Kemenperin Sebut Kinerja Industri Tembakau Moncer, Efek Purbaya?

5 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian mencatat indeks kepercayaan industri (IKI) untuk kelompok industri tembakau moncer di Oktober 2025 ini. Ternyata, disinyalir ada kaitannya dengan gebrakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Lantas, seberapa 'Purbaya effect' pengaruhi industri tembakau Tanah Air?

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif melihat adanya kemungkinan peran Menkeu Purbaya menstimulasi industri tembakau dalam negeri.

"Menurut kami mungkin saja terutama pada industri pengolahan tembakau, kita tahu pak Purbaya kemarin ada kunjungan ke Jawa Timur, ya, melihat industri pengolahan tembakau dan terutama pada peredaran rokok ilegal," ungkap Febri dalam Konferensi Pers IKI, di Kantor Kemenperin, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Meski begitu, Febri bilang industri tembakau masuk kategori musiman. Artinya, peningkatan kinerjanya turut ditopang ketika musim panen tembakau seperti saat ini. Kemudian, secara umum kinerja industri tembakau sedang dalam kondisi baik.

Dia tak menampik ada peran 'Purbaya effect' dalam mendorong peningkatan kinerja industri ini. Misalnya dampak dari kunjungan Bendahara Negara ke beberapa daerah serta langkah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan.

"Karena memang faktor seasonal, karena suplai bahan baku tembakau dari petani cukup banyak dan itu ditambah efek pernyataan pak Purbaya yang menyatakan tidak akan naikkan cukai tembakau dan juga mungkin barangkali kunjungan dia ke Jawa Timur dan Jawa Tengah terkait dengan rokok ilegal," tutur Febri.

Promosi 1

Momen Pemulihan Industri Tembakau

Sebelumnya, Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok dan harga jual eceran (HJE) rokok pada 2026 mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan.

Kebijakan ini dinilai memberi ruang pemulihan bagi industri hasil tembakau (IHT), menjaga daya beli masyarakat, serta mempersempit peluang peredaran rokok ilegal.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menilai keputusan tersebut sebagai kebijakan fiskal yang tepat dan realistis dalam merespons tantangan yang dihadapi sektor IHT.

"Kebijakan untuk tidak menaikkan cukai itu sudah tepat dan memang menjawab berbagai tantangan yang dihadapi industri pengolahan tembakau saat ini. Ini respon pemerintah dalam menghadapi fenomena ini. Jadi tidak bisa secara eksesif," ujarnya, Kamis (30/10/2025).

Kenaikan Cukai Tak Sumbang Besar ke Negara

Ahmad menjelaskan, kenaikan cukai yang berlebihan tidak selalu berdampak positif terhadap penerimaan negara. Ia menekankan adanya titik maksimum di mana tarif cukai tidak lagi efektif dan justru bisa menimbulkan dampak kontraproduktif.

"Ada titik maksimum di mana tarif cukai itu sudah memang tidak bisa dinaikkan lagi atau tidak memberikan dampak atau korelasi positif dengan penerimaan secara keseluruhan. Kalau dinaikkan terus-terusan, tentu saja implikasinya luas," sebutnya.

Usul Moratorium

Lebih lanjut, Ahmad menyebut usulan moratorium atau penundaan kenaikan cukai selama 3 tahun ke depan dapat menjadi strategi penting untuk menciptakan kepastian usaha bagi pelaku industri.

"Kalau sudah diputuskan beberapa tahun tidak ada kenaikan, itu memberi kepastian. Sehingga kalau ada perencanaan yang matang, yang dilakukan pengusaha dalam hal misalnya menyerap tembakau petani, kemudian akan bahan baku seberapa banyak dan seterusnya, penjualannya juga," ungkapnya.

Ia juga menyoroti potensi moratorium sebagai langkah efektif untuk menekan peredaran rokok ilegal yang selama ini menjadi tantangan fiskal.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |