Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan ancaman terkait hubungan dagang dengan China. Trump memperingatkan bakal mengenakan tarif lebih tinggi hingga 200 persen jika Negeri Tirai Bambu menahan ekspor logam tanah jarang ke AS.
“Mereka harus memberikan kami logam tanah jarang. Jika tidak, kami akan kenakan tarif 200% atau semacamnya,” kata Trump kepada wartawan usai bertemu Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung di Gedung Putih, dikutip dari CNBC, Selasa(26/8/2025).
Trump juga menyinggung soal suku cadang pesawat yang menjadi daya ungkit utama bagi Washington dalam menghadapi dominasi China atas komoditas strategis tersebut.
“Sebanyak 200 pesawat mereka tidak bisa terbang karena kami sengaja menahan pasokan suku cadang Boeing, lantaran mereka tidak memberikan tanah jarang kepada kami,” tegasnya.
Saat ini, Pesawat Boeing tengah berupaya menuntaskan kesepakatan penjualan hingga 500 unit pesawat ke China. Kedua pihak masih menyelesaikan detail kontrak, mulai dari tipe jet, model, hingga jadwal pengiriman.
Kontrak ini bisa menjadi bagian penting dalam paket kesepakatan dagang AS-China.
Ancaman Trump Hanya "Gertakan"
Pernyataan Trump muncul di tengah pulihnya ekspor logam tanah jarang China ke level sebelum diberlakukannya pembatasan pada April lalu.
Berdasarkan data pemerintah terbaru, pengiriman magnet ke AS melonjak tujuh kali lipat atau 660 persen pada Juni dibanding bulan sebelumnya. Angka tersebut kembali naik 76 persen pada Juli.
China menguasai sekitar 90 persen produksi magnet tanah jarang dunia, sekaligus mendominasi proses pemurnian mineral penting yang menjadi bahan bakunya. Kondisi ini memberi Beijing posisi tawar kuat dalam negosiasi dagang, mengingat AS sangat bergantung pada pasokan magnet tanah jarang untuk sektor manufaktur, khususnya otomotif, elektronik, hingga energi terbarukan.
Henry Wang, pendiri sekaligus presiden Center for China & Globalization, menilai pernyataan Trump tak lebih dari strategi retorika untuk mendorong kerja sama dagang dengan Beijing.
“Dia hanya menggertak. Trump selalu bicara besar soal tarif atau hukuman, tapi jangan sampai kita terpancing. Ujian sesungguhnya ada pada implementasi kesepakatan kedua pihak,” ujar Wang, yang juga mantan penasihat Dewan Negara China.
Pada Juni lalu, Washington dan Beijing telah mencapai kerangka kesepakatan dagang yang mencakup pelonggaran kontrol ekspor tanah jarang dari China serta pengurangan sebagian pembatasan teknologi Amerika terhadap pengiriman ke China.
Kedua negara juga sepakat memangkas tarif barang masing-masing ke level sekitar 55 persen untuk AS dan 32 persen untuk China. Gencatan dagang sementara ini dijadwalkan berakhir pertengahan November.
Kedutaan Besar China di AS belum memberikan tanggapan saat dimintai komentar CNBC terkait ancaman Trump tersebut.
Negosiator China
Harian Wall Street Journal melaporkan bahwa negosiator senior China, Li Chenggang, akan bertolak ke Washington pekan ini. Ia dijadwalkan bertemu Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer dan sejumlah pejabat senior Departemen Keuangan.
Menurut Alfredo Montufar-Helu, Managing Director di firma konsultan GreenPoint, masa depan gencatan dagang kedua negara bakal sangat ditentukan oleh intensitas komunikasi bilateral.
“Pertemuan Li di Washington bisa menjadi landasan negosiasi tingkat tinggi berikutnya serta membuka jalan bagi solusi jangka panjang untuk meredakan ketegangan,” pungkasnya.