Pendapatan Avatar: Fire and Ash Melempem, Jauh di Bawah Ekspektasi

1 hour ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Film terbaru Disney yaitu Avatar, “Avatar: Fire and Ash”, mulai dtayangkan di bioskop dengan performa yang lebih lemah dari perkiraan. Hasil ini memicu kekhawatiran pelaku industri mengenai daya tarik lanjutan waralaba film terlaris sepanjang masa tersebut.

Dilansir dari CNBC, Senin (22/12/205), pada akhir pekan pembukaan di Amerika Serikat (AS), film karya sutradara kawakan James Cameron ini hanya mampu meraup pendapatan sebesar USD 88 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun (estimasi kurs Rp 16.775 per USD) jauh di bawah proyeksi analis yang sebelumnya memperkirakan debut domestik berada di kisaran USD 110 juta hingga 125 juta, sekitar Rp 1,8 triliun hingga Rp 2 triliun.

Capaian tersebut juga tertinggal dibandingkan film pendahulunya, “Avatar: The Way of Water” (2022), yang berhasil mengumpulkan USD 134 juta, sekitar Rp 2,2 triliun pada periode pembukaan tiga hari yang sama.

Data dari EntTelligence menunjukkan bahwa sekitar 5,2 juta penonton domestik menonton “Fire and Ash” pada akhir pekan pembukaan. Angka ini turun tajam dibandingkan 8,7 juta penonton yang hadir saat pembukaan “The Way of Water” pada 2022.

Lemahnya performa awal “Fire and Ash” menandai tantangan baru bagi Disney di tengah persaingan ketat industri perfilman global serta perubahan perilaku penonton pascapandemi.

Meski demikian, secara global film ini masih menunjukkan daya tarik yang relatif kuat. Di pasar internasional, “Avatar: Fire and Ash” membukukan pendapatan sekitar USD 257 juta, sekitar Rp 4,3 triliun sehingga total pendapatan pembukaan globalnya mencapai USD 345 juta, sekitar Rp 5,7 triliun.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kekuatan utama franchise Avatar tetap berada di luar pasar domestik, terutama di negara-negara dengan minat tinggi terhadap format layar lebar dan teknologi visual mutakhir.

Durasi Panjang dan Minim Inovasi Jadi Tantangan

Sejumlah analis box office menilai performa domestik yang kurang menggembirakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah durasi film yang melampaui tiga jam, yang membatasi jumlah penayangan per layar setiap harinya.

Selain itu, permintaan tertahan (pent-up demand) untuk film ketiga Avatar dinilai lebih rendah dibandingkan “The Way of Water”, yang dirilis lebih dari satu dekade setelah film pertama Avatar pada 2009.

Beberapa kritikus juga menyoroti bahwa “Fire and Ash” dinilai memiliki inovasi teknologi yang lebih terbatas, berbeda dengan film-film Avatar sebelumnya yang dikenal sebagai pelopor terobosan visual dan teknologi sinema.

Avatar Dikenal Bertumbuh Perlahan

Meski pembukaan film ketiga ini mengecewakan, sejarah menunjukkan bahwa franchise Avatar bukanlah tipe film yang langsung melejit di pekan pertama. Film pertama “Avatar” (2009) hanya meraup USD 77 juta, sekitar Rp 1,2 triliun pada akhir pekan pembukaannya di AS.

Namun, “Avatar” (2009) bertahan hampir satu tahun di bioskop dan akhirnya mengoleksi USD 2,7 miliar, sekitar Rp 45 triliun secara global. Dengan penayangan ulang, total pendapatannya kini mencapai USD 2,9 miliar, sekitar Rp 48 triliun menurut Comscore.

Sementara itu, “The Way of Water” tayang selama 23 minggu di bioskop dan mengumpulkan pendapatan global sekitar USD 2,3 miliar, sekitar Rp 38 triliun.

“Dengan kurang dari dua minggu tersisa di tahun box office, tekanan pada ‘Avatar: Fire And Ash’ untuk memberikan hasil yang besar sangat intens dan meskipun film tersebut mungkin sedikit di bawah proyeksi akhir pekan pembukaan sebelum rilis, film-film Avatar selalu dikenal karena lintasan box office-nya yang panjang,” kata Paul Dergarabedian, kepala tren pasar di Comscore.

Layar Premium dan Pasar Internasional Jadi Andalan

Menurut Disney, sekitar 66 persen pendapatan akhir pekan pembukaan “Fire and Ash” berasal dari penayangan format premium, seperti IMAX, Dolby Cinema, dan 3D. Meskipun format 3D mulai kehilangan pamor di pasar domestik, minat penonton internasional—terutama di Tiongkok—masih sangat tinggi.

Sebagian besar pendapatan film Avatar secara historis memang berasal dari luar Amerika Serikat. Film pertama Avatar, misalnya, mengantongi USD 2,08 miliar, sekitar Rp 34 triliun dari pasar internasional.

Kepala analis tren pasar Comscore, Paul Dergarabedian, menegaskan bahwa tekanan terhadap performa “Avatar: Fire and Ash” sangat besar menjelang akhir tahun box office. Namun ia menilai film ini masih berpotensi bangkit.

“Film-film Avatar selalu dikenal memiliki lintasan box office yang panjang. Meski pembukaan sedikit di bawah ekspektasi, perjalanan film ini masih jauh dari selesai,” ujarnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |