Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia turun pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) setelah Amerika Serikat (AS) dan China memperpanjang jeda tarif yang lebih tinggi dan data menunjukkan kenaikan inflasi AS pada bulan Juli.
Dikutip dari CNBC, Rabu (13/8/2025), harga minyak mentah Brent turun 51 sen, atau 0,77%, menjadi USD 66,12 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 79 sen atau 1,24% dan ditutup pada USD 63,17.
Presiden AS Donald Trump memperpanjang gencatan senjata tarif dengan China hingga 10 November, menunda bea masuk tiga digit pada barang-barang China saat para pengecer AS bersiap menghadapi musim liburan akhir tahun yang kritis.
Hal ini meningkatkan harapan bahwa kesepakatan dapat dicapai antara dua ekonomi terbesar dunia dan mencegah embargo perdagangan virtual di antara mereka. Tarif berisiko memperlambat pertumbuhan global, yang dapat melemahkan permintaan bahan bakar dan menurunkan harga minyak.
Harga konsumen AS meningkat pada bulan Juli karena kenaikan biaya akibat tarif untuk barang impor membantu mendorong kenaikan terkuat dalam enam bulan untuk satu ukuran inflasi yang mendasarinya.
Pertemuan Trump dan Putin
Faktor yang juga berpotensi membebani pasar minyak, yaitu pertemuan Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang dijadwalkan bertemu di Alaska pada hari Jumat untuk membahas diakhirinya perang di Ukraina.
AS telah meningkatkan tekanan terhadap Rusia untuk mengakhiri konflik, dengan Trump menetapkan batas waktu Jumat lalu bagi Rusia untuk menyetujui perdamaian di Ukraina atau negara-negara pembeli minyaknya akan menghadapi sanksi sekunder. Ia juga mendesak India dan Tiongkok untuk mengurangi pembelian minyak Rusia.
“Jika pertemuan hari Jumat membawa gencatan senjata atau bahkan kesepakatan damai di Ukraina lebih dekat, Trump dapat menangguhkan tarif sekunder yang dikenakan pada India minggu lalu sebelum mulai berlaku dalam dua minggu,” kata Commerzbank dalam sebuah catatan.
“Jika tidak, kita bisa melihat sanksi yang lebih berat terhadap pembeli minyak Rusia lainnya, seperti Tiongkok," lanjut Commerzbank.
Proyeksi Permintaan Minyak Global
Di tempat lain, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menaikkan perkiraannya untuk permintaan minyak global tahun depan dan memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan pasokan dari Amerika Serikat dan produsen lain di luar kelompok OPEC+ yang lebih luas, yang menunjukkan prospek pasar yang lebih ketat.
Laporan bulanan OPEC pada hari Selasa menyebutkan bahwa permintaan minyak global akan naik sebesar 1,38 juta barel per hari (bph) pada tahun 2026, naik 100.000 bph dari perkiraan sebelumnya. Proyeksi OPEC untuk tahun 2025 tetap dipertahankan.