Liputan6.com, Jakarta - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lebih dari 10.000 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menimbulkan keprihatinan banyak pihak.
Perusahaan itu resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 23 Oktober 2024. Sejak 1 Maret 2025, seluruh aset Sritex telah berada di bawah kendali kurator untuk penyelesaian kewajiban kepada para kreditur.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto menegaskan, kepailitan Sritex bukan hanya sebuah peristiwa bisnis, tetapi sebuah tragedi nasional yang mempengaruhi ribuan pekerja dan keluarga mereka.
“Sritex adalah salah satu industri padat karya yang memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi nasional, baik melalui lapangan kerja maupun ekspor,” ujar Edy kepada Liputan6.com, Senin (3/3/2025).
Menurut dia, Komisi IX DPR RI memiliki kewenangan terkait ketenagakerjaan. Sehingga Edy berkomitmen untuk mengawal hak-hak pekerja yang ter-PHK agar tidak hilang.
Ia menjelaskan, regulasi telah mengatur apa saja yang akan didapat mereka yang ter-PHK. Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan bahwa UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja sudah mengatur hak-hak pekerja ini.
Selain itu, juga UU 2/2024 dan PP 35/2021 sudah menjadi rel bagi pekerja maupun pemberikerja dalam menunaikan kewajiban dan mendapatkan haknya.
“Saya usulkan kepada pimpinan, untuk mengundang serikat pekerja Sritex dan akan diusulkan untuk kunjungan langsung ke pabriknya di Sukoharjo. Ini untuk melihat langsung hak-hak mereka terpenuhi atau tidak,” ucap Edy.
Pemerintah harus pastikan Hak Ter-PHK Dipenuhi termasuk THR
Edy juga menekankan, pemerintah harus memastikan pekerja yang terdampak mendapatkan hak-hak mereka. Pekerja yang di-PHK harus mendapatkan kompensasi yang layak, termasuk uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak lainnya.
"Karena gelombang PHK terjadi dalam 30 hari sebelum Idul Fitri, maka karyawan yang terdampak berhak mendapatkan THR. Ini sesuai dengan Pasal 7 Permenaker No. 6 Tahun 2016,” ujar Edy.
Selain itu, Edy menyoroti pentingnya akses pekerja terhadap program perlindungan sosial, seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang memberikan manfaat uang tunai hingga enam bulan, pelatihan kerja, dan informasi pasar kerja.
Perlindungan sosial ini harus didapatkan oleh pekerja yang ter-PHK karena dapat membantu ekonominya di masa transisi mendapatkan pekerjaan baru.
"Kami juga meminta BPJS Ketenagakerjaan untuk mempercepat pencairan dana JHT bagi pekerja yang ingin menggunakannya. Selain itu, BPJS Kesehatan harus menjamin bahwa pekerja yang terdampak dan keluarganya tetap bisa mengakses layanan kesehatan selama enam bulan tanpa membayar iuran, sesuai dengan Perpres No. 59 Tahun 2024,” jelas Edy.
DPR Desak Pemerintah Berikan Solusi Jangka Panjang Bagi korban PHK
Kemudian, Edy mendesak pemerintah untuk memberikan solusi jangka panjang bagi pekerja terdampak. Termasuk dukungan bagi mereka yang ingin berwirausaha melalui akses Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Dia juga menyoroti pentingnya bantuan pendidikan bagi anak-anak pekerja yang kurang mampu dengan memastikan mereka mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"Kami di Komisi IX DPR RI akan terus mengawal proses ini. Kami tidak ingin ribuan pekerja yang telah bertahun-tahun mengabdi di Sritex justru dibiarkan tanpa kepastian. Pemerintah harus hadir, memberikan solusi konkret, dan memastikan tidak ada hak pekerja yang terabaikan,” pungkasnya.