Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Menurutnya, pangsa aset keuangan syariah Indonesia telah mencapai 51,42 persen dari total aset keuangan nasional, dan akan terus ditingkatkan.
"Pangsa aset keuangan syariah yang telah mencapai 51,42 persen, makin akan ditingkatkan. Dan untuk jujur saja, yang banyak menggelembungkan aset itu adalah instrumen keuangan negara. Sukuk di Indonesia didominasi oleh sukuknya negara," kata Sri Mulyani dalam sambutannya di acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah, Rabu (13/8/2025).
Ia mendorong sektor korporasi untuk lebih aktif dalam menerbitkan instrumen keuangan syariah, agar tidak hanya mengandalkan peran negara.
Tanpa keterlibatan swasta, menurutnya, sulit bagi Indonesia untuk menembus radar global sebagai pusat ekonomi syariah.
"Korporasi mungkin perlu untuk didorong lebih banyak lagi. Tanpa itu Indonesia tidak akan menembus pada radar yang cukup tinggi. Baik sukuk lokal maupun global," ujarnya.
Reformasi Regulasi jadi Kunci
Sri Mulyani juga menekankan pentingnya inovasi produk keuangan syariah. Ia menyebut instrumen seperti sukuk hijau (green sukuk) telah memberi dampak positif pada peringkat Indonesia dalam keuangan syariah global. Inovasi ini tidak hanya memenuhi prinsip syariah, tetapi juga mengedepankan keberlanjutan lingkungan.
Selain itu, reformasi regulasi juga menjadi kunci. Pemerintah melalui UU P2SK telah mengatur keberpihakan pada institusi berbasis syariah, termasuk merger bank-bank syariah agar memiliki skala besar dan daya saing internasional.
"Dengan reformasi undang-undang P2SK Kita terus akan mendorong berbagai instrumen itu, termasuk aset wakaf uang yang masih perlu untuk terus didorong. Dan untuk kita bisa mencapai tadi yang disebut peringkat yang tinggi," ujarnya.
Infrastruktur dan Ekosistem Syariah
Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan untuk mencapai status pusat ekonomi syariah dunia, Sri Mulyani menyebut perlunya membangun ekosistem yang kuat melalui tiga pilar utama yakni halal value chain, keuangan syariah, serta dana sosial dan literasi inklusif. Pilar-pilar ini diharapkan menjadi fondasi kebijakan yang berkelanjutan.
"Jadi, dari mulai gerbang santri, jawara ekspor, dan tiga rukun tadi. Jadi tiga pilar yang kita tahu adalah halal value change, keuangan syariah yang kedua, dan yang ketiga adalah dana sosial dan literasi yang inklusif, yang telah disampaikan oleh Pak Gubernur (BI)," ujar Menkeu.
Menurutnya, konsep tersebut perlu ditindaklanjuti dengan strategi konkret yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk industri, akademisi, dan masyarakat luas.