Menakar Dampak Tarif Impor 19% AS: Ancaman atau Peluang?

1 month ago 27

Liputan6.com, Jakarta - Penetapan tarif barang impor dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) sebesar 19% memunculkan berbagai spekulasi di kalangan pelaku usaha dan pengamat ekonomi. Meski lebih rendah dari ancaman tarif impor sebelumnya yang mencapai 32%, kebijakan ini tetap menyisakan kekhawatiran sekaligus peluang.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, memetakan dampak kebijakan ini ke dalam tiga skenario: negatif, netral, dan positif.

Dalam Skenario Negatif, sektor-sektor padat karya seperti udang, alas kaki, dan tekstil menjadi yang paling terdampak. Asosiasi petambak udang memperkirakan ekspor ke AS bisa anjlok hingga 30%, yang berisiko mengancam lebih dari satu juta tenaga kerja di sektor tersebut.

"Jika volume ekspor ke AS turun 20–30%, dampak terhadap PDB nasional diperkirakan sekitar 0,37–0,56 poin, membuat pertumbuhan tahunan bisa terkoreksi ke kisaran 4,3–4,5%," kata Achmad dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025).

Selain itu, pembukaan keran impor produk AS secara besar-besaran berpotensi memperlebar defisit perdagangan, menekan nilai tukar rupiah, dan memberi tekanan baru pada industri lokal yang belum sepenuhnya siap menghadapi persaingan.

Skenario Netral: Diversifikasi dan Kebijakan Adaptif

Skenario ini memproyeksikan dampak lebih ringan berkat diversifikasi pasar ekspor. Dengan kontribusi AS yang hanya sekitar 9,9% dari total ekspor Indonesia, penurunan ekspor diprediksi terbatas di angka 15%. Dampak terhadap PDB pun hanya sekitar 0,28 poin.

Pemerintah dan dunia usaha disebut mulai bergerak cepat mengalihkan ekspor ke pasar lain seperti China, Timur Tengah, Kanada, dan Uni Eropa. Langkah-langkah adaptif seperti stimulus fiskal, pelonggaran suku bunga BI, dan proyek infrastruktur juga ikut menjaga daya dorong ekonomi domestik.

"Dalam kondisi ini, pertumbuhan ekonomi Semester II 2025 diperkirakan tetap bisa bertahan di kisaran 4,8–4,9%. Konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi penopang utama, sementara penurunan ekspor ke AS sebagian besar dapat diimbangi oleh peningkatan permintaan dari pasar lain dan stimulus domestik," jelasnya.

Skenario Positif: Kepastian Tarif Dongkrak Investasi dan Reformasi

Sementara itu, skenario optimis melihat tarif 19% justru membawa kepastian hukum dan pasar yang selama ini ditunggu investor. Ketidakpastian akibat ancaman tarif 32% membuat banyak ekspor dan investasi tertahan. Kini, kepastian ini diproyeksikan bisa menambah pertumbuhan hingga 0,5 poin.

"Dengan tarif yang lebih jelas dan kompetitif dibandingkan negara pesaing utama, investasi asing dan domestik mulai bergairah kembali. Simulasi Dewan Ekonomi Nasional bahkan memproyeksikan adanya tambahan 0,5 poin pada pertumbuhan PDB akibat kepastian ini," ujarnya.

Jika penurunan ekspor ke AS hanya sekitar 10% atau stabil, pertumbuhan ekonomi Semester II 2025 bisa mendekati 5,1%. Faktor lain yang memperkuat skenario ini adalah reformasi struktural dan transformasi digital yang ditekankan Bank Dunia.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |