Pemerintah Tegaskan Kayu yang Diperdagangkan Indonesia Legal

15 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan kembali komitmen penegakan tata kelola hutan yang adil, transparan, dan berkelanjutan dengan memastikan bahwa setiap kayu yang dihasilkan dan diperdagangkan dari Indonesia adalah legal, lestari, dan terverifikasi.

Pemanfaatan hasil hutan kayu di Indonesia sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan kerangka hukum yang ketat, yaitu melalui skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Perhutanan Sosial, dan Hak Pengelolaan di kawasan hutan, serta izin pemanfaatan kayu untuk kegiatan non-kehutanan (PKKNK) di Areal Penggunaan Lain (APL) yang merupakan wilayah berhutan yang tidak ditetapkan sebagai kawasan hutan.

Skema perizinan tersebut mengatur agar setiap kegiatan penyiapan lahan, penanaman hutan, atau pembangunan infrastruktur dilakukan berdasarkan izin resmi disertai dengan kewajiban untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan sosial masyarakat di sekitarnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Laksmi Wijayanti, menegaskan Berdasarkan peraturan perundangan, kayu yang dihasilkan dari PBPH di kawasan hutan maupun dari izin PKKNK di areal penggunaan lain merupakan hasil dari proses legal yang diawasi dan diverifikasi ketat oleh Pemerintah melalui Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK).”

Dalam kebijakan kehutanan Indonesia, makna deforestasi adalah perubahan permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan. Pemanfaatan kayu yang diatur pemerintah adalah justru untuk memastikan karakternya sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources) bisa digunakan secara lestari dan optimal memberikan manfaat.

"Pemerintah sudah melewati berbagai milestones dalam penyempurnaan kebijakan kelestarian dalam pemanfaatan hasil hutan, sekaligus memperkuat pengawasan dan mitigasi risiko-risiko negatifnya. Penyempurnaan tata kelola hutan secara terus menerus hingga kini masih menjadi kerangka dasar seluruh kebijakan, strategi, dan prioritas program kehutanan Indonesia," lanjut Laksmi

Promosi 1

Pembukaan Hutan

Kegiatan pembukaan hutan tidak bisa seluruhnya otomatis dikategorikan sebagai deforestasi dan berimplikasi ilegal. Pemerintah memberikan perbedaan antara deforestasi yang dilakukan tanpa izin sah, dan kemudian menimbulkan kerusakan lingkungan, dengan proses pembukaan lahan yang telah melalui mekanisme perizinan resmi sebagai bagian dari rencana pembangunan yang telah disetujui, seperti hutan tanaman, pembangunan fasilitas umum, atau pemanfaatan kawasan hutan untuk kepentingan nasional.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi mewajibkan pengelolaan hutan berdasarkan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari (PHL).

Setiap pemegang izin PBPH wajib melaksanakan kegiatan penanaman kembali, konservasi keanekaragaman hayati, serta pelibatan masyarakat sekitar hutan.

“Pembukaan lahan pada areal PBPH Hutan Tanaman dan PKKNK merupakan bagian dari proses pengelolaan lanskap yang legal dan terukur. Dalam konteks PBPH Hutan Tanaman, kegiatan tersebut diikuti oleh penanaman kembali (reforestasi) sehingga fungsi hutan tetap terjaga dalam siklus pengelolaan yang berkelanjutan," kata Laksmi.

Dari kegiatan penyiapan lahan di bawah izin PBPH maupun PKKNK, dihasilkan kayu yang disebut kayu konversi atau kayu hasil land clearing. Kayu ini diakui sebagai hasil legal sepanjang berasal dari pemegang izin yang sah dan diproses melalui sistem SVLK.

Kayu yang Beredar

Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH), Erwan Sudaryanto menyatakan, seluruh kayu yang beredar dari kegiatan berizin harus memiliki dokumen yang terverifikasi dalam skema SVLK.

"Sistem ini bukan hanya memastikan legalitas, tetapi juga menjamin bahwa setiap proses produksi dan perdagangan kayu memperhatikan prinsip kelestarian dan keterlacakan (traceability). Indonesia menjadi salah satu negara dengan sistem verifikasi kayu paling transparan di dunia," tuturnya.

Dia menambahkan bahwa SVLK terus diperkuat agar selaras dengan perkembangan regulasi global, termasuk kebijakan-kebijakan terkait perdagangan bebas deforestasi, tanpa mengabaikan keadilan bagi pelaku usaha di dalam negeri dan masyarakat yang menggantungkan kehidupannya dari pemanfaatan hasil hutan.

"Di tingkat operasional, kegiatan penebangan kayu terdata mulai dari titik lokasinya, ukuran volume panen dan konsistensinya saat berjalan dalam rangkaian rantai pengolahan hulu hilir, ketentuan kewajiban penanaman kembali, dan pemulihan ekosistemnya," ungkap dia.

Inisiatif Pengawasan Publik

Di era keterbukaan informasi, Pemerintah menyambut baik inisiatif pengawasan publik dan terus menyempurnakan sistem informasi dan infrastruktur enabling-nya. Program digitalisasi adalah langkah penguatan keterbukaan data dan akuntabilitas pelaporannya.

Kolaborasi pengawasan dengan lembaga independen, masyarakat sipil, dan mitra internasional untuk memastikan kredibilitas sistem nasional dalam mengelola dan menelusuri asal-usul kayu terus didorong untuk mengoptimalkan penaatan dan penegakan hukum.

“Kita ingin publik dan mitra dagang internasional memiliki keyakinan bahwa kayu Indonesia berasal dari sumber yang legal, lestari, dan diverifikasi secara transparan. Sistem ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia tidak hanya mengekspor produk kayu, tetapi juga mengekspor nilai-nilai keberlanjutan," ujarnya.

Pemerintah Republik Indonesia, lanjut dia, berkomitmen menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Dengan dukungan masyarakat, pelaku usaha, dan mitra internasional, Indonesia akan terus memperkuat sistem tata kelola hutan yang berkeadilan, terbuka, dan berkelanjutan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |