Layanan Udara AS Lumpuh, Petugas ATC Kelelahan Akibat Shutdown

1 week ago 16

Liputan6.com, Jakarta - Penumpang pesawat di Amerika Serikat (AS) kembali menghadapi hari kedua keterlambatan dan pembatalan penerbangan, seiring krisis kekurangan pengatur lalu lintas udara (air traffic controllers) yang semakin parah akibat shutdown atau penghentian sebagian operasi pemerintah.

Pada Selasa malam (7/10/2025), gangguan penerbangan meluas ke lebih banyak bandara, terutama pada kota Nashville, Dallas, Chicago, dan Newark menjadi kota yang paling terdampak.

Sehari sebelumnya, menara pengatur lalu lintas udara di Bandara Hollywood Burbank, California, sempat tidak dijaga selama hampir enam jam dan harus dikelola secara jarak jauh karena kekurangan staf.

Dikutip dari CNN, Rabu (8/10/2025), Menteri Perhubungan AS, Sean Duffy, mengatakan bahwa sebagian petugas pengatur lalu lintas udara melaporkan diri sakit karena tekanan yang meningkat selama shutdown yang kini memasuki hari ketujuh. Ia memperkirakan bahwa jumlah staf di beberapa area bahkan turun hingga 50 persen.

Petugas pengatur lalu lintas udara termasuk dalam kategori pekerja penting dan diharuskan tetap bekerja tanpa menerima gaji selama masa shutdown berlangsung.

Menurut data FlightAware, hingga Selasa sore, sekitar 3.200 penerbangan di seluruh AS mengalami penundaan.

Pada Senin (6/10/2025), menurut data penerbangan, masalah kekurangan staf juga memengaruhi operasional di bandara Newark, Phoenix, Denver, Las Vegas, dan Burbank, dengan penundaan antara 40 hingga 60 menit.

Selasa malam, Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan perintah Ground Delay di Bandara O’Hare, Chicago, meski belum jelas kapan pembatasan itu akan diakhiri.

Bandara di Nashville dan Dallas juga mengalami penundaan serupa pada hari yang sama, menurut data FAA.

Bandara Internasional Nashville bahkan mengeluarkan pengumuman bahwa seluruh penerbangan dari dan menuju kota tersebut akan dikurangi karena kekurangan petugas pengatur lalu lintas udara. Pengurangan ini, kata pihak bandara, akan menyebabkan keterlambatan dan diberlakukan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

Tekanan Berat bagi Para Petugas

Pejabat serikat pekerja National Air Traffic Controllers Association (NATCA), Drew MacQueen, mengatakan kepada NewsNation bahwa banyak rekan-rekan kerjanya kini mengalami kelelahan dan stres berat karena tetap bekerja keras tanpa gaji.

“Pengatur lalu lintas udara tidak memulai shutdown ini, dan jelas mereka juga bukan yang bisa mengakhirinya. Itu tanggung jawab politisi,” ujar MacQueen.

“Mereka sudah harus menghadapi pekerjaan dengan tekanan tinggi, kini ditambah kekurangan staf, bekerja enam hari seminggu selama 10 jam sehari,” lanjutnya.

“Sekarang mereka juga harus memikirkan kapan bisa menerima gaji.”

Selasa menjadi hari kedua berturut-turut keterlambatan penerbangan yang disebabkan oleh masalah staf akibat shutdown.

Krisis ini bermula 1 Oktober, setelah Partai Republik dan Demokrat gagal mencapai kesepakatan sengketa anggaran di Kongres. Hingga kini, belum ada tanda-tanda kapan kebuntuan tersebut akan berakhir.

Sekitar 40 persen pegawai federal, atau sekitar 750.000 orang, telah dirumahkan tanpa gaji sepeserpun, sementara pekerja yang penting harus tetap bekerja tanpa bayaran.

Ancaman Pemecatan

Asosiasi NATCA, yang mewakili lebih dari 20.000 pengatur lalu lintas udara, teknisi, dan profesional keselamatan penerbangan, memperingatkan bahwa absen dari tugas dapat berujung pemecatan.

“Berpartisipasi dalam aksi mogok dapat mengakibatkan penghapusan dari layanan federal,” tulis serikat itu di situs resminya. “Selain melanggar hukum, tindakan tersebut dapat merusak kredibilitas NATCA dan melemahkan kemampuan kami memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya.”

Peringatan itu muncul setelah Menteri Perhubungan, Duffy, mengatakan pada konferensi pers hari Senin menyebut adanya “sedikit tanda centang” dalam jumlah petugas yang melapor tidak masuk kerja karena sakit.

“Anda akan melihat keterlambatan akibat hal itu,” ujarnya, menegaskan bahwa keamanan tetap menjadi prioritas utama, meskipun mengakibatkan penundaan atau pembatalan penerbangan.

Ia menambahkan, para pengatur lalu lintas udara seharusnya bisa fokus bekerja tanpa terbebani persoalan finansial.

“Sekarang yang mereka pikirkan saat mengatur ruang udara kita adalah, ‘Bagaimana saya membayar hipotek rumah saya?’” kata Duffy.

Dampak Shutdown terhadap Penerbangan

Berbicara kepada Fox News, Duffy mengatakan para regulator terpaksa memperlambat jumlah pesawat di udara karena kekurangan petugas keselamatan.

“Kalau kita tidak punya cukup pengatur lalu lintas udara, maka untuk menjaga keselamatan, kita akan memperlambat lalu lintas udara,” jelasnya.

Kondisi ini mengingatkan pada shutdown tahun 2019, ketika tekanan terhadap sektor penerbangan turut memaksa pemerintah mengakhiri penutupan.

Kala itu, shutdown memasuki minggu kelima dan mengacaukan operasi maskapai, termasuk pelatihan pilot. Beberapa pengatur lalu lintas udara memilih tidak masuk kerja pada 25 Januari 2019, menyebabkan penutupan sementara Bandara LaGuardia, New York.

Di hari yang sama, Presiden saat itu Donald Trump akhirnya setuju untuk menandatangani Rancangan Undang-Undang pengeluaran sementara, yang mengakhiri shutdown setelah 35 hari — yang mana penutupan tersebut merupakan yang terpanjang dalam sejarah AS.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |