Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat untuk bijak dan cermat dalam menggunakan layanan kredit Paylater, serta memperhatikan kemampuan membayar ke depan agar tidak terjebak dalam kesulitan pembayaran pokok maupun bunga pinjamannya.
"Pengelolaan keuangan pribadi yang baik sangat penting untuk menghindari risiko gagal bayar dan tekanan finansial berkelanjutan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, kepada Liputan6.com, Senin (19/5/2025).
OJK mencatat pada Maret 2025, baki debet Paylater Perbankan mencapai Rp22,78 triliun atau pertumbuhan 32,18% (yoy), dengan rasio NPL yang tetap terjaga pada level 2,54%.
Adapun jumlah rekening paylater Perbankan mencapai 24,59 juta rekening. Kata Dian, meskipun tumbuh cukup tinggi, tetapi porsinya masih sangat kecil dibandingkan total kredit perbankan yang mencapai Rp7.908,42 triliun.
Menurut dia, dilihat dari perspektif ekonomi makro, meningkatnya penggunaan kredit Paylater dapat mencerminkan upaya rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi.
"Utang jangka pendek melalui layanan digital menjadi salah satu solusi likuiditas yang cepat diakses oleh masyarakat,” ujarnya.
Porsi Paylater Masih Kecil dibanding Kredit Perbankan
Sebelumnya, Dian mengatakan, porsi kredit Paylater masih sangat kecil dibandingkan total kredit perbankan yang menyentuh angka Rp7.908,42 triliun.
"Meskipun tumbuh cukup tinggi, namun porsinya masih sangat kecil dibandingkan total kredit perbankan yang mencapai Rp7.908,42 triliun," ujarnya.
Menurut Dian, layanan ini tetap menjadi alternatif pembiayaan konsumtif jangka pendek yang menarik karena menawarkan proses persetujuan yang cepat dan efisien, melalui sistem penilaian kredit berbasis data yang bekerja sama dengan perbankan dan tetap mengacu pada prinsip manajemen risiko serta kehati-hatian.
Risiko Gagal Bayar Membayangi
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, mengatakan peningkatan penggunaan paylater harus dilihat bersamaan dengan maraknya fenomena lain seperti pinjaman online ilegal dan perjudian daring, yang menunjukkan adanya celah dalam akses keuangan formal.
Hal ini memperkuat kekhawatiran sebagian besar pengguna paylater mungkin berasal dari kelompok yang menghadapi keterbatasan akses pinjaman formal dan memiliki kondisi keuangan yang rentan.
Maka dari itu, meskipun paylater bisa menjadi sinyal positif dari sisi inovasi keuangan dan inklusi, penggunaannya yang meningkat juga bisa menjadi sinyal peringatan akan meningkatnya risiko kredit.
OJK: Pertumbuhan Paylater Tak Picu Penurunan Tabungan Perbankan
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti pertumbuhan signifikan penggunaan layanan kredit Paylater di sektor perbankan. Peningkatan ini dinilai sejalan dengan perkembangan ekosistem ekonomi digital dan kemudahan akses yang ditawarkan oleh platform fintech dan e-commerce.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, menjelaskan meski terjadi penurunan jumlah tabungan nasabah dengan saldo di bawah Rp 200 juta, OJK menegaskan bahwa hal tersebut tidak secara langsung terkait dengan meningkatnya pemanfaatan layanan Paylater. Sebagai informasi, rata-rata baki debet untuk setiap rekening Buy Now Pay Later (BNPL) berada di kisaran Rp900 ribu.
"Terkait dengan penurunan jumlah tabungan nasabah dengan saldo di bawah Rp200 juta, OJK menegaskan bahwa fenomena tersebut tidak serta merta dapat dikaitkan langsung dengan peningkatan kredit Paylater. Untuk informasi, rata-rata baki debit setiap rekening BNPL sekitar Rp 900 ribu," kata Dian kepada Liputan6.com, Rabu (14/5/2025).
Data OJK mencatat bahwa hingga Maret 2025, baki debet Paylater perbankan mencapai Rp22,78 triliun atau tumbuh sebesar 32,18 persen secara tahunan (year-on-year).
"Pada Maret 2025, baki debet Paylater Perbankan mencapai Rp22,78 triliun dengan pertumbuhan 32,18% (yoy), dengan rasio NPL yang tetap terjaga pada level 2,54%," ujarnya.
Meski tumbuh tinggi, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap terjaga di level 2,54 persen. Jumlah rekening Paylater yang tercatat mencapai 24,59 juta rekening.
"Adapun jumlah rekening paylater Perbankan mencapai 24,59 juta rekening," ujarnya.