Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belum mampu bangkit pada Kamis, (23/10/2025). Analis menilai, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS didorong langkah Bank Indonesia (BI) tahan suku bunga.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis sore turun 44 poin atau 0,27% menjadi 16.629 per dolar AS dari sebelumnya 16.585 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia pada Kamis pekan ini merosot ke posisi 16.645 per dolar AS dari sebelumnya 16.617 per dolar AS.
Analis Bank Woori Saudara Rully Nova menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibayangi dampak dari Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga.
“Pelaku pasar asing masih dalam tren jual obligasi negara, dampak dari bunga acuan BI yang ditahan tidak turun,” kata dia seperti dikutip dari Antara.
Dia menilai, tren obligasi negara yang bullish masih diminati oleh pelaku asing karena spread bunga tetap kompetitif.
Di sisi lain, suku bunga BI yang tidak berubah memberikan dampak terhadap penjualan obligasi, terutama tenor lima tahun. “Namun, hanya sesaat pelaku asing kembali mengoleksinya, sehingga yield naik tipis,” ujar Rully.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Oktober 2025 yang berlangsung pada Selasa, 21 Oktober 2025 dan Rabu ini memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate tetap berada pada level 4,75 persen.
Suku bunga deposit facility diputuskan untuk tetap pada level 3,75 persen. Begitu pula suku bunga lending facility yang diputuskan untuk tetap pada level 5,5 persen.
Rully mengatakan, keputusan BI menahan suku bunga disebabkan adanya tekanan dari eksternal terhadap rupiah masih tinggi di tengah ketidakpastian perang tarif AS-China.
Selain itu, shutdown pemerintah AS yang sudah berjalan mendekati satu bulan berakibat pada minimnya rilis data ekonomi, sehingga sulit bagi The Fed mengambil keputusan mengenai suku bunga.
Pembukaan Rupiah 23 Oktober 2025
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lesu pada perdagangan Kamis, (23/10/2025). Hal ini seiring investor berhati-hati melihat sentimen global menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun 35 poin atau 0,21% menjadi 16.620 per dolar AS dari sebelumnya 16.585 per dolar AS.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan, pelemahan rupiah ini karena sikap hati-hati investor melihat sentimen global menjelang rilis data inflasi AS yang dijadwalkan pada Jumat, 24 Oktober 2025. Akan tetapi, keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI-rate membuat pelemahan nilai tukar rupiah cenderung bertahan.
Dia menuturkan, selama arus portofolio masih belum konsisten berbalik masuk, ruang penguatan akan cenderung bertahap dan sewaktu-waktu diuji ulang oleh sentimen global.
“Dampaknya bagi rupiah dalam jangka pendek adalah stabilisasi dengan volatilitas yang lebih kecil. BI-Rate yang tetap, intervensi valas yang aktif, serta dukungan pasokan dari eksportir cenderung menahan pelemahan rupiah dan membuka peluang penguatan tipis seperti yang kita lihat kemarin,” kata Josua.
BI Tahan Suku Bunga
Adapun Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Oktober 2025 yang berlangsung pada Selasa, 21 Oktober dan Rabu, 22 Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate tetap berada pada level 4,75%.
Suku bunga deposit facility diputuskan untuk tetap pada level 3,75 persen. Begitu pula suku bunga lending facility yang diputuskan untuk tetap pada level 5,5 persen.
Josua menuturkan, alasan BI menahan suku bunga dapat dilihat dari sisi mikro dan makro.
Untuk sisi makro, inflasi 2025–2026 diprakirakan tetap dalam sasaran 2,5 persen plus-minus 1 persen, sehingga ruang pelonggaran tetap ada, tetapi stabilitas nilai tukar dinilai prioritas di tengah ketidakpastian global.
Meninjau dari sisi mikro, transmisi penurunan suku bunga ke perbankan masih lambat. Kendati BI-Rate sudah turun 150 bps sejak September 2024, suku bunga deposito satu bulan baru turun ke 4,52 persen dan suku bunga kredit agregat 9,05 persen pada September. Hal ini di antaranya disebabkan porsi deposito berimbal hasil khusus pada nasabah besar masih tinggi.
Langkah Baru BI
BI memilih menunggu sembari mempercepat transmisi lewat operasi moneter dan kebijakan makroprudensial, alih-alih memangkas suku bunga kebijakan sekarang.
Sebagai penguat transmisi, BI memperkenalkan insentif Likuiditas Makroprudensial berbasis kinerja dan berorientasi ke depan yang efektif 1 Desember 2025.
Skema tersebut memberi ruang insentif likuiditas hingga 5,5 persen dari dana pihak ketiga, yang terdiri dari maksimal 5 persen untuk percepatan penyaluran kredit ke sektor prioritas, serta hingga 0,5 persen untuk kecepatan penyesuaian suku bunga kredit baru mengikuti arah BI-Rate.
“Sektor yang didorong mencakup pertanian-industri-hilirisasi, jasa termasuk ekonomi kreatif, konstruksi-perumahan, serta UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan pembiayaan hijau. Kebijakan ini mempercepat turunnya harga kredit tanpa mengorbankan stabilitas rupiah,” kata Josua.