Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah memfinalisasi aturan baru terkait pajak atas aset kripto. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, penyesuaian aturan ini dilakukan seiring berubahnya status kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan.
"Coba dilihat kembali dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari commodities, kemudian ketika dia beralih kepada financial instrument, maka aturannya harus kita adjust," kata Bimo dalam konferensi pers Peluncuran Piagam Wajib Pajak, di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Bimo belum merinci secara detail substansi yang akan dimuat dalam aturan terbaru tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa perubahan tersebut penting untuk memastikan bahwa kebijakan pajak kripto tetap relevan dengan perkembangan teknologi dan karakteristik pasar.
Adapun sebelumnya, Bimo Wijayanto, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah merampungkan kebijakan perpajakan untuk dua instrumen digital dan investasi yang kini semakin populer aset kripto dan bullion (logam mulia).
Kebijakan ini merupakan bagian dari inisiatif besar untuk memperluas cakupan pemajakan atas transaksi digital, yang akan diterapkan secara lebih sistematis mulai 2026.
“Kita juga sedang merencanakan dan sedang menginalisasi beberapa kebijakan yang terkait dengan pengenaan pajak transaksi atas aset kripto dan juga penunjukan lembaga jasa keuangan untuk bullion,” kata Bimo dalam RDP dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025).
Dinamika Ekonomi Digital
Langkah ini juga dinilai penting untuk memperkuat posisi fiskal negara di tengah dinamika ekonomi digital. Selain itu, pengaturan pajak atas kripto dan bullion akan memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan investor di sektor ini.
Pemerintah tidak ingin aset-aset digital menjadi sarana penghindaran pajak hanya karena belum terintegrasi dengan sistem fiskal yang ada. Dengan adanya aturan pajak baru, pelaku transaksi aset digital tidak hanya akan mendapat kepastian hukum, tetapi juga dorongan untuk menjalankan aktivitas secara lebih transparan dan teregulasi.
“Sebagai inovasi yang kita perkuat di tahun 2026 meneruskan dari tahun 2025, jni yang terkait dengan inisiatif kebijakan pemajakan transaksi digital. Transaksi yang perdagangan melalui sistem elektronik e-commerce,” ujarnya.
Skema Baru Penghitungan Pajak Aset Kripto
Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11 Tahun 2025 (PMK 11/2025) yang mengatur penyesuaian nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak serta besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk pada transaksi aset kripto. PMK-11/2025 tersebut ditetapkan dan mulai berlaku pada 4 Februari 2025.
Penyerahan aset kripto oleh penjual melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang terdaftar di Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), tarif yang dikenakan adalah [1% x (11/12)] x 12% x nilai transaksi aset kripto.
Sementara itu, untuk penyerahan aset kripto oleh penjual melalui PMSE yang bukan Pedagang Fisik Aset Kripto, tarif yang berlaku adalah [2% x (11/12)] x 12% x nilai transaksi aset kripto.
Adapun untuk Penyerahan jasa verifikasi transaksi Aset Kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang Aset Kripto: [10% x (11/12)] x 12% x nilai berupa uang atas Aset Kripto yang diterima oleh Penambang Aset Kripto, termasuk Aset Kripto yang diterima dari sistem Aset Kripto (block reward).