Menkeu Purbaya Tolak Rencana Tax Amnesty Baru, Ini Alasannya

2 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan pihaknya tidak mendukung rencana penerapan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty.

Dia menilai, kebijakan pengampunan pajak jika dilakukan berulang kali justru berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak.

"Pandangan saya begini, kalau amnesty berkali-kali, bagaimana jadi kredibelitas amnesty. Itu memberikan signal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan-ke depan ada amnesty lagi," kata Purbaya saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).

Ia menilai, pesan yang ditangkap dari pelaksanaan tax amnesty berulang bisa keliru. Wajib pajak dapat berpikir bahwa praktik penghindaran pajak akan terus ditoleransi karena nantinya selalu ada kesempatan baru untuk pemutihan kewajiban.

"Message yang kita ambil dari adalah begitu. Setiap berapa tahun, kita ngeluarkan tax amnesti ini sudah dua, nanti 3, 4, 5, 6,7, 8, yaudah semuanya. Messagenya kibulin pajaknya, nanti kita tunggu di tax amnesty, pemutihannya disitu, itu yang enggak boleh," jelasnya.

Fokus Tingkatkan Kepatuhan

Purbaya menekankan, pemerintah akan berfokus pada upaya memperkuat kepatuhan dan memperluas basis pajak melalui pertumbuhan ekonomi yang sehat. Dengan cara itu, penerimaan negara bisa meningkat tanpa harus memberi kelonggaran berulang.

"Jadi, posisi saya adalah kalau untuk itu, kita optimalkan semua peraturan yang ada. Kita minimalkan penggelapan pajak. Kita memajukan ekonomi, supaya dengan tax ratio yang konsen, misalnya tax saya tumbuh saya tax dapat lebih banyak. Kita fokuskan di situ dulu," ujarnya.

Ia khawatir, jika tax amnesty kembali dijalankan dalam jangka pendek, wajib pajak justru akan memanfaatkan celah tersebut. Lebih lanjut, Purbaya mengingatkan agar pemerintah menjaga konsistensi kebijakan.

"Kalau tax amnesty setiap berapa tahun, yaudah semuanya menyelundupin duit, tiga tahun lagi gue dapat tax amnesty. Kira-kira begitu. Jadi, message-nya kurang bagus untuk saya sebagai ekonom dan Menteri," tegasnya.

Apa itu Tax Amnesty?

Dilansir dari laman resmi Direktorat Jenderal pajak (Ditjen Pajak), tax amnesty merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan atau denda sanksi pidana.

Tax Amnesty yang juga lebih dikenal dengan Pengampunan Pajak menerapkan penghapusan pajak yang seharusnya dibayar dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Hal ini diatur dalam UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Artinya, Kementerian Keuangan akan melakukan penghapusan pajak yang seharusnya dibayarkan oleh para pelaku wajib pajak jika mereka secara sukarela mengungkapkan harta yang mereka miliki dan melakukan pembayaran uang tebusan.

Realisasi Jauh dari Target, Tax Amnesty Tak Bisa Kerek Pendapatan Negara

Sebelumnya,  Pemerintah berencana kembali menerapkan pengampunan pajak atau Tax Amnesty Jilid III. Namun, pengamat ekonomi khawatir kebijakan tak akan berdampak signifikan.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengungkapkan kondisinya. Belajar pada 2 jilid tax amnesty, ternyata setoran pajak ke negara tidak beranjak signifikan.

"Pertama, nilai harta terungkap pada Pengampunan Pajak Jilid 1, terutama komitmen repatriasi hanya memperoleh Rp 147 triliun dari target Rp1.000 triliun," kata Media Wahyudi kepada Liputan6.com, Jumat (3/1/2025).

Dia juga melihat tren serupa. Misalnya pada hasil perolehan uang tebusan sebesar Rp 129 triliun, padahal negara menargetkan Rp 165 triliun. Contoh ini, katanya, menunjukkan belum tercapainya target yang dipatok pemerintah.

Sorotan Celios

"Ini menunjukkan bahwa penerapan pengampunan pajak belum sepenuhnya mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah sendiri," tegasnya.

Kedua, Media Wahyudi menyoroti ketika pemerintah memutuskan untuk melaksanakan Pengampunan Pajak Jilid 2 pada 2022. Hasilnya bahkan dinilai tidak memuaskan seperti pada kali pertama.

Kala itu, jumlah peserta tidak mencapai sepertiga peserta pada sebelumnya, hanya sekitar 247.918 Wajib Pajak.

"Nilai harta yang diungkap juga terbilang jauh, hanya Rp 1.250,67 triliun atau sekitar 25,7 persen dibandingkan jilid sebelumnya," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |