Hak Jawab Andri Yadi dalam Pemberitaan Tiga Eks Petinggi Startup eFishery Ditahan

4 weeks ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Menanggapi pemberitaan sejumlah media terkait kasus hukum eFishery atau PT Multidaya Teknologi Nusantara (PT MTN), Andri Yadi memberikan klarifikasi resmi mengenai posisi serta perannya di perusahaan.

Ia menegaskan bahwa perkara yang menyeret namanya masih berada pada tahap penyidikan di Bareskrim Polri dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Karena itu, asas praduga tak bersalah perlu dijunjung tinggi dalam setiap pemberitaan.

“Pernyataan saya ini bukan untuk membela diri di pengadilan, melainkan semata-mata sebagai koreksi fakta agar publik mendapat informasi yang berimbang,” kata Andri dalam siaran pers yang disampaikan melalui tim penasihat hukumnya, dikutip Minggu (28/9/2025).

Andri menjelaskan dirinya bukan bagian dari Direksi eFishery. Ia tercatat menjabat sebagai Vice President (VP) of Product AIoT pada 2023, kemudian berubah menjadi VP of Product AIoT & Cultivation sejak Januari 2024 hingga September 2024, dan terakhir sebagai VP of Product AIoT & Culti-Finance hingga Juli 2025. Seluruh posisi itu berada di bawah Direktorat Product yang dipimpin Chief Product Officer (CPO), bukan organ perseroan sebagaimana diatur dalam anggaran dasar.

Peran Terbatas Riset dan Pengembangan Produk

Andri menambahkan bahwa kehadirannya di eFishery merupakan konsekuensi dari akuisisi DycodeX, perusahaan rintisan yang ia dirikan. Ia menegaskan tidak memiliki kewenangan dalam pembayaran maupun keputusan investasi.

“Fokus saya sepenuhnya ada pada pengembangan produk teknologi, khususnya Internet of Things dan Artificial Intelligence di eFishery, bukan pembiayaan,” ujarnya.

Sebagai VP, peran Andri terbatas pada riset dan pengembangan produk akuakultur seperti eFeeder, sistem pemantauan kualitas air (Katara), pengolahan citra satelit berbasis AI, hingga solusi Aquaculture Intelligence. Ia menekankan tidak pernah terlibat dalam operasi pembiayaan seperti underwriting, penyaluran, atau penagihan.

Akuisisi DycodeX

Terkait akuisisi DycodeX, Andri menjelaskan transaksi awal senilai Rp15 miliar dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Namun kemudian atas permintaan eFishery, skema diubah menjadi acqui-hire melalui Service Agreement yang telah disetujui Dewan Komisaris eFishery. Nilai yang diterima pihak penjual tetap Rp15 miliar tanpa ada tambahan keuntungan di luar kontrak.

Selama di eFishery, Andri memimpin pengembangan eFeeder 5 berbasis AIoT yang sukses meningkatkan efisiensi budidaya hingga 30% dan mempertahankan retention rate 92%. Produk tersebut bahkan meraih Medali Perak ASEAN Digital Awards 2025 serta penghargaan AIoT Smart Solution Initiative 2024 dari Kementerian Kominfo.

Kuasa hukum Andri, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, S.H., M.H., menegaskan bahwa kliennya menghormati proses hukum yang berjalan.

“Namun, penting untuk memahami posisi dan kewenangan jabatan beliau secara proporsional agar tidak terjadi kesalahpahaman maupun pencampuran fakta,” ujarnya.

Tiga Eks Petinggi Startup eFishery Ditahan, Diduga Gelapkan Dana Rp 15 Miliar

Sebelumnya diberitakan, Bareskrim Polri menahan tiga mantan petinggi eFishery atas dugaan penggelapan dana Rp 15 miliar dalam proses investasi.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri resmi menahan tiga mantan eksekutif startup akuakultur eFishery terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana investasi. 

Ketiga tersangka adalah:

  1. Mantan CEO eFishery, Gibran Chuzaefah Amsi El Farizy
  2. Mantan Wakil Presiden eFishery, Angga Hardian Raditya
  3. Mantan Wakil Presiden Pembiayaan Budidaya eFishery, Andri Yadi.

“Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri telah melakukan penahanan sejak hari Kamis (31/7/2025),” ujar Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (5/8/2025).

Menurut Helfi, ketiganya diduga secara bersama-sama melakukan penipuan dan penggelapan dana investasi dengan cara melakukan mark up pada nilai investasi yang masuk ke PT eFishery.

Dari hasil penyidikan sementara, kerugian awal yang berhasil dibuktikan mencapai Rp 15 miliar.

"Itu nilai awal, kami masih terus dalami," ucapnya.

Kasus ini sendiri, lanjut Helfi, berawal dari laporan internal perusahaan. Meski demikian, ia belum bisa mengungkapkan detail lebih lanjut karena proses penyidikan masih berlangsung.

Dugaan Pemalsuan Laporan Keuangan Mencuat

Penyidik kini tengah melakukan audit laporan keuangan serta menelusuri aliran dana yang diduga digelapkan. Polri juga akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami transaksi mencurigakan dalam kasus ini.

“Karena masih dalam proses pendalaman, kami sedang melakukan audit juga terhadap laporan keuangannya dan penggunaan uang itu sendiri. Mudah-mudahan bisa berkembang nanti,” tambah Helfi.

Sebelumnya, kasus dugaan rekayasa laporan keuangan di eFishery mencuat usai laporan dari seorang whistleblower. Laporan tersebut mengungkap dugaan praktik manipulasi akuntansi yang signifikan dalam tubuh perusahaan. 

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |