Ray Dalio: Lonjakan Utang AS Bikin Ekonomi Global Makin Berat

7 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Pendiri Bridgewater Associates. Ray Dalio mengingatkan bahwa lonjakan utang AS dapat menimbulkan dampak yang berat pada ekonomi global.

Ini merupakan peringatan terbaru dari serangkaian peringatan keras terkait utang Amerika yang meningkat dari miliarder dana lindung nilai AS, dengan utang nasional negara itu saat ini mencapai lebih dari USD 36,2 triliun.

"Hal pertama adalah masalah utang, kami memiliki masalah permintaan-penawaran yang sangat parah," ujar Dalio, dikutip dari CNBC International, Rabu (12/3/2025).

"(AS harus) menjual sejumlah utang yang tidak akan mau dibeli oleh dunia,” ucap Dalio dalam wawancara dengan CNBC di CONVERGE LIVE di Singapura.

Menurut Dalio, defisit AS perlu berubah dari tingkat yang diproyeksikan sebesar 7,2% dari produk domestik bruto negara itu menjadi sekitar 3% dari PDB.

"Itu masalah besar. Anda akan melihat perkembangan yang mengejutkan dalam hal bagaimana hal itu akan ditangani,” imbuhnya.

Ketika ditanya apakah masalah utang AS dapat menyebabkan periode penghematan, Dalio mengatakan masalah tersebut dapat mengakibatkan restrukturisasi utang, AS memberikan tekanan pada negara lain untuk membeli utang, atau bahkan menghentikan pembayaran ke beberapa negara kreditor.

“Sama seperti kita melihat pergeseran politik dan geopolitik yang tampaknya tak terbayangkan bagi kebanyakan orang, jika Anda melihat sejarah, Anda akan melihat hal-hal ini berulang terus-menerus,” ucapnya.

"Kita akan terkejut dengan beberapa perkembangan yang tampaknya sama mengejutkannya dengan perkembangan yang telah kita lihat,” pungkas Dalio.

Promosi 1

Ekonom: Tarif Impor Tak Bikin Amerika Serikat Resesi

Volatilitas pasar global dan turbulensi geopolitik setelah kembalinya Presiden Donald Trump ke Gedung Putih memicu kekhawatiran adanya risiko resesi pada ekonomi Amerika Serikat.

Tetapi ekonom menilai bahwa penurunan besar pada ekonomi AS belum akan terjadi dalam waktu dekat.

"Saya tidak berpikir kita akan berbicara tentang resesi AS. Ekonomi AS tangguh, menurut saya, sebagian besar terlepas dari Donald Trump," kata Holger Schmieding, kepala ekonom di Berenberg Bank, dikutip dari CNBC International, Selasa (11/3/2025).

Schmieding juga optimis konsumen AS masih memiliki daya beli yang kuat.

"Pasar tenaga kerja di AS tetap cukup kuat, dan dengan harga energi yang turun sedikit dan mungkin beberapa pemotongan pajak dan deregulasi yang akan datang, saya tidak berpikir ada risiko resesi yang akan segera terjadi," beber Schmieding.

Namun untuk jangka panjang, Schmieding tidak mengesampingkan kemungkinan tren pertumbuhan AS melemah, yaitu pertumbuhan di tahun-tahun setelah 2026.

Pekan lalu, Unit Intelijen Pasar AS di JPMorgan mencatat bahwa ekonomi AS memasuki periode ketidakpastian akibat sifat tarif yang tidak dapat diprediksi. Para analis JPMorgan mengatakan mereka mengambil posisi "bearish" pada saham AS, memperkirakan pasar akan melihat lebih banyak volatilitas dan pertumbuhan AS berpotensi menurun.

"Kita telah melihat dampak negatif dari ketidakpastian kebijakan/perdagangan terhadap pengeluaran rumah tangga dan perusahaan, jadi tampaknya kita akan melihat besarnya dampak yang lebih besar selama bulan depan. Perhatikan tingkat pengangguran, PHK, pemberitahuan WARN, dll. Jika kita mulai melihat tingkat pengangguran meningkat dengan cepat, maka kemungkinan besar hal itu akan mendorong pasar kembali ke 'Buku Pegangan Resesi," jelas JPMorgan.

The Fed Keluarkan Sikap Wait and See

Ekonom dan pengusaha juga memperingatkan bahwa investasi, lapangan kerja, dan pertumbuhan dapat terganggu, karena konsumen mengencangkan ikat pinggang dan berdiam diri untuk menunggu periode ketidakpastian ekonomi dan potensi "stagflasi" yang ditandai oleh inflasi tinggi dan angka pengangguran yang tinggi.

Kondisi tersebut dikhawatirkan memberi tekanan pada The Fed untuk mempertahankan suku bunga, daripada memangkas dari suku bunga acuan mereka saat ini dalam kisaran antara 4,25%-4,5%, dalam upaya untuk mendorong ekonomi.

Ketua The Fed Jerome Powell pada hari Jumat mengatakan bahwa bank sentral AS masih menunggu untuk melihat bagaimana tindakan kebijakan agresif Trump berjalan sebelum bergerak lagi pada suku bunga.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |