. Fenomena capital outflow ini menunjukkan bahwa sebagian besar likuiditas konglomerat belum sepenuhnya berpihak pada pembiayaan nasional.

Menurut studi McKinsey, diperkirakan sekitar USD 250 miliar atau setara Rp3.250 triliun aset konglomerat Indonesia tersimpan di luar negeri, sebagian besar berupa deposito, modal, dan instrumen fixed income, terutama di Singapura. Angka ini menegaskan besarnya potensi dana yang dapat ditarik kembali untuk mendukung pembiayaan pembangunan jika diarahkan melalui skema seperti Patriot Bond.

Patriot Bond hadir bukan sebagai instrumen ritel, melainkan penawaran terbatas untuk kelompok usaha besar Indonesia. Danantara menegaskan bahwa mekanisme ini berbasis partisipasi sukarela, dengan imbal hasil kompetitif dan risiko terukur.

Tujuannya bukan sekadar menghimpun dana, tetapi juga membangun sense of ownership bahwa dunia usaha ikut bertanggung jawab atas agenda pembangunan lintas generasi yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat.

Menurut Direktur Kebijakan dan Program Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) Piter Abdullah, Patriot Bond dapat menjadi solusi strategis untuk memperkuat kemandirian fiskal.

“Instrumen ini memberi jalan bagi konglomerat untuk menempatkan dana mereka secara aman sekaligus berkontribusi langsung pada pembangunan. Dengan cara ini, ketergantungan pada pinjaman asing bisa dikurangi, sementara kapasitas pembiayaan domestik meningkat,” ujarnya, Kamis (28/8/2025).

Proyek Berdampak Tinggi

Piter menambahkan bahwa Patriot Bond diarahkan untuk mendukung proyek-proyek berdampak tinggi seperti pengelolaan sampah menjadi listrik (waste-to-energy), transisi energi, dan pengembangan teknologi hijau.

“Instrumen ini menciptakan multiplier effect. Dana yang ditempatkan oleh konglomerat tidak berhenti sebagai angka di neraca, melainkan ikut menggerakkan roda perekonomian melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, hingga penguatan daya saing nasional,” jelasnya.

Dari sisi pasar, ruang pembiayaan juga masih sangat terbuka. Menurut data OECD (2025) dan Asian Development Bank (ADB), porsi obligasi korporasi di Indonesia baru sekitar 2,5-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Thailand, Korea, maupun Jepang, sehingga menunjukkan adanya potensi besar untuk memperdalam pasar keuangan domestik.

Menariknya, beberapa laporan menyebut bahwa Patriot Bond sudah mengalami oversubscribe bahkan sebelum proses bookbuilding selesai. Salah satu konglomerasi besar seperti Djarum tercatat berada di daftar penawar teratas, meski detail angkanya belum dikonfirmasi. Antusiasme ini menjadi sinyal bahwa kalangan usaha besar melihat Patriot Bond bukan sekadar kewajiban patriotik, tetapi juga peluang investasi strategis.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |