Tarif Impor AS Jadi Tekanan Baru, OJK Minta Lembaga Keuangan Waspada Risiko Global

6 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyoroti dampak serius dari kebijakan tarif impor terbaru yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, OJK meminta seluruh lembaga jasa keuangan untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan asesmen berkala terhadap dampak lanjutan dari ketegangan global. Penilaian risiko yang tepat dan cepat dianggap penting agar industri keuangan tidak terlambat mengambil langkah mitigasi.

"OJK juga meminta lembaga Jasa Keuangan untuk meneruskan dan melakukan assesment atas perkembangan terkini dan melakukan assesment lanjutan, sehingga diharapkan mampu mengambil langkah antisipatif untuk memitigasi potensi peningkatan resiko," kata Mahendra dalam Konferensi Pers RDKB Juni 2025, Selasa (8/7/2025).

Mahendra menjelaskan bahwa lembaga keuangan harus lebih proaktif dalam membaca situasi, terutama dalam menilai potensi peningkatan kredit bermasalah di tengah gejolak ekonomi global.

Selain itu, Mahendra menegaskan bahwa OJK akan terus melakukan pemantauan secara ketat terhadap perkembangan geopolitik dunia dan dampaknya terhadap pasar keuangan domestik. Langkah ini bagian dari komitmen OJK dalam menjaga kepercayaan investor dan ketahanan industri keuangan.

"OJK mencermati dan melakukan asesment berkala terhadap perkembangan kondisi geopolitik global, yang berpotensi meningkatkan volatilitas pasar keuangan dan tentunya kinerja debitur sektor riil yang memiliki eksposur terhadap resiko terkait," jelasnya.

Dampak Penerapan Tarif Impor AS Terhadap RI

Lebih lanjut, Mahendra menyampaikan bahwa keputusan penerapan tarif impor sebesar 32% berpotensi menekan kinerja ekspor nasional, terutama produk-produk unggulan yang selama ini menjadi andalan di pasar global.

Kebijakan tarif tersebut hadir di tengah upaya pemulihan ekonomi global yang masih dibayangi oleh ketegangan geopolitik, seperti konflik di Timur Tengah. Kombinasi tekanan eksternal ini menimbulkan risiko berlapis bagi perekonomian nasional yang sangat bergantung pada ekspor sektor-sektor strategis.

"Ketidakpastian perdagangan utamanya Amerika Serikat dan Tiongkok sedikit menurun setelah tercapainya kerangka dagang kedua negara. Meskipun kita melihat pada perkembangan hari ini keputusan Amerika Serikat berkaitan dengan tingkat tarif kepada sejumlah negara-negara lain termasuk Indonesia," ujarnya.

Penguatan Ekspor Non-Komoditas Jadi Kunci Bertahan

Di sisi lain, data menunjukkan bahwa ekspor Indonesia mulai bergeser dari ketergantungan pada sektor tambang dan komoditas ke sektor pertanian dan manufaktur. Perubahan ini, menurut Mahendra, merupakan sinyal positif yang perlu diperkuat di tengah tekanan tarif dan perlambatan global.

Dalam tiga bulan terakhir, ekspor produk pertanian dan manufaktur menunjukkan pertumbuhan yang stabil. Hal ini berhasil menahan pelemahan neraca perdagangan Indonesia yang sempat tertekan.

"Kinerja ekspor menunjukkan perbaikan terutama didorong oleh pertumbuhan positif pada ekspor produk pertanian dan manufaktur dalam 3 bulan terakhir. Peningkatan ini berhasil mengimbangi penurunan yang terjadi pada ekspor produk pertambangan dan komoditas lainnya," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |