Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung perkembangan produk dan layanan di sektor jasa keuangan termasuk layanan agregasi.
Seiring hal itu, OJK menerbitkan Peraturan OJK Nomor 4 Tahun 2025 (POJK 4/2025) tentang Penyelenggara Agregasi Jasa Keuangan (PAJK) untuk semakin mendukung perkembangan produk dan layanan di sektor jasa keuangan.
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi menuturkan, pihaknya memandang diperlukan layanan agregasi yang dapat mempermudah konsumen dalam membandingkan, memilih, dan/atau menggunakan produk serta layanan jasa keuangan yang sesuai dengan profil dan/atau kebutuhan konsumen.
“Untuk itu, diperlukan peraturan OJK untuk memastikan agar agregasi informasi produk dan layanan jasa keuangan tidak menimbulkan risiko bagi konsumen maupun lembaga jasa keuangan serta pihak yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan dengan mengatur tata kelola dan manajemen risiko setiap pihak yang akan menjalankan aktivitas sebagai penyelenggara agregasi jasa keuangan,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (13/3/2025).
Agregasi adalah aktivitas untuk menjalankan kegiatan usaha yang meliputi penghimpunan, penyaringan dan/atau pembandingan informasi produk dan/atau layanan jasa keuangan antar-Lembaga Jasa Keuangan dan/atau antarpihak yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan.
Penyelenggara PAJK adalah Penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang melakukan kegiatan usaha Agregasi melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.
Komitmen OJK
Penerbitan POJK 4/2025 ini juga merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk melakukan pengaturan dan pengawasan kegiatan di sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) dan aset keuangan digital termasuk aset kripto dan PAJK.
OJK berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan ITSK seperti PAJK yang diharapkan mampu mengoptimalkan penetrasi dan adopsi produk dan layanan jasa keuangan sekaligus menjaga penerapan prinsip tata kelola yang baik.
Substansi pengaturan yang diatur dalam POJK 4/2025 ini meliputi:
1. Prinsip dan ruang lingkup kegiatan usaha PAJK;
2. Kelembagaan PAJK;
3. Tata kelola PAJK;
4. Penyelenggaraan Agregasi yag dilakukan PAJK;
5. Pengawasan PAJK;
6. Penghentian kegiatan dan pencabutan izin usaha PAJK; dan
7. Aspek kepatuhan lainnya.
POJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan pada 26 Februari 2025.
OJK Susun Regulasi Financial Influencer, Rampung Tahun Ini
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merancang aturan terkait pengawasan terhadap perilaku financial influencer (finfluencer). Regulasi ini ditargetkan selesai pada semester II tahun 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa aturan ini diperlukan karena semakin banyak influencer yang membahas keuangan tanpa memiliki keahlian yang memadai.
“Banyak sekali contoh-contohnya orang yang tidak punya background mumpuni tiba-tiba menjadi finfluencer yang kemudian mempengaruhi masyarakat untuk melakukan suatu ketindakan tertentu. Saat ini kita sedang menggodok itu (aturan). Hopefully, semester II tahun ini akan keluar," kata Friderica di kantor OJK, ditulis Rabu (12/3/2025).
Perempuan yang akrab disapa Kiki ini, menambahkan bahwa aturan ini akan mencakup seluruh jenis produk keuangan. Selain itu, OJK juga mempertimbangkan untuk mewajibkan sertifikasi bagi para finfluencer.
Menurutnya, beberapa negara sudah memiliki regulasi terkait finfluencer karena berbicara tentang keuangan tidak bisa dilakukan sembarangan, terutama jika bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Adapun dari pengaduan yang diterima OJK, banyak finfluencer yang mengklaim bersikap independen saat mengulas produk keuangan dan bahkan dengan percaya diri memberikan rekomendasi.
“Jadi seolah dia independen mengatakan bahwa saya menggunakan produk ini, saya sudah untung ini, ayo masyarakat ini bagus dan lain-lain. Tapi ternyata sebenarnya ini orang dibayar oleh, punya kepentingan oleh perusahaan," ujarnya.
Maka OJK berharap dengan adanya aturan ini, para finfluencer dapat lebih bertanggung jawab dalam memberikan rekomendasi kepada masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi potensi penipuan di sektor keuangan.
Penindakan Entitas Keuangan Ilegal
Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal telah menghentikan 4.036 entitas keuangan ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat pada periode 1 Januari 2024 hingga 28 Februari 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Frederica Widyasari Dewi, mengatakan upaya ini dilakukan sebagai respons terhadap 17.019 pengaduan masyarakat terkait investasi ilegal dan pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Satgas Pasti pada periode 1 Januari sampai dengan 28 Februari, kita telah menemukan dan mengentikan 4.036 entitas keuangan ilegal, yang terdiri dari 3.517 entitas pinjaman online ilegal dan 519 penawaran investasi ilegal disejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat," kata Frederica dalam Media Briefing, di kantor OJK, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Perempuan yang akrab disapa Kiki ini menyebut, dari 17.019 pengaduan tersebut, sebanyak 15.845 merupakan pengaduan adanya pinjaman online ilegal dan 1.174 terkait investasi ilegal.
Adapun dari 4.036 entitas keuangan yang telah dihentikan terdiri dari 3.517 pinjol ilegal dan 519 investasi ilegal. Selain itu, OJK juga telah memblokir 3.517 aplikasi, situs, dan konten digital yang terkait dengan pinjol dan investasi ilegal.
Selanjutnya, kata Kiki, OJK juga telah memblokir sebanyak 117 rekening bank yang digunakan untuk transaksi ilegal, serta memblokir 1.330 nomor telepon atau WhatsApp.
Namun, OJK mengakui adanya kendala dalam menindak entitas ilegal yang servernya berada di luar negeri.
"Jadi, disini kita melihat bagaimana ada yang bisa kita tindak lanjut ada yang enggak. Yang enggak ini kebanyakan servernya di luar negeri, susah kita trace, karena seperti aplikasi di tutup dan di buka lagi," ujarnya.