Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam China dengan tarif tambahan sebesar 50% untuk barang-barang yang diimpor ke AS jika China tidak menarik tindakan balasan.
Berbicara di Gedung Putih pada hari Senin, presiden AS Donald Trump juga mengatakan bahwa ia tidak akan mempertimbangkan penangguhan tarif untuk memberikan waktu negara lain melakukan negosiasi.
"Kami tidak mempertimbangkan itu. Kami memiliki banyak, banyak negara yang akan berunding dengan kami, dan akan ada kesepakatan yang adil," katanya dikutip dari BBC, Selasa (8/4/2025).
Trump menegaskan kembali ancamannya untuk mengenakan bea masuk sebesar 50% atas barang-barang China jika Pemerintah Beijing tidak menarik kembali rencana tarif balasannya pada hari Selasa. Jika diberlakukan, perusahaan-perusahaan AS yang membawa barang-barang tertentu dari China dapat menghadapi pajak sebesar 104%.
Dalam sebuah posting di platform media sosialnya, Truth Social, Trump mengatakan ia akan memberlakukan tarif tambahan kecuali China menarik kembali tarif balasannya sebesar 34% atas barang-barang AS, yang diumumkannya pada hari Jumat.
Trump mengatakan Rabu lalu bahwa ia akan mengenakan pajak sebesar 34% atas impor dari China sebagai bagian dari "Hari Pembebasan" yang memberlakukan pungutan minimum 10% atas hampir semua mitra dagang AS.
Jika ia benar-benar mengenakannya, perusahaan-perusahaan AS akan membayar tarif total sebesar 104% atas impor dari China, karena tarif tersebut merupakan tambahan dari tarif 20% yang telah diberlakukan pada Maret dan tarif 34% yang diumumkan minggu lalu.
Trump mengatakan China telah memperkenalkan tindakan balasannya meskipun dirinya telah memperingatkan bahwa negara mana pun yang membalas AS dengan memberlakukan tarif tambahan akan segera dikenakan Tarif baru yang jauh lebih tinggi.
China membalas, dengan mengatakan bahwa memberi tekanan atau mengancam China bukanlah cara yang tepat.
"Langkah hegemoni AS atas nama timbal balik melayani kepentingan egoisnya dengan mengorbankan kepentingan sah negara lain dan mengutamakan Amerika daripada aturan internasional," kata juru bicara Kedutaan Besar China Liu Pengyu dalam sebuah pernyataan.
"Ini adalah langkah khas unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi."