Imbas Perang Dagang: Petani AS di Ambang Kebangkrutan, Trump Siapkan Paket Bantuan Miliaran Dolar

2 weeks ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Petani Amerika Serikat (AS) menghadapi tahun yang sulit, salah satunya akibat perang dagang yang dipicu Presiden AS, Donald Trump. Kini, Gedung Putih bersiap menyalurkan paket bantuan bernilai miliaran dolar untuk mereka, menurut sumber CNN.

Lonjakan biaya produksi dan aksi balasan tarif dari negara lain telah memukul industri pertanian AS. Masalah ini diperparah oleh kekurangan tenaga kerja akibat kebijakan imigrasi dan anjloknya harga komoditas. Departemen Pertanian AS memperkirakan biaya produksi pertanian pada 2025 mencapai USD 467,4 miliar, naik USD 12 miliar dibanding tahun lalu.

Dikutip dari CNN, Senin (6/10/2025), data peradilan federal menunjukkan kebangkrutan petani meningkat pada paruh pertama tahun ini hingga menyentuh level tertinggi sejak 2021.

Kebijakan Trump dinilai memperburuk keadaan, mulai dari deportasi tenaga kerja migran yang menjadi tulang punggung sektor tersebut hingga memanasnya kembali tensi perdagangan antara AS dan China. Kondisi ini membuat komoditas tradisional seperti kedelai semakin terpuruk.

“Masa ini tidak diragukan menjadi tantangan besar bagi ekonomi pertanian, terutama bagi petani tanaman barisan,” ujar Menteri Pertanian, Brooke Rollins, kepada wartawan, Selasa. “Jadi bukan hanya kedelai, meskipun mungkin mereka yang paling terdampak—tetapi juga jagung, gandum, sorgum, kapas, dan lainnya.”

Dampak Nyata Krisis Pertanian AS

Industri kedelai AS kini menjadi dampak yang nyata dari krisis pertanian di tahun pertama masa jabatan kedua Trump. Gedung Putih menyadari masalah ini, menurut pejabat yang berbicara kepada CNN, dan Trump telah meningkatkan tekanan agar pemerintahannya bergerak cepat.

Dalam beberapa pekan terakhir, Gedung Putih menggelar sejumlah rapat lintas lembaga bersama Departemen Pertanian dan Departemen Keuangan untuk mem-finalisasi paket bantuan untuk petani AS. Diskusi mengenai skema bantuan masih berlangsung, namun sudah mengerucut pada dua opsi utama.

“Ada banyak cara yang bisa kita gunakan untuk mengurangi beban mereka,” kata salah satu pejabat. Salah satu ide yang juga disampaikan Trump secara terbuka adalah memberikan kepada petani sebagian pendapatan dari tarif impor yang diterima pemerintah.

“Kami menghasilkan begitu banyak uang dari Tarif, dan kami akan mengambil sebagian kecil dari uang itu untuk membantu Petani. SAYA TIDAK AKAN PERNAH MEMBIARKAN PETANI KAMI TERLANTAR!” tulis Trump di media sosial pekan ini. Opsi lainnya adalah menggunakan dana cadangan di Departemen Pertanian yang mereka sebut sebagai “slush fund”.

Pemerintahan Trump sebelumnya juga menggunakan dana tersebut, yang dikenal sebagai  Program Bantuan Komoditas Darurat (ECAP), pada Maret untuk membantu petani. Saat itu, USDA menyalurkan USD 10 miliar dalam bentuk pembayaran langsung kepada produsen komoditas yang memenuhi syarat untuk musim tanam 2024.

Tergantung Kecepatan Akses Dana

Menurut salah satu pejabat Gedung Putih, pemerintah juga mempertimbangkan kombinasi dari kedua opsi, tergantung kecepatan akses dana. Nilai bantuan yang sedang dipertimbangkan berkisar antara USD 10 miliar hingga USD 14 miliar.

“Angka akhirnya akan bergantung pada kebutuhan petani dan jumlah pendapatan tarif yang masuk,” kata pejabat itu kepada CNN.

Di dalam pemerintahan, Trump disebut terus menekan timnya agar memastikan petani AS—yang dianggap berperan penting atas kemenangannya dalam pemilihan presiden pada November 2024—tetap terlindungi. Namun alasan lainnya, kata pejabat, adalah karena perlindungan terhadap industri pertanian juga dilihat sebagai isu keamanan nasional.

“Kita harus menanam makanan kita sendiri. Kita tidak bisa bergantung pada impor, itu menjadi masalah keamanan nasional. Dan saat ini pemerintah tengah menyubsidi banyak proses tersebut,” ujar salah satu pejabat pemerintahan Trump.

Masa Krisis Industri Kedelai AS

Salah satu persoalan besar yang menghambat tujuan pemerintahan Trump berkaitan dengan kedelai, yang merupakan komoditas ekspor pertanian terbesar AS dengan nilai lebih dari USD 24 miliar pada 2024, menurut data USDA.

Tahun lalu, sekitar separuh ekspor kedelai AS dikirim ke China. Namun sejak Mei, ekspor itu turun menjadi nol akibat embargo tidak resmi yang diterapkan China sebagai respons terhadap tarif yang diberlakukan Trump. China mengenakan tarif 20 persen atas kedelai AS, membuat kedelai dari negara lain jauh lebih menarik.

Situasi ini datang di saat yang buruk bagi petani kedelai. Musim panen sedang berlangsung dan beberapa lahan melaporkan hasil yang baik. Namun prospeknya tak terlihat membaik, apalagi China semakin memperkuat kerja sama dengan Amerika Selatan—didorong tak langsung oleh bantuan finansial AS kepada Argentina.

Pekan lalu, pemerintahan Trump mengumumkan pemberian bantuan dana (bailout) sebesar USD 20 miliar kepada bank sentral Argentina berupa pertukaran dolar AS dengan peso untuk menstabilkan pasar keuangan negara tersebut. Argentina juga untuk sementara menghapus pajak ekspor biji-bijian demi menstabilkan mata uangnya. China tidak membuang waktu.

Beijing membeli “setidaknya 10 kargo kedelai Argentina,” menurut laporan Reuters. Brasil juga ikut memenuhi kebutuhan China, setelah kedua negara mengumumkan kesepakatan untuk memperdalam perdagangan pertanian pada Juli.

Akibatnya, industri kedelai AS yang limbung kini mendesak pemerintahan Trump untuk segera menyelesaikan negosiasi dagang dengan China.

“Petani kedelai AS telah menyampaikan secara jelas selama berbulan-bulan: pemerintahan ini perlu mengamankan kesepakatan dagang dengan China. China adalah pelanggan kedelai terbesar di dunia dan biasanya menjadi pasar ekspor utama kami,” ujar Presiden American Soybean Association, Caleb Ragland, dalam pernyataannya pekan lalu.

Desakan Terhadap Trump

Banyak petani menyebut waktu sangat krusial saat mereka mulai mengumpulkan panen tahun ini.

“Kami selalu berharap negosiasi itu berjalan maju, tapi dengan musim panen saat ini, kesabaran mungkin menipis,” kata seorang petani Indiana kepada CNN, menggambarkan ragam tantangan industri, termasuk deportasi pekerja penting.

Trump mengaku mendengar desakan itu.

Pada Rabu, ia menyalahkan China atas kesulitan yang dihadapi petani kedelai, dengan mengatakan Beijing menolak membeli kedelai demi kepentingan negosiasi di tengah sengketa tarif kedua negara. Ia menambahkan bahwa kedelai akan menjadi “topik utama pembahasan” ketika bertemu langsung dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan bulan depan.

Menurut pejabat Gedung Putih, perhatian Trump terhadap isu ini tak lepas dari desakan Rollins, tidak hanya kepada presiden tetapi juga kepada salah satu penasihat terdekatnya: Menteri Keuangan, Scott Bessent.

Pada Selasa, foto ponsel Bessent yang diambil Associated Press menjadi viral, memperlihatkan teks dari kontak bernama “BR”, yang diduga Rollins. Pesan itu menunjukkan kepanikan di dalam pemerintahan terkait kondisi industri kedelai, yang makin memburuk akibat dinamika dengan Argentina.

Di tengah “masa ketidakpastian” bagi petani dan peternak, Rollins mengatakan ia berada dalam “komunikasi konstan” dengan Gedung Putih dan mitra lintas lembaga. Rollins juga menyebut ide Trump untuk sementara memberikan pendapatan tarif kepada petani sebagai “solusi yang sangat elegan.”

“Untuk masa ketidakpastian ini, kemampuan mengimbangi pembayaran kepada petani melalui potensi pendapatan tarif adalah arah yang sangat diinginkan Presiden, dan itu yang sedang kami kaji,” tambahnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |