Sektor Ini jadi Penyumbang Emisi Terbesar Dunia

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Sektor hutan, lahan dan pertanian (Forest, Land and Agriculture (FLAG)) merupakan penyumbang emisi terbesar dunia, setelah energi dan industri dengan menyumbang 22% emisi gas rumah kaca. Namun demikian sektor FLAG merupakan salah satu sektor yang paling terdampak oleh perubahan iklim. 

Kesadaran akan perubahan iklim ini diwujudkan dengan bergabungnya perusahaan sektor FLAG ke dalam inisiatif global yang membantu perusahaan, atau suatu lembaga untuk menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca yang didasarkan pada sains dan bukti ilmiah yang mendukung target tersebut. 

Inisiatif Target Berbasis Sains (SBTi) adalah salah satu inisiatif global yang dipercaya oleh sektor korporasi untuk membantu mereka menetapkan standar, perangkat dan panduan yang memungkinkan perusahaan menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Lebih dari 4.000 perusahaan dari seluruh dunia telah bergabung dengan SBTi. Di Indonesia, salah satu perusahaan FLAG yang bergabung dengan organisasi ini adalah Tunas Sawa Erma (TSE) Group. Dengan menggandeng SBTi, TSE Group sejak 2023 memperkokoh komitmen kontribusi dalam upaya global mencapai zero emissions sampai dengan 2050.

TSE Group sendiri merupakan gabungan perusahaan antara lain PT Tunas Sawa Erma, PT Berkat Cipta Abadi, PT Papua Agro Lestari, dan PT Gelora Mandiri Membangun. Ketiga perusahaan pertama beroperasi di Provinsi Papua Selatan, sedangkan PT Gelora Mandiri Membangun beroperasi di Provinsi Maluku Utara.

Direktur TSE Group, Luwy Leunufna menjelaskan bahwa saat ini TSE Group sudah membuat target kapan perusahaan akan membangun Biogas Power Plant yang rencananya akan dibangun bertahap di lima lokasi, secara bertahap menggunakan electric vehicle (EV), penggantian dari menggunakan biodiesel ke tenaga biogas dan solar panel serta penggantian pupuk kimia ke organik.

“Itu semua akan kita lakukan secara bertahap tapi konsisten. Kita berharap 2040 sudah mulai bisa terlihat hasilnya TSE bisa mencapai Net Zero Emissions,” ujar Luwy.

Roadmap yang telah disusun TSE Group untuk mencapai Net Zero Emissions 2050, kini telah mencapai babak baru lewat disetujuinya oleh pihak SBTi pada Kamis (13/2) lalu. 

Promosi 1

Target Jangka Panjang

Dalam websitenya, SBTi mencantumkan komitmen target jangka panjang dan pendek TSE Group. “Target jangka pendeknya mencakup mengurangi emisi GRK lingkup 1 dan 2 absolut sebesar 58,8% pada tahun 2034 dari tahun 2022, mengurangi cakupan absolut 3 Emisi GRK 35% dalam jangka waktu yang sama,” bunyi isi website SBTi. 

Tunas Sawa Erma Group berkomitmen untuk tidak melakukan deforestasi di seluruh komoditas utamanya. Sementara untuk jangka panjang TSE Group berkomitmen untuk: mengurangi emisi Gas Rumah Kaca lingkup absolut 1, 2 dan 3 sebesar 90% pada tahun 2050. 

Keikutsertaan TSE Group dengan SBTi merupakan langkah besar untuk mencegah perubahan iklim. SBTi memberikan panduan yang jelas bagi perusahaan dan organisasi untuk merumuskan target emisi yang realistis dan berbasis sains. Inisiatif ini juga mendorong transparansi dan akuntabilitas, serta memungkinkan pemantauan kemajuan dalam pencapaian target tersebut.

Intip Manfaat Ganda Perdagangan Karbon bagi Indonesia

Sebelumnya, komisi XII DPR menyebut mengapresiasi langkah-langkah Kementerian Lingkungan Hidup dalam mengupayakan percepatan perdagangan karbon di Indonesia untuk mengakselerasi pencapaian target nilai ekonomi karbon (NEK) di Indonesia.

"Perdagangan karbon ini adalah lini yang potensial di Indonesia. Selain memberikan dampak ekonomi, ini juga menjadi ikhtiar penting untuk mengurangi emisi karbon," kata Anggota Komisi XII DPR RI Gandung Pardiman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, 27 Februari 2026.

Untuk mendukung upaya percepatan tersebut, menurut Gandung, diperlukan regulasi demi menstimulus penerapannya. Selain itu, sosialisasi, terutama kepada dunia industri yang banyak menghasilkan emisi karbon, menjadi sangat penting.

Politikus Partai Golkar itu menilai Indonesia sudah cukup maju dalam hal perdagangan karbon terutama karena Indonesia sudah sudah memiliki bursa karbon. "Selain optimalisasi perdagangan karbon, kita juga mendorong implementasi teknologi CCS (carbon capture storage)," ujarnya.

"Dengan penerapan CCS di beberapa industri, upaya mengurangi emisi karbon akan makin mudah, sehingga target mengurangi emisi karbon yang juga jadi komitmen Presiden Prabowo Subianto bisa tercapai secara paralel dengan juga melakukan transisi ke energi bersih di sisi lain," legislator dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta itu menambahkan.

Kementerian Lingkungan Hidup, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Selasa, memaparkan delapan upaya percepatan perdagangan karbon untuk mengakselerasi pencapaian target nilai ekonomi karbon.

Upaya pertama, sebagaimana disampaikan oleh Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LH Ary Sudijanto, akselerasi implementasi pencapaian target dokumen iklim enhanced national determined contribution (NDC) dan NEK dalam tataran operasional untuk mencapai persetujuan layanan level para pemangku kepentingan atau multistakeholder.

Peningkatan Edukasi dan Literasi

Upaya kedua ialah peningkatan edukasi dan literasi publik tentang ekosistem karbon yang berintegritas melalui sosialisasi kepada pemangku kepentingan.

Ketiga, melakukan diskusi potensi dan kolaborasi pengembangan ekosistem perdagangan karbon Indonesia dengan para asosiasi, mitra, Badan Standardisasi Nasional (BSN)/Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan lembaga validasi dan verifikasi skema NEK,” ujar dia.

Keempat, penyiapan dan percepatan penyusunan peta jalan perdagangan karbon pada masing-masing sektor atau sub-sektor sesuai dengan NDC, kelima, penyiapan kebijakan dalam percepatan perdagangan karbon, antara lain terkait infrastruktur, bursa karbon, Sistem Registri Nasional (SRN) yang lebih kokoh, serta mekanisme pendukung lainnya seperti mutual recognition agreement/MRA.

Keenam, pengembangan metodologi penghitungan pengurangan emisi dan/atau peningkatan serapan gas rumah kaca (GRK).

Ketujuh, peningkatan Lembaga Validasi dan Verifikasi (LVV) independen yang terakreditasi KAN sehingga dapat diakui baik di nasional maupun internasional.

Kedelapan, peningkatan kerja sama kolaboratif dan inklusif untuk memastikan keseimbangan antara upaya mencapai target emisi nol karbon dengan pertumbuhan ekonomi. 

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |