Trump Tarik Visa Tenaga Kerja Asing Rp 1,6 Miliar, India Paling Terdampak

1 month ago 27

Liputan6.com, Jakarta - Sabtu malam di sebuah bar di Pittsburgh berubah mencekam bagi Shubra Singh. Bukan karena keributan, melainkan kabar mengejutkan dari Gedung Putih.

Saat sedang makan malam, ia dan delapan temannya, sesama profesional teknologi asal India dengan visa H-1B, mendadak panik. Mata mereka terpaku pada layar ponsel, memantau kabar terbaru tentang kenaikan biaya visa H-1B untuk para pekerja asing, yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump.

"Keluarga kami di India terus-menerus mengirim berbagai artikel tentang situasi H-1B," kata Singh, seorang profesional bioteknologi yang sedang dalam perjalanan dinas di AS, dikutip dari CNBC, Selasa (23/9/2025).

Kondisi ini memang paling banyak dirasakan oleh warga negara India.

Data menunjukkan, 71% pemegang visa H-1B di AS adalah warga negara India, diikuti oleh China dengan 11,7%.

Kenaikan biaya visa H-1B menjadi USD 100.000 atau kurang lebih Rp 1,66 miliar (estimasi kurs Rp 16.639 per USD) seperti yang diumumkan Trump, membuat pekerjaan mereka di AS kini diselimuti ketidakpastian.

Hubungan AS-India memanas setelah Washington menerapkan tarif tambahan pada ekspor India. Keputusan ini diambil sebagai respons atas kebijakan New Delhi yang terus membeli minyak dari Rusia.

Di sisi lain, saham perusahaan IT di India merosot tajam pada Senin lalu. Hal ini terjadi setelah AS mengumumkan rencana kenaikan biaya visa kerja bagi karyawan asing yang masuk ke negara tersebut.

Dampak Nyata di Bursa Saham India

Kabar ini juga langsung menggerus pasar saham di India. Saham-saham perusahaan teknologi India anjlok pada hari Senin setelah pengumuman tersebut. Langkah ini dianggap akan memukul telak perusahaan-perusahaan yang sangat mengandalkan tenaga ahli dari luar negeri, terutama India dan Tiongkok.

Menurut laporan dari Citi Research, jika biaya visa USD 100.000 ini benar-benar diterapkan, "maka biaya operasional perusahaan layanan IT akan meningkat, yang akan berdampak langsung pada margin keuntungan," tulis mereka.

Laporan tersebut menambahkan bahwa margin perusahaan IT India kemungkinan besar akan terpukul, karena biaya tambahan ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pelanggan.

Investor Merugi, Saham Anjlok

Reaksi pasar terlihat jelas. Investor langsung melepas saham-saham perusahaan outsourcing IT raksasa seperti Infosys, Tech Mahindra, Wipro, HCL Technologies, dan Tata Consultancy Services.

Tak hanya perusahaan besar, perusahaan skala kecil dan menengah juga ikut babak belur. Saham Persistent Systems, Coforge, Mphasis, Firstsource Solutions, dan Cyient merosot antara 1,7% hingga 4,2% pada pukul 06.30 pagi waktu London. Pergerakan saham ini mencerminkan kekhawatiran investor bahwa biaya merekrut pekerja dengan visa H-1B akan meningkat signifikan.

Menurut Ruchi Mukhija dari ICICI Securities, biaya visa yang naik itu bisa menggerus margin keuntungan hingga 100 basis poin dan berdampak sekitar 6% pada laba per saham perusahaan IT India jika mereka tetap merekrut pekerja dengan visa H-1B.

Strategi Baru Perusahaan Teknologi

Para analis memperkirakan, perusahaan IT akan mengubah strategi rekrutmen mereka.

Opsi yang mungkin diambil adalah memindahkan pekerja ke pusat near-shore di Meksiko atau Kanada, mengganti rekrutan visa H-1B dengan warga AS, atau bahkan memindahkan lebih banyak pekerjaan ke pusat-pusat global capability di India.

"Selama bertahun-tahun, kami telah mengurangi ketergantungan pada visa dengan lebih banyak merekrut tenaga lokal, melalui akuisisi, dan kemitraan. Kami telah memiliki staf yang memadai untuk semua kebutuhan klien dan akan beroperasi seperti biasa," ujar perusahaan outsourcing Mphasis dalam pernyataan kepada investor.

Dampak Jangka Panjang: Mahasiswa Hingga Startup

Dampak kebijakan ini diprediksi tidak hanya dirasakan sektor teknologi. Ekonom JPMorgan, Toshi Jain, memperkirakan jumlah remitansi, kiriman uang dari pekerja di AS ke India, akan menurun.

Ia juga memprediksi, jumlah mahasiswa India yang ingin melanjutkan studi di AS akan berkurang, karena biaya visa USD 100.000 itu bisa jadi "pajak" baru untuk mendapatkan pekerjaan di sana setelah lulus.

Prashanth Prakash, seorang mitra di perusahaan modal ventura Accel, sependapat. Namun, ia melihat sisi positifnya. Bakat-bakat terbaik India yang tidak lagi berbondong-bondong ke AS bisa menjadi keuntungan besar bagi ekosistem startup di India.

"Ketidakpastian visa H-1B ini adalah pengingat bahwa India harus menciptakan lebih banyak peluang di mana talenta kelas dunia bisa berkembang tanpa harus meninggalkan kampung halaman," pungkas Apurv Agrawal, salah satu pendiri startup India, SquadStack.ai.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |